Sabtu, 07 November 2015

Kesesuaian paradigma perubahan sosial dan hukum terhadap UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu tindakan yang sangat rumit untuk diperbincangkan, karena kebanyakan pelaku tidak menyadari akan perlakuan yang telah menyimpang terhadap hukum, bukan hanya hukum agama yang memabhas masalah ini akan tetapi hukum negara juga lebih jeli akan tindakan ini. Kebanyakan dari masyarakat kurang paham akan kekeraan yang dilakukan di dalam rumah tangga, mereka menganggap itu merupakan suatu tindakan yang sewajarnya orang berumah tangga. Padahal, itu merupakan suatu kasus yang begitu krusial yang perlu penanganan lebih lanjut.

                                              Hasil gambar untuk stop kdrt

Seperti halnya yang terdapat dalam Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT No.3 Tahun 2004) pasal 1 ayat 1 “kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yag berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Dari pasal tersebut jelaslah bahwa setiap individu khususnya perempuan berhak mendapatkan rasa aman, dan terbebaskan dari bentuk kekerasan. Untuk mewujudkan kerukunan dan keutuhan, sangat tergantung  pada sertiap orang yang ada dalam keluarga, terutama dalam sikap dan perilaku. Apabila sikap dan perilaku dalam rumah tangga tidak terkontrol maka yang terjadi adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yang menyebabkan ketidak amanan dan ketidak adilan dalam anggota keluarga. Dengan semakin maraknya kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dan banyak oknum yang merasa dirugikan, oleh karena itu pemerintah beserta lemabga pemberdaya perempuan mengesahkan UU No. 30 Tahun 2004 yakni tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), tentunya semua orang menginginkan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera dengan adanya undang-undang ini sehingga Hak Asasi Manusia lebih diperhatikan dan juga lebih dihormati, selain itu mengingat bahwa keadaan laki-laki dan perempuan harus mendapatkan kesejahteraan dan posisi yang sama dalam mewujudkan hak dan potensi nya bagi keberlangsungan dalam berumah tangga secara proporsional.
Yang merupakan lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah perbuatan terhadapa seorang perempuan(istri) yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untu melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup umah tangga. Pelaku atau korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah mereka yang memiliki hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah Rumah tangga.  Dengan dikeluarkannya Undang-undang ini Hak korban lebih diperhatikan, bahwa korban berhak mendapatkan perlindungan, pelayanan, penanganan, dan pendampingan. Selain itu korban juga berhak mendapatkan pelayanan demi pemulihan yaitu sesuai dengan UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 pasal 39 tentang pemulihan korban bahwa, “untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari (a) tenaga kesehatan (b) pekerja sosial (c) relawan pendamping dan/atau (d) pembimbing. Terlebih lagi pemerintah juga bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dengan cara menyelanggarakan kommunikasi, informasi, dan edukasi dan juga menyeleggarakan pendidikan, pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan serta menetapkan standart dan akreditasii pelayanan yang sensitif gender. Mengenai ketentuan pidana yang akan dikenkaan bagi pelaku ada sepuluh pasal yang mengatur yakni dari pasal 44 s/d 53 yang terdiri atas pidana penjara dan juga denda. Dalam hal ketentuan pidana yakni pasal 44, terjadi kontaversi dalam masyarakat. Dengan tidak adanya batasan hukum minimal sehingga menimbulkan lama hukuman yang bervariasi, bisa saja yang seharusnya melakukan kejahatan berat bisa saja dihukumi dengan hukuman percobaan. Dirasa ini terjadi ketidak adilan dalam masyarakat, selain itu juga di dalam hukum islam diperbolehkan memukul anaknya apabila dalam umur 10 tahun tidak mau untuk sholat, tujuannya disini adalah sebgai sarana mendidik akantetapi dalam hukum ini dikategorikan sebagai tindak kekerasan fisik yang dilakukan terhadap anak. Selain itu juga dalam islam diperbolehkan untuk melakukan poligami ini dimasukkan dalam hal penelantaran dalam rumah tangga yang mendapatkan sanksi pidana seperti yang telah dijelaskan dalam pasal 44.  