Minggu, 05 Juni 2016

RUKYATUL HILAL IAIN TULUNGAGUNG



PELATIHAN DAN PRAKTEK RUKYATUL HILAL
IAIN TULUNGAGUNG, MINGGU 5 JUNI 2016
Bersama Ust. UZAL SYAHRUNA (LAJNAH FALAKIYAH KAB.BLITAR)

Senin, 5 Juni 2016 tepatnya hari minggu pagi yang bertepatan dengan akan datangnya Bulan Ramandhan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga menyelenggarakan kegiatan yang begitu menarik yaitu Pelatihan dan Praktik Rukyatul Hilal yang diselenggarakan di Gedung LH. Syaifudin Zuhri Lantai 6 dengan pemateri Ustad Uzal Syahruna selaku Lajnah Falakiyah Kab.Blitar, yang diikuti oleh mahasiswa IAIN Tulungagung dari berbagai jurusan dan juga para tamu undangan. Ini juga sebagai lahan praktik dari pembelajaran Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga yang diampu oleh Bapak Musonif.
Rukyatul hilal merupakan aktifitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang namapak pertama kali setelah terjadinya ijtimak(konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu berupa optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam sedangkan hilal hanya nampak setelah matahari terbenam (magrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding cahaya matahari, serta ukurannya yang sangat tipis. Menurut pembahasana yang disampaikan Ustad Uzal Syahruna dalam menentukan awal Bulan Hijriyah (Ramadhan, Syawal, dan Dzul Hijah) banyak sekali perbedaan dalam penentuan. Seperti halnya kasus penentuan awal syawal yang terjadi di indonesia pada tahun 1992, 1993, 1994,1998, 2002, dan 2006 M.  Hal-hal yang memepngaruhi perebedaan antara lain perbedaan sistem hisab yang menjadi acuan, disamping berbeda dasar yang dipakai untuk menetapkannya, yakni antara hisab dan rukyah. Pada rukyat kali ini menggunakan sistem EPHYMESIS HISAB DAN RUKYAH. Dalam EPHYMESIS HISAB DAN RUKYAH memiliki banyak istilah,
 

 Ijtima’  yang disebut juga dengan bulan baru (new moon) adalah peristiwa segaris atau sebidangnya pusat Bulan dan Pusat  Matahari dan Pusat Bumi. Dalam astronomi pada saat demikian Bulan dan Matahari memiliki bujur ekliptika atau bujur astronomi yang sama. Pada posisi yang demikian ditandai fraksi Iluminasi cahaya hilal terhadap cahaya bulan minimu. Pada saat posisi istimmewa yakni bumi, bulan , dan matahari dalam satu garis ditandai dengan grhana matahari. Akan tetapi tidak setiap ijtima’ ditandai dengan gerhana matahari, karena bidang orbit bulan miring sekitar 5,2 derajat busur terhadap bidang ekliptika, selain itu garis berpotongan kedua bidang orbit tersebut bergerak.
Ekliptika merupakan lingkaran zodiak yaitu tempat beredarnya bumi mengelilingi matahari dalam waktu setahnyang dinamakan refolusi Bumi. Arah refolusi bumi ini berlawanan dengan arah jarum jam. Ekliptika memotong lingkaran ekuator membentuk sudut 66.5 derajat.
Irtifa’ul Hilal Mar’i merupakan ketinggian hilal yang dapta dilihat yaitu ketingian hakiki yang telah dikoreksi dengan refracsi, semi diameter, horizontal Paralah dan kerendahan ufuk. Semi diameter bulan rata-rata 0° 16° dalam hal ini terjadi perselisihan diantara para ahli hisab. Menurut ahli hisab yang berpendapat semi diameter bulan ditambahkan beralasan bahwa piringan hilal yang terakhir tenggelam adalah bagian atas, karena terjadi beda azimut, sehingga semi diameter bulan ditambahkan. sedangkan para ahli yang berpendapat semidiameter bulan untuk dikurangi beralasan bahwa masuknya awal bulan hijriyah itu hilal sudak nampak di atas ufuk setelah matahari terbenam pasca ijtima’, penampakan hilal itu pasti piringan yang bagian bawah. Karena bagian itulah yang disinari matahari dan tampak dari bumi, maka semi diameter bulan untuk mengurangi.

Dalam hal praktik Rukyatul Hilal hal-hal yanng harus dilakukan diantaranya adalah persiapan. Yang paling utama adalah menentukan lokasi dengan menentukan letak geografis yang mana ufuk barat menjangkau 28.5 derajat keutara dan 28.5 derajat ke titik Barat dengan menggunakan alat bantu berupa teropong Theodolite, Kaker, Kompas, GPS. Kedua adalah penyediaan hasil hitungan posisi matahari dan bulan antara lain saat terbenamnya matahari, azimut matahari saat terbenam, tinggi bulan saat terbenam matahari, azimut bulan saat matahari terbenam, dan azimut bulan saat terbenam.
Pelaksanaan Rukyatul Hilal
1.           Membuat arah sejati
2.           Menentukan sebuah titik di sebelah timur ( T )
3.           Pada titik barat di buat garis siku / tegak lurus kearah utara dan selatan
4.           Meletakkan gawang lokasi tepat di titik G
5.           Meletakkan tongkat pengamat pada titik T
6.           Pengukuran di sesuaikan dengan rumus – rumus pada gambar di bawah ini:


 
Ø  h☪’         =              0 º 36 26.17
Ø  A☪’        =              - 11 º 14 ’ 5.54 ”
Ø  BT           =              500 cm
Ø  BG          =              BT x tan A☪’        =              500 x tan - 11 º 14 ’ 5.54 ”  =              - 99.31895281 cm                               =              99.3 cm
Ø  AH          =              ( BT / cos A☪’ ) x tan h☪’ =  ( 500 / cos  - 11 º 14 ’ 5.54 ”) x tan 0 º 36 26.17                                      =                5.403166268 cm =              5.4 cm

Sesuai dengan hitungan yang telah dilakukan maka diperkirakan hilal akan dapat dilihat pada pukul 17.21 Wib, maka dari itu semua alat dipersiapkan. Akan tetapi tiba-tiba cuaca tidak mendukung yakni Tulungagung Hujan Lebat dan mengakibatkan hilal tidak dapat terlihat dari lantai atas gedung KH. Saifudin Zuhri IAIN Tulungaung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar