MAKALAH
“Peradilan
Khusus di Indonesia”
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah “SISTEM PERADILAN Di INDONESIA”
Dosen
Pembimbing :
Ladin,
S.H.I., M.H.
Disusun
Oleh :
Kelompok 3
Hesti
Handayani
Ilma
Hamdani Aturahma
Ilma
Milatunafiah
FAKULTAS
SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN)
TULUNGAGUNG 2015
KATA
PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya,
sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah
dengan judul “Peradilan Khusus di Indonesia” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat
serta
salam
senantiasa
tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang
selalu
kita nantikan syafa’atnya
di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Peradilan di Indonesia pada
semester III (tiga), serta dengan adanya tugas ini diharapkan dapat memperdalam
pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang akan dikaji.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu,
tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak
Ladin,S.H.I.,M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Peradilan di
Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini,
2.
Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan, serta
3. Semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Dan untuk itu kami ucapkan terima
kasih.
Tulungagung, September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... .... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... .... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... .... 1
A.
Latar Belakang..................................................................................... .... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. .... 1
C.
Tujuan................................................................................................... .... 2
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A.
Pengertian pengadilan Tindak pidana
Korupsi.......................... .... 3
B. Pengertian Pengadilan Hak Asasi
Manusia................................... .... 7
C. Pengertian Pengadilan Pajak......................................................... .... 9
D. Pengertian Pengadilan Anak......................................................... .... 11
E. Pengertian Pengadilan Niaga......................................................... .... 15
F.
Pengrtian Pengadilan Industrial..................................................... .... 18
BAB III :........................................................................................................ PENUTUP 24
Kesimpulan ........................................................................................ .... 24
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 26
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
memiliki organisasi yang besar, yang tediri atas penduduk, wilayah, pemerintah
yang berkuasa serta lembaga pengawasan pemerintah dan sistem peradilan.
Lembaga
peradilan merupakan salah satu bentuk adanya sistem lembaga yang demokratis dan
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberi keadilan di semua lapisan
masyarakat tanpa pamrih, diskriminatif, dan tanpa KKN. Pelaksanaan peradilan
saat ini membutuhkan perhatian khusus dikarenakan semakin maraknya perkara yang
dihadapi negara.
Untuk
membentengi masyarakat atau lembaga dari kejahatan yang ada., maka sistem
peradilan harus dilaksanakan dengan cara yang benar, baik, dan sistematis. Dengan melihat permasalahan tersebut, maka
saat ini masyarakat menanyakan eksistensi dari pelaksanaan peradilan pidana,
sehingga ada efek jera bagi para pelaku kejahatan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sistem
pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia?
2.
Bagaimana sistem
pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia?
3.
Bagaimana sistem
pengadilan Pajak di Indonesia?
4.
Bagaimana sistem
pengadilan Anak di Indonesia?
5.
Bagaimana sistem
pengadilan Niaga di Indonesia?
6.
Bagaimana sistem
pengadilan Industrial di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
sistem pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
2.
Mengetahui
sistem pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia
3.
Mengetahui
sistem pengadilan Pajak di Indonesia
4.
Mengetahui
sistem pengadilan Anak di Indonesia
5.
Mengetahui
sistem pengadilan Niaga di Indonesia
6.
Mengetahui
sistem pengadilan Industrial di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
A. Pengertian
Dalam ensiklopedia Indonesia istilah korupsi
berasal dari bahasa Latin (corruption=penyuapan; corruptore=merusak) gejala
dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan
terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Korupsi adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka
yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Tindak pidana
korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
1)
penyalahgunaan
wewenang, kesempatan, atau sarana
2)
perbuatan
melawan hukum
3)
memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korporasi
4)
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara
selain itu
terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain : memberi atau menerima
hadiah atau janji(penyuapan), penggelapan dana jabatan, pemerasan dalam jabatan
Korupsi di indonesia berekambang secara sistemik.
Bagi orang banyak korupsi bukan lagi sebagai pelanggaran hukum melainkan
sebagai kebiasaan. Jika dibandingakan
dengan negara laiin maka tingkat korupsi indonesia menempati level yang paling
rendah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong
pemberantasan korupsi di Indonesia. Akan tetapi hingga kini pemberantasan
korupsi belum menunjukan titik terang
melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan tingkat korupsi antar
negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditnjukan dari banyaknya kasus-kasus
korupsi di Indonesia .
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan
sebagai :
Barang siapa dengan melawan hukum
melakukan perbuatan memeperkaya diri sendiri sendiri atau orang lain atau suatu
badan yang secara langsung merugikan keuangan negara atau perekonimian atau
diketahui patut disangka oleh nya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan
negara (pasal 2)
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan menyalahgunakana kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat
merugikan negara atau perekonomian negara (pasal 3)
B. Pengadilan
Tindak Pidana korupsi
adalah pengadilan
yang khusus menangani khusus kasus korupsi, yang bertugas dan berwenang meriksa
dan memutuskan tindak pindana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh komisi
pemberantas korupsi. Pengadilan ini dibentuk berdasarkan pasal 53 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 (dasar hukum)tentang komisis pemberantasan tindak
pidana korupsi. Pengadilan tindak pidana
korupsiterdapat pada pengadilan negri, pengadilan tinggi , dan makhamah
Agung . pengadilan tindak pidana korupsi berkedudukan di setiap ibu kota
kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negri yang
bersangkutan.
C.
Ruang lingkup
tipikor
Pengadilan tindak pidana korupsi adalah satu-satunya
lembaga yang berwenang ,memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tindak
pidana korupsi yang diajukan oleh penuntut umum atau yang diajukan oleh
penuntut pada KPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundnag-undnagn yang
berlaku.
Pengadilan
tindak pidana korupsi pada pengadilan Negri Pusat Jakarta pusat berwenang
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tindak pidana korupsi yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia diluar wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengadilan
tindak pidana korupsi juga berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi yang
dilakukan oleh warga negara asing diluar wilayah negara republik Indonesia
sepanjang menyangkut kepentingan negara Indonesia.
Pengadilan
tindak pidana korupsi berwenang memberikan izin untuk melakukan pembekuan,
penyitaan, penyadapan, dan penggeledahan.
D. Susunan
Pengadilan
Hakim
pengadilan tindak pidana korupsi terdiri atas hakim karier dan juga hakim ad
hoc.
a) Hakim
Karier
Syarat-syarat
menjadi hakim karier antara lain :
· Berpengalaman
menjadi hakim sekurang-kurangnya sepuluh tahun dibidang hukum untuk hakim
·
Berpengalaman
menangani perkara pidana
·
Juju, adil,
cakap dan memiliki intregitas moral yang tinggi serta reputasi yang baik selama
menjalankan tugas
·
Tidak pernah
dijatuhi hukuman disiplin atau telibat dalam perkara pidana
·
Memilii
sertifikasi khusus sebagai hakim tindak pidana korupsi yang dikeluarkan oleh
makhamah agung
·
Telah melaporkan
harta kekayaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Calon hakim yang telah lulus seleksi wajib mengikuti
diklat yang diselenggarakan oleh makhamah agung untuk mendapatkan sertifikasi
sebagai hakim pengadilan tindak pidana korupsi.
Untuk dapat diusulkan sebagai hakim ad hoc harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
· Warga
negara republik indonesia
· Bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa
· Sehat
jamani dan rohani
· Berpendidikan
sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian dan berpengalaman
sekurang-kurangnya 15tahun di bidang hukum
· Berumur
sekurang-kurangnya 40 tahun pada proses pemilihan
· Tidak
menjadi pengurus salah satu partai politik
· Melepaskan
jabatan lain selama menjadi hakim ad hoc
E.
Pemeriksaan
pendahuluan
Sebelum memulai
memeriksa pokok perkara, ketua majelis hakim mengadakan pemeriksaan pendahuluan
mengenai kelengkapan dan kejelasan materi surat dakwaan. Jaksa agung
mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang diakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada
peradilan umum dan peradilan militer.
F.
Putusan
Perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan
diputuskan oleh pengadilan tindak pidana korupsi dalam jangka waktu 90 hari
kerja terhituung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke penngadilan tindak pidana
korupsi. Dalam keputusannya dimihinkan banding ke pengadilan tinggi, perkara
tersebut diperiksa dan diputuskan dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja
terhitung sejak tanggal berkas di terima oleh pengadilan tinggi. Dalam hal
putusan pengadilan tinngi tindak pidana korupsi dimohonkan kasasi kepada
Makhamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputuskan dalam jangka waktu
paling lama 90 hari kerja terhitung sejak tanggal berkas diterima oleh Mahkamah
Agung.
2.
Pengadilan Hak
Asasi Manusia
A. Pengadilan
HAM indonesia dibentuk berdasarkan UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan
Hak Asasi Manusia. Pengadilan ini merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan pengadilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota.
Adapun tugas dan wewenang pengadilan HAM adalah sebagai berikut :
a. Memeriksa
dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat
b. Memeriksa
dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan diluar batas
teritorial wilayah negara RI oleh WNI
c. Pengadilan
HAM tidak berwenang mengadili seseorang yang berumur dibawah 18 tahun
Adapun
pengadilan HAM seperti pada di bawah ini :
1) Yuridiksi
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan
2) Pemeriksaan
persidangan
·
Diperiksa dan
diputus majelis hakim terdiri atas lima hakim dengan komposisi dua hakim karir
dan tiga hakim ad hoc
·
Diperiksa dan
diputus oleh pengadilan HAM dalam waktu paling lama 180 hari terhitung sejak
perkara dilimpahkan dalam pengadilan HAM
·
Banding paling
lam 90 hari dan kasasi paling lama 90 hari
3) Penyelidikan
Dibentuklah
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikan perkara
4) Penyidikan
·
Dilakukan jaksa
agung dan dapat diangkat penyidik ad hoc
·
Paling lama 90
hari dapat diperpanjang, 90+60 hari oleh ketua pengadilan HAM dan jika tidak
ditemukan bukti yang cukup maka wajib SP3
5) Penuntutan
·
Dilakukan Jaksa
Agung dan dapat diangkat penuntut umum ad hoc
·
Paling lama
70hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima
B. Hambatan
pengadilan dalam menegakan HAM
·
Resadaran dan
keberanian masyarakat untuk melaporkan pelanggaran HAM yang terjadi baik
mengenai diri sendiri maupun orang lain
·
Belum optimalnya
kemampuan para hakim di peradilan HAM
·
Keterbatasan
kemampuan pengetahuan masyarakat dalam bentuk-bentuk palanggaran HAM
·
Masalah hakim,
ternyata tidka mudah dalam menentukan para calin hakim ad hoc diluar hakim
karir. LSM HAM ternyata tidak banyak tersedia.
·
Masalah
pembahasan acara peradilan yang belum tuntas, masih tersisa pertanyaan banding
dan langsung saja dari peradilan tingkat pertama langsung ke MA
C.
Penegakan Hukum terhadap HAM
Mekanisme
dalam kasus pelanggaran HAM mengacu pada exhaustion of local remedie,
yaitu melalui mekanisme pengadilan nasional
(pengadilan HAM), ada yang bersifat permanen dan ada juga yang bersifat
ad hoc sesuai perundang-undangan di negara yang bersangkutan.
Upaya agar HAM
tetap dihormati, tetap dibatasi dan tidak dilanggar, baik secara nasional,
regional, maupun internasional maka penegakan hukum melalui mekanisme peradilan
baik nasional maupun internasional peradilan HAM adalah peradilan khusus, menyangkut
instrumen khususnya maupun institusi dan proses
peradilannya. Hal ini dikarenakan pelanggaran atau kejahatan HAM bukan
merupakan kejahatan biasa tetapi Extra Ordinary Crime.
Hal ini disebabkan karena tiga
alasan :
· Pola
tindak pidana yang sistematis dan dilakukan oleh pemegang kekuasaan, sehingga kejahatan tersebut baru bisa diadili
jika kekuasaan itu runtuh
· Kejahatan
tersebut sangat mencederai rasa keadilan secara mendalam dilakukan dengan
cara-cara yang mengurangi atau menghilangkan derajat kemanusiaan
· Kejahatan
tersebut sering berlindung di balik dasar penegakan hukum dalam bentuk
peraturan perundang-undangan
3.
Pengadilan Pajak
UU No. 14 Tahun 2002 juga memberikan pengertian
mengenai pajak dalam pasal 1 angka 2 yaitu sebagai berikut : “pajak adalah
semua jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, termasuk bea masuk dan
cukai , dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku”. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa tidak ada sengketa pajak yang dapat diselesaikan di luar pengadilan
pajak. Jadi semua subjek penyelesaiannya di pengadilan pajak.
Ada
juga faktor pengkhususan dari pengadilan pajak antara lain :
·
Pengadilak pajak
berkedudukan di ibukota negara
·
Pembinaan teknis
peradilan dilakukan oleh makhamah agung, sedangkan pembinaan organisasi,
adminitrasi, dan keuangan dilakukan oleh departemen keuangan
·
Proses
penyelesaian sengketa pajak melalui pengadilan pajak dalam acara pemeriksaannya
hanya mewajibkan tergugat, sedangkan permohonan banding dapat menghadiri
persidangan atas kehendaknya sendiri.
·
Proses seleksi
penerimaan hakim dilaksanakan oleh depertemen keuangan dengan melibatkan
mahkamah agung
·
Pengadilan pajak
selain menjadi pengadilan integral dari kekuasaan kehakian juga merupakan bagian
integral dari proses penerimaan negara yang bermuara di APBN
·
Pengadilan pajak
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memriksa dan memutus
sengketa pajak.
·
Putusan
pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap
Pengadilan pajak bersifat khusus dalam acara
penyelenggaraan persidangan sengketa perpajakan :
·
Sidang
dilaksanakan tertutup akan tetapi dalam pembacaan keputusan dilaksanakan secara
terbuka untuk umum
·
Sengketa yang di
proses dalam pengadilan pajak khusus menyangkut snegketa perpajakan
·
Putusan
pengadilan pajak memuat penetapan besarnya pajak terutang dari wajib pajak,
berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga wajib pajak dapat mengetahui
secara langsung besarnya pajak yang dikenakan padanya.
Pengadilan pajak merupakan
pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memriksa dan memutuskan sengketa
pajak (pasal 33 UU No. 14 Tahun 2002). Sehingga putusan pajak tidak dapat di
ajukan kasasi kepada Makhamah Agung, kecuali hanya wewenang untuk memeriksa
peninjauan kembali (PK), sebagaimana diatur dlam pasal 89 UU No. 14 Tahun 2002.
Permohnan peninjauan kembali dapat diajukan dengan alasan :
·
Apabila putusan
pengadilan pajak didasarkan pada suatu kebohongan pihak lawan yang diketahui
setelah perkara diputus atau didasrkan pada bukti-bukti yang kemuadian oleh
hakim pidana dinyatakan palsu
·
Apabila terdapat
bukti tertulis baru yang penting yang bersifat menentukan, dan apabila
diketahui pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan mneghasilakan putusan
yang berbeda
·
Apabila telah
dikabulakan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada apa yang
dituntut
·
Apabila mnegenai
suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
·
Apabila terdapat
suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengadilan
Anak
a.
Pengertian
Pengadilan Anak
adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara anak. Batas umur anak yang dapat diajukan ke Pengadilan
Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Pengadilan Anak merupakan salah
satu pengadilan khusus pengyang berada di lingkungan pengadilan umum yang
disahkan pada tahun 2012 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
Indonesia yang berada di peringkat empat negara berpenduduk
terbesar di dunia (setelah Cina, India dan Amerika), tentu tidak terlepas dari
maraknya permasalahan demografi atau kependudukan, diantaranya adalah masalah
sosial kenakalan anak yang cukup krusial di negeri ini. Kenakalan anak terjadi
bukan sekedar perilaku menyimpang yang berasal dari faktor internal,
tetapi juga seiring dengan faktor eksternal, yaitu akibat derasnya arus pasar
bebas dan globalisasi informasi, teknologi dan komunikasi (informatika) yang
potensial melunturkan kultur sebuah bangsa. Termasuk pergaulan anak dan remaja
yang kini mulai terasing dengan budayanya sendiri, karena tergusur dan
mulai rapuh mempertahankan identitas jati dirinya. Itu semua juga tidak lepas
sebagai akibat dari dampak negatif pembangunan yang cenderung bersifat materiil
ketimbang moral dan identitas jati diri suatu bangsa.
Seiring dengan perkembangan zaman dan konsep keadilan restoratif (Restorative
Justice), praktek sistem peradilan pidana anak yang telah diterapkan selama
ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, kerap diwarnai dengan sejumlah kritik atas beberapa kelemahan
dan disfungsi normatif yang rawan mencederai hak anak. Oleh sebab itu sudah
selayaknya Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 tersebut
direformasi, sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA) yang telah diundangkan (pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5332) tanggal 30 Juli 2012 dan mulai berlaku setelah 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Lahirnya UU-SPPA ini diharapkan
dapat mengisi ruang keadilan sebagaimana konsep keadilan restoratif (Restorative
Justice), sehingga keadaan anak tetap bermartabat sebagaimana hak asasinya.
b.
Batas Usia Penahanan Anak dan
Pertanggungjawaban Pidana Anak yang
Dapat Diajukan
ke Sidang Anak.
Mengenai batas
usia minimal dan maksimal anak dalam pertanggung jawaban pidana memang
berbeda-beda di antara banyak Negara. Perbedaan batas usia minimal dan maksimal
pertanggungjawaban pidana tidak hanya berdampak terhadap perbedaan penanganan
dari sistem peradilan pidana anak, tetapi juga berhubungan dengan
organisasi-organisasi dan institusi-institusi seperti pekerja sosial dan
pelayanan anak. Tidak hanya itu saja, perbedaan batas usia minimal dan maksimal
pertanggungjawaban pidana berkaitan erat dengan kebudayaan masyarakat,
pengharapan terhadap anak, keluarga dan peranan Negara.
Dalam konteks Indonesia tidak dapat
dipungkiri bahwa agen sosialisasi yang berperan dalam menyampaikan nilai-nilai
positif pada anak-anak belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Keterbatasan
pendidikan orang tua, faktor ekonomi, latar belakang sosial berperan secara
signifikan dalam keterlibatan anak pada perilaku delinquency[1]. Dalam
kondisi kesejahteraan anak yang sangat minim batas usia 8 tahun bagi anak untuk
bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan adalah tuntutan yang
berlebihan. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa keterlibatan anak dalam
sistem peradilan akan membawa dampak buruk bagi anak-anak. Oleh karena itu UU
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak idealnya harus lebih mengutamakan
kepentingan anak, dengan dilakukannya amandemen mengenai batas usia minimum
yang lebih matang dalam pertanggungjawaban pidana. Sehingga konsekuensinya,
bila ada anak-anak yang berada di bawah usia itu diduga melanggar hukum, maka
mereka harus dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar hukum, maka
mereka harus dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar undang-undang
hukum pidana, sehingga tidak dapat dibawa ke proses peradilan[2].
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut
maka batas usia penahanan dan pertanggung jawaban pidana telah dilakukan
perbaikan yang bersifat pematangan dalam UU-SPPA, sebagaimana tertuang dalam
Pasal 20, 21 ayat (1) dan 32 ayat (2) UU-SPPA:
Pasal 20
Dalam hal tindak pidana dilakukan
oleh anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang
pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan
belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap
diajukan ke sidang anak.
Pasal 21
Dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun
melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
a.
menyerahkannya kembali kepada orang
tua/Wali; atau
b.
mengikutsertakannya dalam program
pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di
instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat
maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 32
Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam
hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa anak
tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti,
dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
Penahanan
terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. Anak telah
berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan
b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman
pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
c.
Acara Persidangan Anak
1. Persidangan
dilakukan secara tertutup
2.
Hakim, penuntut umum dan penasehat
hukum terdakwa tidak menggunakan toga
3.
Sebelum sidang dibuka, Hakim
memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil
Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) mengenai anak yang bersangkutan
4.
Selama dalam persidangan, Terdakwa
wajib didampingi oleh orang tua atau wali atau orang tua asuh, penasihat hukum
dan pembimbing kemasya¬rakatan
5.
Pada waktu memeriksa saksi, Hakim
dapat memerintahkan agar Terdakwa dibawa keluar ruang sidang, akan tetapi orang
tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan
tetap hadir;
6.
Dalam persidangan, terdakwa anak dan
saksi korban anak dapat juga didampingi oleh Petugas Pendamping atas izin Hakim
atau Majelis Hakim
7.
Putusan wajib diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum
Mengenai kehakiman Hakim yang mengadili
perkara anak, adalah hakim yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negri yang bersangkutan melalui Ketua
Pengadilan tinngi. Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara anak adalah Hakim
Tunggal, namun dalam hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk Hakim
Majlis apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang
bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya.
5.
Pengadilan niaga
Salah satu soal penting setelah
penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai
pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Dalam hal ini seseorang yang
merasa sudah tidak mampu lagi membayar hutang yang telah ia pinjam dan untuk
menyelesaikannya adalah dengan mengajukannya pengadilan niaga yang nantinya
akan menyatakan seseorang itu pailit jika tak mampu lagi membayar dan akan
mencari jalan keluar dari masalah kepailitan tersebut. Pengadilan Niaga yang
pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan
Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18 Agustus 1998, didirikan Pengadilan Niaga di
Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Pengadilan Niaga sangat diperlukan
untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat; juga menyelesaikan
aneka masalah kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi utang, actio
pauliana, dan lain sebagainya. Di sinilah kadang terjadi persimpangan dengan
kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam hal pemeriksaan perkara,
teruama perkara-perkara yang bersifat perdata. Melalui UUK, kewenangan mutlak
(kompetensi absolut) Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit
dialihkan ke Pengadilan Niaga[3].
Dasar pertimbangan dibentuknya Pengadilan Niaga adalah karena
pengaruh gejolak moneter yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia
sendiri sejak bulan Juli 1997 yang mengakibatkan masyarakat banyak yang
kesulitan dalam hal ekonomi, termasuk mengenai penyelesaian masalah utang yang hams
dilakukan secara cepat dan efektif Selain itu, hal yang menjadi alasan mengapa
Pengadilan Niaga perlu dibentuk adalah keadaan ekonomi Indonesia saat itu yang
diperkirakan mengalami lonjakan besar yang memunculkan banyaknya kasus
kepailitan. Pengadilan niaga ini mewujudkan aturan main yang menjaga
kepentingan pihak-pihak yang berpiutang dan yang memiliki utang secara seimbang
dan adil, adanya mekanisme penyelesaian yang cepat dan transparan serta
implementasi yang efektif. Dalam dunia usaha sangat mengharap Pengadilan Niaga
mampu menyelesaikan perkara yang masuk secara cepat, transparan, dan adil.
Dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 menambah satu bab baru yaitu Bab Ketiga mengenai Pengadilan Niaga.
Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah
kepailitan secara cepat dan efektif. Pengadilan Niaga merupakan diferensiasi
atas peradilan umum yang dimungkinkan pembentukanya berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kekuasaan kehakiman[4].
Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 yang merupakan pembaharuan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tidak
mengatur Pengadilan Niaga pada bab tersendiri, akan tetapi masuk pada Bab V
tentang Ketentuan Lain-lain mulai dari Pasal 299 sampai dengan Pasal 303.
Demikian juga dalam penyebutannya pada setiap pasal cukup dengan menyebutkan
kata “Pengadilan” tanpa ada kata “Niaga” karena merujuk pada Bab I tentang
Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam
Lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Niaga Mengenai tugas dan wewenang
Pengadilan Niaga ini pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 diatur dalam Pasal
280, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 diatur pada Pasal 300.
Pengadilan Niaga merupakan lembaga peradilan yang berada di bawah lingkungan
Peradilan Umum yang mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Memeriksa
dan memutuskan permohonan pernyataan pailit;Memeriksa dan
2.
Memutus permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
3.
Memeriksa perkara lain di
bidang perniagaan yang penetapannya ditetapkan dengan undang-undang, misalnya
sengketa di bidang HaKI.