Kasus kerumahtanggan merupakan suatu perkara perdata akan tetapi masuk ke dalam tataran pidana, tentunya hal ini akan sangat membahayakan. Selain akan menggoyah dasar-dasar kehidupan pernikahan yang hekekatnya merupakan kehidupan persahabatan dan silaturhami dalam kerangka membangun ketaatan kepada Allah, juga akan memunculkan permasalahan baru ketika hukum tersebut diterapkan. Seperti bagaimana kasus istri yang suaminya dipidana 12 tahun karena kasus KDRT atas pengaduan dirinya, apakah cerai atau tidak. Dan jika tidak, bagaimanakah dengan pelaksanaan hak dan kewajiban keduanya yang satu sama lain masih terikat.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupaka hal sudah dianggap wajar, mungkin mereka menggap kekerasan dalam rumah tangga salah satu kegiatan yang mendidik dalam sebuah keluarga. Dan juga sebagian orang menganggap bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu aib yang tidak harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Dimungkinkan bagi para istri lebih memilih bertahan, dan sebagian lebih memilih untuk bercerai. Dengan adanya UU PKDRT tentunya masyarakat juga cukup menanggapi dan sedikit paham akan dilarangnya melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Pandangan mereka juga sudah mulai berubah sehingga kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga sudah mulai banyak yang dilaporkan. Hal ini didukung oleh karena adanya sosialisasi dari UU tersebut yang membuat korban mengerti bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak pidana. Selain itu, dengan adanya UU PKDRT juga mengatur mengenai pencegahan, perlindungan terhadap korban dan penindakan terhadap pelaku kekerasan yaitu dengan tetap menjaga keutuhan demi keharmonisan keluarga. Oleh karena itu kekerasan dalam rumah tangga sudah bukan dianggap sebagai suatu hal yang privat akan tetapi sudah dianggap sebagai suatu yang harus dilaporkan dan harus ditindak lanjuti. Selain itu pemerintah juga mulai menangani kasus ini melalui kebijaknnya sudah cukup komprehensif dan pelaksanaannya baik pada jajaran pemerintah maupun pemerintah daerah, utamanya oleh aparat ynag bertanggung jawab dibidangnya sudah mulai berjalan . namun masih bnayak kendala yakni terbatasnya pendanaan, pemahaman aparat kurang sensitif gender termasuk dalam pengupayaan penyediaan dan perencanaan sarana dan prasarana yang belum seluruhnya memadai baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu adanya perubahan pemikiran masyarakat semakin berkembang dan lebih terbuka karna dengan adanya pasal 22 ayat 1 “melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban” jelas bahwa masyarakat diberi kebebasan untuk berfikir, bertindak, dan melakukan konsultasi dan wajib melaporkan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga pola pikir masyarakat dapat mudah dipengaruhi oleh sebuah hukum itu dan semakin mudah khususnya pemerintah melakukan pengawasan. Adapun perubahan sosial yang terjadi ini berlandaskan penghormatan atas harkat dan martabat dengan sesamanya baik dalam kapasitas keluarga khususnya ataupun dalam masyarakat.
Dengan adanya produk hukum baru ini maka usaha penanganan kasus dalam kekerasan menjadi terakomodir lebih baik jika dibandingkan dengan KUHP. Selain itu dengan adanya sosialisasi dari UU ini, semakin banyak pelappor kasus KDRT, oleh karena itu oknum pelayan kasus kekerasan dalam rumah tangga menjadi lebih tanggap dengan mengadakannya pencegahan terhadap berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. Polisi juga menjadi bertanggung jawab dalam hal ini, polisi wajib memberikan perlindungan kepada korban, perlindungan sementara diberikan paling lama tujuh hari setelah menerima laporan dan ditangani. Sebagai penguat diadakan surat penetapan perlindungan diberikan oleh pengadilan atas permintaan dari kepolisian. Perubahan merupakan masalah penting, antara lain disebabkan karena hukum umumnya memakai bentuk tertulis, pemakaian bentuk ini memang memiliki kepastian yang lebih terjamin. Hukum tertulis lebih mudah tercipta kesenjangan antara peraturan hukum dengan yang diaturnya. Dengan diberlakukannya ini di harapkannya akan ada perubahan paradigma dalam masyarakat mengenai cara pandang kita terhadap permasalahan kekerasan dalam rumah tangga.

