UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Nomor 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA
Nomor 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA
BAB VIII
HUBUNGAN DENGAN
PEMERINTAH
Bank
Indonesia adalah Bank
Sentral Republik Indnesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang
independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank ini memiliki nama
lain De Javasche Bank yang dipergunakan pada masa Hindia-Belanda. Sebagai bank
sentral BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata
uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.[1] Mengenai hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah
dijelaskan dalam pasal-pasal dibawah ini:
Dalam pasal 52
ini, tertulis bahwa Bank Indonesia bertindak
sebagai pemegang kas Pemerintah. Sehingga Bank Indonesia mempunyai hubungan
yang penting terhadap kas pemerintah. Selain itu, dalam UU No. 3 tahun 2004
tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dalam
pasal ini terdapat penambahan ayat, yaitu pemberian bunga atas saldo kas
pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 53 , berbunyi: “Bank Indonesia untuk
dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan,
serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak
luar negeri.” Maksud dari pasal ini ialah dalam hal hubungan luar
negeri, Bank Indonesia diharapkan bisa menerima pinjaman luar negeri serta bisa
menyelesaikan tagihan Pemerintah beserta kewajiban dalam keuangan kepada
hubungan yang dilakukan dengan luar negeri.
Selanjutnya
pada pasal 54
ayat
1
dijelaskan bahwa ketika diadakannya sidang kabinet, pemerintah wajib mengundang
dan meminta pendapat Bank Indonesia mengenai masalah keuangan, ekonomi,
perbankan, serta masalah lain yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia.
Selain itu, pada ayat 2 ketika membuat rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara, Bank Indonesia bisa memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah.
Kemudian
pada pasal 55 dijelaskan bahwa sebelum menerbitkan
surat-surat utang negara, pemerintah terlebih dahulu wajib berkonsultasi dengan
Bank Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena keduanya bisa membantu
proses penerbitan surat-surat utang negara. dalam pasal ini juga dituliskan
bahwa Bank Indonesia dilarang membeli surat utang negara untuk diri sendiri,
kecuali dipasar sekunder. Ketika Bank indonesia membeli surat utang negara
untuk diri sendiri tidak dipasar sekunder, maka hal tersebut dinyatakan batal
demi hukum.
Tetapi, dalam UU No.3 tahun 2004 terjadi
perubahan pada ayat 4 dan 5 mengenai pembelian surat-surat utang negara.
perubahan tersebut ialah Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang
negara untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali surat utang negara berjangka
pendek yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk operasi pengendalian moneter (ayat
1). Sedangkan pada ayat 2, perubahan yang dilakukan ialah dalam hal
pembelian surat utang negara dipasar primer, dilakukan jika dalam rangka
pemberian fasilitas pembiayaan darurat.
Pada pasal 56 ini,
Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah, karena hal
tersebut merupakan pelanggaran hukum. Jika Bank Indonesia melakukan perjanjian
kredit kepada pemerintah, maka secara otomatis hal tersebut akan batal demi
hukum.
BI
menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam
rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas bank indonesia maupun pemerintah
yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, mupun perbankan. Sepeti halnya yang
tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 Pasal 57 ayat 1 “Bank Indonesia
dapat melakukan kerjasama dengan bank Sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional”.
Agar
BI menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, maka dari itu BI dituntut
untuk bersifat Transparan dan Akuntabilitas publik yaitu dengan wajib
menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media masa pada
setiap awal tahun anggaran yang memuat :
a.
Evaluasi
terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya
b.
Rencana
kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan
datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi
ekonomi dan keuangan.
Mengenai
akuntabilitas dan anggaran Bank Indonesia sesuai dengan UU No.23 tahun 1999,
apabila diperlukan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dapat melakukan pemeriksaan
khusus kepada Bank Indonesia atas permintaan dari DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat). Hal ini sesuai dengan Pasal 59. Mengenai Tahun Anggaran. Bank
Indonesia mempunyai Tahun Anggaran yaitu tahun kalender. Berdasarkan Tahun
anggaran tersebut, sesuai dengan Pasal 60 ayat 2 yaitu “
selambat-lambatnya 15 hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur
menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada DPR
dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan.”