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 juga mengatur tentang
kewenangan Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan perjanjian yang mengadung
klausula arbitrase. Dalam Pasal 303 ditentukan bahwa Pengadilan tetap berwenang
memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari pihak yang
terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi
dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) tentang syarat-syarat kepailitan[5]. Ketentuan pasal tersebut dimaksudkan untuk memberi
penegasan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan
permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang
piutang yang mereka buat memuat klausula arbitrase. Jadi disini jelas bahwa
fungsi dan peran pengadilan Niaga adalah adalah memutus persengketaan tentang
masalah Kepailitan dan HaKI yang diajukan masyarakat kepada Pengadilan Niaga.
6. Pengadilan industrial
a.
Pengertian
Pengadilan industrial adalah pengadilan khusus yang di bentuk di
lingkungan pengadilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi
putusan terhadap perselisihan hubungan industrial[6].
Peradilan hubungan industrial pada dasarnya proses beracara
perdata pada lingkup pengadilan umum. Dalam uu No. 2/2004 Pasal 57 uu 2/2004
menyatakan bahwa hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial
adalah kukum acara perdata yang berllaku pada pengadilan yang berlaku pada
lingkup peradilan umum, kecuali yang di atur dalam peradilan khusus dalam
undang-undang ini. Dari bunyi pasal tersebut dapat di simpulkan bahwa uu No.
2/2004 merupakan lex special di banding HIR, RBG. Adapun yang menjadi pihak PHI
yakni buruh/pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha yang dapat bertindak
sebagai kuasa hukum untuk beracara di pengadilan hubungan industrial untuk
mewakilinanggotanya.
Bentuk gugatan yang di ajukan ke PHI sama dengan bentuk gugatan
ketika kita akan mengajukan gugatan perdata ke PN. Hanya saja dalam mengajukan
gugatan ke PHI maka harus di lampirkan pula risalah penyelesaian melalui
mediasi atau komsiliasi.
Mengenai kewenangan pengadilan yang pertama kali harus kita
ketahui bahwa PHI tidak terdapat di semua pengadilan negeri di seluruh indonesia.
Pengadilan ini hanya terdapat pada ibikota provinsi dengan cakupan kerja pada
wilayah provinsi tersebut. Kedua mengenai tujuan gugatan. Jika di hukum pidana
berlaku prinsip ‘pempat kejadian perkara’, maka dalam PHI pengadilan yang
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan ialah kepada pengadilan yang
berwenang pada pengadilan negri daerah hukumnya meliputi tempat kerja, burup
bekerja.
Kekuasaan
kehakima di indonesia. Untuk mengetahui kedudukan Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) dalam susunan badan peradilan di Indonesia, maka terlebih
dahulu harus diketahui badan-badan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Di dalam
Konstitusi kita pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur badan-badan
kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan oleh (dua) lembaga, yaitu Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung mengawal undang-undang dan peraturan
perundang-undangan dibawahnya, sedangkan Mahkamah Konstitusi mengawal Undang-
Undang Dasar 1945. Semua jenis konflik, pertentangan, pelanggaran norma yang terdapat di dalam
undang-undang dan peraturan perundang-undangan dibawahnya diadili dan diputus
oleh pengadilan dalamlingkungan Mahkamah Agung.
Selanjutnya
ketentuan tentang badan-badan kehakiman yang telah dituangkan didalam
konstitusi kita UUD 1945, kemudian diatur lebih lanjut dengan undang-undang
tentang kehakiman yang terakhir, yaitu Undang-Undang Nomor 48 Tahun2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Mahkamah Agung membawahi 4 lingkungan peradilan di
antaranya:
1.
Peradilan
Umum Peradilan Umum adalah pengadilan bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya, baik perkara perdata maupun perkara pidana. Kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi, yang selanjutnya berpuncak pada Mahkamah Agung ( UU No. 2 Tahun 1986
diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004 diubah yang kedua kalidengan UU No. 49 Tahun
2009.
2.
Peradilan
Agama Peradilan Agama adalah salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan
kehakiman yang berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat,
hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah. Kekuasaan kehakiman
di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama, yang selanjutnya berpuncak pada Mahkamah Agung (UU No. 7 Tahun
1989 diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama diubah yang kedua
kali dengan UU No.50 Tahun 2009).
3.
Peradilan
Militer Peradilan Militer adalah salah satu badan peradilam pelaku kekuasaan
kehakiman yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana militer. Peradilan Militer dilaksanakan oleh Pengadilan Militer,
Pengadilan Militer Pertempuran, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer
Utama, yang selanjutnya berpuncak pada Mahkamah Agung (UU No. 31 Tahun 1997
tentang PeradilanMiliter).
4.
Peradilan
Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu badan peradilan
pelaku kekuasaan kehakiman yang berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT
TUN), yang selanjutnya berpuncak pada Mahkamah Agung (UU No. 5 Tahun 1986 yang
telah diubah dengan UU No.9 Tahun 2004 diubah yang kedua kali dengan UU No.
51Tahun 2009)
b.
Kedudukan
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Dalam Susunan Badan Badan Peradilan
Masalah perselisihan hubungan industrial yang terjadi semakin
kompleks, maka dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan peradilan yang bebas dari
intervensi pihak mana pun dibutuhkan suatu pengadilan yang khusus untuk
menanganani, memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hubungan
industrial. Maka dari itu, pada tahun 2004 telah dibentuk Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI), yang
dengan undang-undang tersebut dibentuklah pengadilan khusus yang diberi nama
Pengadilan Hubungan Industrial. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) merupakan
pengadilan khusus yang berbeda pada lingkungan peradilan umum (Pasal 55 UUPPHI)[7]. Pengadilan Hubungan
Industrial tersebut. Dibentuk di
lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus
terhadap perselisihan hubungan industrial. Jadi, meskipun Pengadilan Hubungan
Industrial adalah badan peradilan yang berwenang khusus mengadili perkara
hubungan industrial, namun posisinya berada di lingkungan peradilan umum, yakni
Pengadilan Negeri dan berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Hubungan
Industrial dibentuk pada Pengadilan Negeri di
setiapIbukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang
bersangkutan. Sampai saat ini ada 33 PHI yang telah diresmikan di seluruh
Indonesia. Di Kabupaten/Kota yang pada industri nantinya akan dibentuk PHI.
c.
Susunan
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
Susunan PHI pada Pengadilan Negeri terdiri
atas:1. Hakim2. Hakim Ad Hoc 3. Panitera Muda 4. Panitera Pengganti
Sedangkan susunan PHI pada Mahkamah Agung terdiri atas 1. Hakim Agung 2. Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung
3. Panitera Di samping adanya Hakim dalam PHI, proses pemeriksaan perkara juga
membutuhkan petugas yang mengurusi masalah administrasi. Mulai dari
administrasi pendaftaran perkara, pemanggilan para pihak, persidangan, putusan,
penyampaian putusan sampai dengan
eksekusi. Tugas-tugas ini dilaksanakan oleh Panitera dan Juru Sita Pengadilan.
Tugas-tugas kejurusitaan yang dalam UUPPHI dilaksanakan oleh Panitera
Pengganti, harus diartikan dilaksanakan oleh Juru Sita atau Juru Sita Pengganti
Pengadilan Negeri yaitu ditugaskan oleh PHI dengan Surat Keputusan Khusus.
d.
Hukum
acara pada hukum peradilan industrial
Hukum Acara yang berlaku pada PHI adalah hukum acara perdata yang
berlaku pada lingkungan peradilan umum, kecuali diatur secara khusus dalam
UUPPHI (Pasal 57 UUPPHI). Dengan ketentuan tersebut berarti bahwa para pihak
yang akan menuntut keadilan pada PHI harus berpedoman pada hukum acara perdata
pada peradilan umum, hanya sedikit yang diatur secara khusus dalam UUPPHI.
Hal ini akan memberikan
kesulitan tersendiri bagi para buruh/pekerja yang akan menuntut keadilan,
karena harus membuat surat gugatan yang tidak mudah, dan lagi harus berhadapan
di persidangan melawan pengusaha yang jelas mampu untuk membayar advokat.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hukum acara yang berlaku pada PHI adalah
hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan umum, kecuali diatur secara
khusus. Ketentuan normatif hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia sampai
dengan saat ini, sumber hukumnya masih bertebaran di berbagai peraturan perundang-undangan[8]. Oleh karena itu, untuk
dapat beracara di PHI dapat digunakan sumber hukum acara sebagai berikut>
Peraturan Umum:
1.
HIR
(Herziene Indonesisch Rglement), yaitu hukum acara perdata yang berlaku
untuk daerah Jawa dan Madura;
2.
RBg
(Rechtsreglement Buitengewesten), yaitu hukum acara perdata yang berlaku
untuk daerah di luar Jawa dan Madura;
3.
BW (Burgerlikje Wetboek voor Indonesia)
atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya tentang Pembuktian
4.
Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
5.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum yang diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004 kemudian diubah untuk
kedua kali dengan UU No. 49 Tahun 2009;
6.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang diubah dengan UU No. 5 Tahun
2004, kemudian diubah untuk kedua kali dengan UU No. 3 Tahun 2009;
7.
Yurisprudensi
Peraturan Khusus:
8.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tantang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI) Seluruh peraturan
perundang-undangan di atas akan saling mengisi untuk digunakan sebagai pedoman
perkara di PHI.
Hanya beberapa saja yang
diatur secara khusus dalam UUPPHI, antara lain tenggang waktu penyelesaian yang
dibatasi, biaya perkara yang gratis (disubsidi negara), adanya Hakim Ad Hoc.
Selain yang ditentukan dalam UUPPHI tersebut, para pihak harus berpedoman pada
hukum acara yang berlaku pada peradilan umum tersebut di atas (angka 1-7)
e.
Penyelesaian
Perselisihan di Luar Pengadilan
Perselisihan hukum yang bersifat individual atau kolektif
dapat diselesaikan oleh pengadilan dan di luar pengadilan tetapi perselisihan
kepentingan yang sifatnya individual maupun kolektif hanya dapat diselesaikan
diluar pengadilan karena tidak mempunyailandasan hukum. Sistem penyelesaian
perselisihan diluar pengadilan dapat dibedakan antara penyelesaian perselisihan
dengan mengikutsertakan pihak ketiga dan penyelesaian perselisihan tanpa campur tangan pihak ketiga.
Mengenai penyelesaian
perselisihan perburuhan diluar pengadilan terdapat berbagai cara yang terdiri
atas penyelesaian tanpa mengikusertakan pihak ketiga yaitu melalui perdamaian yang dalam KUHPerdata disebut
perdamaian. Sekarang ini dalamperkembangannya, perdamaian itu disebut sebagai
perjanjian untuk menetapkan sesuatu yangdapat mengakhiri perselisihan atau menetapkan
hal lain. Pengakhiran perselisihan dapatdilakukan dengan cara mengadakan
perjanjian yang membebaskan masing-masing dari pihak kewajibannya yaitu yang
disebut sebagai perjanjian liberator atau dapat juga diadakan dengan perjanjian
baru dengan menentukan kewajiban
dan hak baru, perjanjian mana disebut
perjanjian obligasi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah
pengadilan yang khusus menangani khusus kasus korupsi, yang bertugas dan
berwenang meriksa dan memutuskan tindak pindana korupsi yang penuntutannya
diajukan oleh komisi pemberantas korupsi. Pengadilan ini dibentuk berdasarkan
pasal 53 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 (dasar hukum)tentang komisis
pemberantasan tindak pidana korupsi. Pengadilan tindak pidana korupsiterdapat pada pengadilan negri,
pengadilan tinggi , dan makhamah Agung . pengadilan tindak pidana korupsi
berkedudukan di setiap ibu kota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi
daerah hukum pengadilan negri yang bersangkutan
Pengadilan HAM
indonesia dibentuk berdasarkan UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak
Asasi Manusia. Pengadilan ini merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan pengadilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota.
Pengadilan pajak
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memriksa dan memutuskan
sengketa pajak (pasal 33 UU No. 14 Tahun 2002). Sehingga putusan pajak tidak
dapat di ajukan kasasi kepada Makhamah Agung, kecuali hanya wewenang untuk
memeriksa peninjauan kembali (PK), sebagaimana diatur dlam pasal 89 UU No. 14
Tahun 2002
Pengadilan Anak
merupakan salah satu pengadilan khusus pengyang berada di lingkungan pengadilan
umum yang disahkan pada tahun 2012 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pengadilan Anak adalah pengadilan yang
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak.
Dasar
pertimbangan dibentuknya Pengadilan Niaga adalah karena pengaruh gejolak moneter
yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia sendiri sejak bulan Juli
1997 yang mengakibatkan masyarakat banyak yang kesulitan dalam hal ekonomi,
termasuk mengenai penyelesaian masalah utang yang hams dilakukan secara cepat
dan efektif. Selanjutnya berdasarkan Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18 Agustus
1998, didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang.
Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga
secara cepat; juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah
pembuktian, verifikasi utang, actio pauliana, dan lain sebagainya.
Peradilan
hubungan industrial pada dasarnya proses beracara perdata pada lingkup
pengadilan umum. Dalam uu No. 2/2004 Pasal 57 uu 2/2004 menyatakan bahwa hukum
acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah kukum acara
perdata yang berllaku pada pengadilan yang berlaku pada lingkup peradilan umum,
kecuali yang di atur dalam peradilan khusus dalam undang-undang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ferantiknowledge.blogspot.co.id/2015/05/peradilan-hubungan-industrial.html. Di akses pada tanggal 15-09-2015. Pukul: 19.20
http://peradilananak.blogspot.co.id/2013/05/artikel-peradilan-anak.html. Pada tanggal 15-90-2015. Pukul: 18.45
http://www.pusatmakalah.com/2014/12/makalah-penyelesaian-perselisihan.html. Di akses pada tanggal 15-09-2015. Pukul: 20.00
http://rendy-dw.blog.com/2008/05/16/peradilan-anak-di-indonesia/.
Di akses pada tanggal 15-09-2015. Pukul: 18.00
[1]. http://rendy-dw.blog.com/2008/05/16/peradilan-anak-di-indonesia.
Pada tanggal 15-09-2015. Pukul:18.00
[2] http://peradilananak.blogspot.co.id/2013/05/artikel-peradilan-anak.html. Pada tanggal 15-90-2015. Pukul: 18.45
[4] ibid
[5] ibid
[6] http://ferantiknowledge.blogspot.co.id/2015/05/peradilan-hubungan-industrial.html. Di akses pada tanggal 15-09-2015. Pukul: 19.20
[7] ibid
[8] http://www.pusatmakalah.com/2014/12/makalah-penyelesaian-perselisihan.html. Di akses pada tanggal 15-09-2015. Pukul: 20.00