Adapun hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum diatas sesuai dengan paradigma hukum sebagai pelayan dalam masyarakat karena undang-undang itu muncul disebabkan oleh semakin merajalela nya kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga terutama yang terjadi terhadap istri yang tentunya harus memiliki perlakuan HAM yang sama. Disini peran UU PKDRT ini mengikuti arus yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu UU ini juga mengandung bahwa UU PKDRT ini sebagai paradigma hukum menciptakan perubahan dalam masyarakat atau setidaknya dapat memacu perubahan. dikarenakan dalam UU tersebut pemerintah juga merencanakan dengan adanya UU PKDRT mampu lebih menjamin kehidupan dan kemakmuran dalam keluarga. Dan juga masyarakat yang mempunyai mental baik. Disini hukum diciptakan untuk mengantisipasi persoalan  yang dimungkinkan akan muncul, persoalan tersebut akan diihadapi dengan merencanakan secara matang. Misalnya Dari sanksi dan denda yang di buat oleh aparat hukum bertujuan sebagaiman yang tercantum dalam (pasal 4) undang-undang PKDRT. Yaitu untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga,dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Upaya dalam menangani kasus KDRT, semua pihak telah melakukan tindakan sebagai bukti kepedulian terhadap persoalan bersama. semua langkah menuju pengahpusan kekerasan dalam rumah tangga dengan cara mencari dan menindak lanjuti penyebab dan pemicunya melalui penguatan jaringan, pemhaman terhadap nilai-nilai positif yang terdapat dalam kearifan budaya lokal, dan semua itu mnejadikan ajaran agama sebagai sumber nilai dengan jalan pendalaman agama yang proporsional.

Referensi :

            Ni’mah Zulfatun, Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar, Yokyakarta: Teras, 2012
Undang-Undang Pengapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga  Nomor 23 Tahun 2004
                 dalam-rumah-tangga-kajian-dari-perspektif-yuridis-kriminologis.htlm diakses                                      pada tanggal 06 Nov 2015 pukul 13.56
Mudjiati, Jakarta:2010,  dalam www.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Suatu 
                Tantangan Menuju Sistem Hukum yang Responsif Gender.html diakses tanggal :                                    06 Nov pukul 14.05 Wib

Oscar, Riau:2010,  dalam www.oscar-007.blogspot.com/2010/03/kritik-terhadap-uu                                             kdrt.html diakses tanggal : 06 Nov 2015 pukul 12.32 Wib

6 komentar:

  1. saya setuju dengan tulisan anda, tapi perlu adanya penjelasan mengenai paradigma hukum lebih jauh, agar pembaca juga bisa mengikuti maksud dari tujuan penulisan anda.....

    BalasHapus
  2. dan mungkin akan lebih kuat jika anda menyertakan beberapa pendapat para ahli sosiologi...^_^

    BalasHapus
  3. Nice post! :)
    Memang benar bahwa kasus KDRT yang marak terjadi sekarang ini tidak terlepas dari peran pemerintah untuk menangannya, khususnya berkenaan dengan penyusunan undang-undang KDRT. Dan benar pula bahwa hal ini juga telah diakomodir dalam undang-undang. Tetapi perlu diingat juga, meskipun telah dakomodir dalam undang-undang buan berarti keberadaan kasus KDRT bisa surut begitu.

    Good Luck...

    BalasHapus
  4. Good :) info yg sangat membantu
    Namun sedikit memberi masukan, mungkin anda bisa menambahkan tentang perubhan sosial yg terjdi pd masyrakat. Apakah ada perbedaan antara setelah dan sebelum adanya uu pengahpusan dalam rumah tangga. terimakasih

    BalasHapus
  5. artikel yang sangat membantu.
    sedikit menambahkan, seberapa banyak UU PKDR ditetapkan, yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran korban KDRT untuk melapor ke pihak yang berwenang, karena kebanyakan korban KDRT (khusunya wanita) masih merasa itu adalah masalah pribadi dan merupakan aib sehingga enggan untuk melaporkan kejadian yang merugikan dirinya.
    terimaksih............

    BalasHapus