Apabila terdapat penambahan jumlah anggaran pengeluaran yang diperlukan dalam
berjalannya tahun anggaran, terlebih
dahulu harus mendapat persetujuan dari Dewan Gubernur.
Dalam
hal laporan keuangan sesuai dengan Pasal 61 ayat 1 “selambat-lambatnya
30 hari setelah berakhirnya tahun anggaran, Bank Indonesia telah menyelesaikan
penyusuan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia.” Setelah laporan itu disusun
selambat-lambatnya 7 hari, akan dimulai suatu pemeriksaan, oleh karena itu Bank
Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada BPK dan BPK harus
menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR. Hal ini dilakukan
selambat-lambatnya 90 hari sejak pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 61
ayat 2 dan 3. Sedangkan pada Pasal 61 ayat 4 menjelaskan bahwa,
setelah laporan keuangan ada, Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan
tahunan Bank Indonesia kepada publik melalui media masa.
Pada pasal 62,
berbunyi:
1) Surplus
dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut:
a. 30%
(tiga puluh per seratus) untuk Cadangan Tujuan
b. sisanya
dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum mencapai
10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2).
2)
Sisa surplus
setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat(1), diserahkan
kepada
Pemerintah.
3) Apabila
modal menjadi kurang dari Rp 2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pemerintah wajib menutup
kekurangan tersebut, yang pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Terhadap surplus Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan pajak penghasilan.
Penjelasan
:
Yang
dimaksud dengan Cadangan Umum pada pasal 62 ayat 1, yaitu dipergunakan
untuk menambah modal atau menutup defisit Bank Indonesia, sedangkan Cadangan
Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya penggantian dan atau pembaruan
harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan
organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia.
Pembagian
surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undang-undang ini ditingkatkan
menjadi 30% (tiga puluh per seratus), mengingat tantangan yang dihadapi Bank Indonesia
antara lain perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan
serta perlunya peningkatan kualitas teknologi informasi.
Ayat
(2) Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh per
seratus) dari kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah
terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah
kepada Bank Indonesia.
Ayat
(3) Kewajiban Pemerintah menutup kekurangan modal minimum Bank Indonesia
dapat dilakukan dengan cara penerbitan surat utang negara yang dapat
diperjual belikan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak
laporan keuangan Bank Indonesia dipublikasikan.
Kemudian
pada pasal 63 berbunyi : “Bank Indonesia menyusun neraca singkat
mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia”. Pengumuman
neraca singkat mingguan dalam Berita Negara Republik Indonesia dimaksudkan
sebagai publikasi resmi dalam rangka penyebarluasan neraca singkat tersebut
kepada masyarakat.
Bank Indonesia hanya dapat melakukan
penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan
dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat” (Pasal 64 ayat 1).
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk
memberikan pembatasan terhadap penyertaan modal oleh Bank Indonesia dalam badan hukum
atau badan lain tertentu. Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan lainnya
yang sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia adalah antara
lain lembaga kliring, badan pemeringkat, dan lembaga penjamin simpanan.
Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut
hanya dapat dilakukan apabila telah diperoleh persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Referesi:
Djumhana, Muhammad. 2012. Perbankan
di Indoesia. Bandung: PT Citra Adtya Bakti, Cet VI.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia. PDF diakses tanggal 8 Maret 2016 pukul 14.00 WIB.
BI. “Hubungan Kelmbagaan
International”. www.BI.go.id/id/tentang-BI/Hubungan-kelembagaan/International/Contens/Default.aspx
diakses pada tanggal 11 Maret 2016 Pkl.12.28 WIB.
Anggota
kelompok:
1. Hamim
Ulinnuha
2. Hesti
Handayani
3. Lely
Kurniawati
4. M.Rizal
Khoirurozikin
5. Vivi
Alvitur Rohmah
[1]
Wikipedia, “Bank
Indonesia”, https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia, di akses pada tanggal 11 Maret 2016 Pkl. 12.10 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar