Jumat, 11 Maret 2016

UU No.23 Tahun 1999 (Hukum Perbankan Indonesia)


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Nomor 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA
BAB VIII
HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH

            Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indnesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank ini memiliki nama lain De Javasche Bank yang dipergunakan pada masa Hindia-Belanda. Sebagai bank sentral BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.[1] Mengenai hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah dijelaskan dalam pasal-pasal dibawah ini: 
Dalam pasal 52  ini, tertulis bahwa Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah. Sehingga Bank Indonesia mempunyai hubungan yang penting terhadap kas pemerintah. Selain itu, dalam UU No. 3 tahun 2004 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dalam pasal ini terdapat penambahan ayat, yaitu pemberian bunga atas saldo kas pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 53 , berbunyi: “Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.” Maksud dari pasal ini ialah dalam hal hubungan luar negeri, Bank Indonesia diharapkan bisa menerima pinjaman luar negeri serta bisa menyelesaikan tagihan Pemerintah beserta kewajiban dalam keuangan kepada hubungan yang dilakukan dengan luar negeri.
Selanjutnya pada pasal 54 ayat 1 dijelaskan bahwa ketika diadakannya sidang kabinet, pemerintah wajib mengundang dan meminta pendapat Bank Indonesia mengenai masalah keuangan, ekonomi, perbankan, serta masalah lain yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia. Selain itu, pada ayat 2 ketika membuat rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara, Bank Indonesia bisa memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah.
Kemudian pada pasal 55 dijelaskan bahwa sebelum menerbitkan surat-surat utang negara, pemerintah terlebih dahulu wajib berkonsultasi dengan Bank Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena keduanya bisa membantu proses penerbitan surat-surat utang negara. dalam pasal ini juga dituliskan bahwa Bank Indonesia dilarang membeli surat utang negara untuk diri sendiri, kecuali dipasar sekunder. Ketika Bank indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak dipasar sekunder, maka hal tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Tetapi, dalam UU No.3 tahun 2004 terjadi perubahan pada ayat 4 dan 5 mengenai pembelian surat-surat utang negara. perubahan tersebut ialah Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang negara untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali surat utang negara berjangka pendek yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk operasi pengendalian moneter (ayat 1). Sedangkan pada ayat 2, perubahan yang dilakukan ialah dalam hal pembelian surat utang negara dipasar primer, dilakukan jika dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan darurat.
Pada pasal 56 ini, Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah, karena hal tersebut merupakan pelanggaran hukum. Jika Bank Indonesia melakukan perjanjian kredit kepada pemerintah, maka secara otomatis hal tersebut akan batal demi hukum.
BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas bank indonesia maupun pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, mupun perbankan. Sepeti halnya yang tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 Pasal 57 ayat 1 “Bank Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan bank Sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional”.
Agar BI menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, maka dari itu BI dituntut untuk bersifat Transparan dan Akuntabilitas publik yaitu dengan wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media masa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat :
a.       Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya
b.      Rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan.
Mengenai akuntabilitas dan anggaran Bank Indonesia sesuai dengan UU No.23 tahun 1999, apabila diperlukan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dapat melakukan pemeriksaan khusus kepada Bank Indonesia atas permintaan dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Hal ini sesuai dengan Pasal 59. Mengenai Tahun Anggaran. Bank Indonesia mempunyai Tahun Anggaran yaitu tahun kalender. Berdasarkan Tahun anggaran tersebut, sesuai dengan Pasal 60 ayat 2 yaitu “ selambat-lambatnya 15 hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada DPR dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan.” Apabila terdapat penambahan jumlah anggaran pengeluaran yang diperlukan dalam berjalannya tahun anggaran,  terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari Dewan Gubernur.
Dalam hal laporan keuangan sesuai dengan Pasal 61 ayat 1 “selambat-lambatnya 30 hari setelah berakhirnya tahun anggaran, Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusuan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia.” Setelah laporan itu disusun selambat-lambatnya 7 hari, akan dimulai suatu pemeriksaan, oleh karena itu Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada BPK dan BPK harus menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR. Hal ini dilakukan selambat-lambatnya 90 hari sejak pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 61 ayat 2 dan 3. Sedangkan pada Pasal 61 ayat 4 menjelaskan bahwa, setelah laporan keuangan ada, Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia kepada publik melalui media masa.
Pada pasal 62, berbunyi:
1)      Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut:
a.     30% (tiga puluh per seratus) untuk Cadangan Tujuan
b.    sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
2)        Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat(1), diserahkan
       kepada Pemerintah.
3) Apabila modal menjadi kurang dari Rp 2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut, yang pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4)  Terhadap surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan pajak penghasilan.
Penjelasan :
            Yang dimaksud dengan Cadangan Umum pada pasal 62 ayat 1, yaitu dipergunakan untuk menambah modal atau menutup defisit Bank Indonesia, sedangkan Cadangan Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya penggantian dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
            Pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undang-undang ini ditingkatkan menjadi 30% (tiga puluh per seratus), mengingat tantangan yang dihadapi Bank Indonesia antara lain perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan serta perlunya peningkatan kualitas teknologi informasi.
            Ayat (2) Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia.
            Ayat (3) Kewajiban Pemerintah menutup kekurangan modal minimum Bank Indonesia dapat dilakukan dengan cara penerbitan surat utang negara yang dapat diperjual belikan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak laporan keuangan Bank Indonesia dipublikasikan.
            Kemudian pada pasal 63 berbunyi : “Bank Indonesia menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia”. Pengumuman neraca singkat mingguan dalam Berita Negara Republik Indonesia dimaksudkan sebagai publikasi resmi dalam rangka penyebarluasan neraca singkat tersebut kepada masyarakat.
            Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” (Pasal 64 ayat 1).
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk memberikan pembatasan terhadap penyertaan modal oleh Bank Indonesia dalam badan hukum atau badan lain tertentu. Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia adalah antara lain lembaga kliring, badan pemeringkat, dan lembaga penjamin simpanan. Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat dilakukan apabila telah diperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


Referesi:
Djumhana, Muhammad. 2012. Perbankan di Indoesia. Bandung: PT Citra Adtya Bakti, Cet VI.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. PDF diakses tanggal 8 Maret 2016 pukul 14.00 WIB.
BI. “Hubungan Kelmbagaan International”. www.BI.go.id/id/tentang-BI/Hubungan-kelembagaan/International/Contens/Default.aspx diakses pada tanggal 11 Maret 2016 Pkl.12.28 WIB.

Anggota kelompok:
1.    Hamim Ulinnuha
2.    Hesti Handayani
3.    Lely Kurniawati
4.    M.Rizal Khoirurozikin
5.    Vivi Alvitur Rohmah


[1] Wikipedia, “Bank Indonesia”,  https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia, di akses pada tanggal 11 Maret 2016 Pkl. 12.10 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar