PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sebagaimana
halnya dengan sumber hukum pada umunya, Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan
mempunyai sumber yang tidak jauh berbeda. Namun demikian khusus dalam membicarakan
masalah sumber hukum perburuhan ini perlu digaris bawahi adanya sumber hukum
yang datangnya dari subjek perburuhan dan ketenagakerjaan yakni antara buruh
dan majikan serta badan yang bersangkutan dengan masalah perburuhan itu
sendiri.
Adapun yang dimaksud
dengan sumber hukum adalah “segala apa saja yang dapat menimbulkan pertauran
yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatka sanksi yang tegas dan nyata”.
Selanjutnya
sumber hukum perburuhan yang dimaksud disini adalah tempat ditemukannya
aturan-aturan masalah perburuhan. Yang akan dibahas lebih jauh dalam Bab II.
2.
Rumusan
Masalah
A.
Bagaimana
Sejarah Sumber Hukum Perburuhan?
B.
Apa saja yang
menjadi Sumber Hukum Perburuhan ?
C.
Apa saja yang
menjadi Sumber Hukum Kerja
3.
Tujuan
A.
Memahami sejarah
sunber Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan
B.
Mengetahui
sumber hukum dari hukum perburuhan
C.
Mengetahui
sumber hukum dari hukum kerja
PEMBAHASAN
A. Sejarah Sumber Hukum Perburuhan
Dalam teori
Hukum perburuhan Pada dasarnya sumber Hukum Perburuhan dibagi dalam dua
kategori yakni sumber Hukum Otonom dan sumber Hukum Tererotonom hal ini
dikarenakan sejarah hukum perburuhan yang mengakibatkan perubahan dan
pergerseran status hukum perburuhan dari cabang ilmu hukum. Dalam sejarahnya
hukum perburuhan dibagi dalam tiga periodisasi, yakni :
- Periode Hukum Perburuhan Kuno
Pada periode ini
merupakan periode awal dimana hukum perburuhan mulai diakui. Penggambaran pada
periode ini adalah hukum perburuhan bersifat privat yang ada hanya hubungan
antara majikan dan buruh, perjanjian yang ada hanya diantara majikan dan buruh
saja tanpa ada campur tangan dari pemerintah, pada masa ini posisi buruh adalah
sebagai orang yang bersifat lemah yanki menjadi sebuah objek hukum, bukan sebagai
subjek Hukum. Dengan kata lain buruh hanyalah menjadi benda atau modal hidup.
Hubungan kerja
pada periode ini sangat bersifat privat, mengenai peraturan yang dibuat hanya
melibatkan antara majikan dan buruh dan tidak ada campur tangan dari pihak
lain. Sehingga terjadilah praktek hubungan kerja yang bersifat individual yakni
didominasi oleh majikan sebagai orang yang memiliki segalanya baik modal maupun
kekuasaan.
Sehingga buruh
diposisikan sebagai orang yang bersifat lemah dan terjadilah perbudakan semu
yang mengatasnamakan hubungan kerja.
Pada periode ini
pemerintah hanya menjadi penjaga malam artinya pemerintah tidak ikut campur
tangan dalam hal perburuhan, pemerintah tidak memikirkan keharmonisan antara
majikan dan buruh yang mereka tahu hanya ada perjanjian kerja yang tidak
menganggu ketertiban publik. Tidak menjadi persoalan bahwa hubungan kerja
antara majikan dan buruh itu menguntungkan atau merugikan salah satu pihak.
- Periode Hukum Perburuhan Modern
Pada periode ini
diawali dengan munculnya revolusi indutri di Inggris. Dengan adanya revolusi
industri menjadikan semakin banyak menyerap tenaga kerja dan hanya berfokus di
daerah perkotaan. Semakin banyaknya tenaga kerja sehingga mereka memiliki
kesolid an yaitu memiliki nasib dan cita-cita yang sama, dan mereka berasal
dari latar belakang yang berbeda dengan jumlah yang begitu banyak, dengan
adanya hal ini tidak mungkin ketentuan
kerja di tetukan oleh pihak hubungan kerja yakni antara majikan dan buruh. Jika pembuatan ketentuan diserahkan kepada
pihak terkait maka akan menimbulkan banyak persoalan yang diantaranya adalah
akan semakin memperkuat maisng-masing pihak. Seemakin banyaknya persoalan amaka
akan menjadi konflik besar yang harus ada penengah dari pihak terkait yakni
Pemerintah.
Dengan adanya hal
diatas mengakibatkan pada periode ini ditandai dengan adanya campur tangan
pemerintah, akan tetapi masih bersifat pasif yakni pemerintah sudah memebuat
peraturan terkait hubungan kerja, akan tetapi dalam kenyataannya masih saja
diserahkan kepada pihak terkait, dengan demikian peran dalam pelakasaannya
masih saja ada buruh dan majikan.
Dengan demikian
terdapat dua sumber hukum perburuhan yakni sumber hukum perburuhan yang berasal
dari pemerintah yang mengatur seluruh hubungan kerja yang sering dikenal dengan
hukum perburuhan heteronom dan hukum perburuhan yang berasal dari pihak terkait
melalui perjanjian kerja yang sering disebut sumber Hukum perburuhan otonom.
- Periode Hukum Perburuhan Idealistik
Periode ini
merupakan dampak dari perubahan filosofi pembentukan negara yang pada awalnya
Negara dibentuk dalam rangka menjaga ketertiban umum dan stabilitas keamanan
(penjaga malam) bergeser dengan sebuah filosofi bahwa negara dibentuk dalam
rangka mensejahterakan rakyat (welfare state).
Dengan adanya
filosofis bahwa fungsi negara adalah mensejahterkan rakyatnya, maka pemerintah
menjadi ebih antusisa untuk membuat hukum perburuhan sekaligus melaksanakan
peraturan tersebut. Pada periode ini hukum perburuhan menjadi cabang ilmu hukum
yang berdiri sendiri. Periode ini hukum perburuhan memiliki karakter yang khas
yaitu bersumber dari ketentuan pemerintah (hukum perburuhan heteronom) dan yang
dibuat oleh pelaku hubungan kerja (hukum perburuhan otonom).
Dari Ketiga
periodesasi sejarah hukum perburuhan diatas telah memunculkan dua jenis hukum
perburuhan yaitu pertama hukum perburuhan otonom yang dibuat oleh buruh dan
majikan yang biasanya berbentuk perjanjian, kedua hukum heteronom yang
dibuat langsung oleh pemerintah yang berbentuk peraturan perundang-undangan perburuhan
baik yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai aturan
lainnya.
Indonesia adalah
negara hukum yang menganut sistem hukum kontinental, oleh sebab itu, segala
sesuatu harus didasarkan pada hukum tertulis. Sumber hukum ketenaga kerjaan saat
ini sampai tahun 2011 terdiri dari peraturan perundang-undangan dan diluar
peraturan perundang-undangan. Yang selanjutnya akan dibahas sebagai berikut
B. Sumber-Sumber Hukum Perburuan
1) UNDANG-UNDANG
Undang-undang
merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan persetujuan DPR (pasal 5
ayat (1) jo pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan tata
urutan perundang-undangan negara kita., yang mempunyai kedudukan yang sama
dengan Undang-Undang adalah peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU) yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kepentingan yang sangat
memaksa. PERPU tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan
berikutnya. Berdasarkan pertimbangan untuk mencegah adanya kekosongan hukum,
negara Indonesia mengakui masih berlakunya peraturan-peraturan terdahulu.
Peraturan-peraturan
yang termuat dalam Undang-undang di Zaman Hindia-Belanda yang berkaitan dengan
hukum perburuhan pada waktu itu adalah :
a. Wet
sama dengan Undang-Undang, dibuat oleh Raja bersama-sama dengan Parlemen di
Nederland. Mislanya BW dan WVK
dalam
kedua kitab undang-undang tersebut terdapat berbagai ketentuan mengenai
perburuhan, dalam KUH, Perdata. Misalnya :
o
Bagian kesatu
tentang ketentuan umum, pasal 1601a-1601c
o
Bagian kedua
tentang persetujuan buruh umum, pasal 1601d-1601x
o
Bagian ketiga
tentang wajib majikan, pasal 1602-1602z
o
Bagian keempat
tentang kewajiban Buruh, pasal 1603-1603d
o
Bagian kelima
tentang macam-macam cara berakhirnya perhubungan kerja yang diterbitkan dari
persetujuan, pasal 1603e-1602z
o
Bagian keenam
tentang pemborongan pekerjaan, pasal 1604-1617. Sedangkan Kitab Undnag-Undnag
Hukum Dagang (KUHD) dimuat dalam bab ke empat tentang perjanjian kerja laut
yakni bagian bagian kesatu tentang perjanjian laut pada umumnya, pasal 359 samapi
dengan pasal 426d dan bagian kedua tentang pekerjaan di kapal pasal 527 sampai
dengan pasal 452g.
b. Aglemeen
Maatregal van Bestuur, ditetapkan oleh Pemerintah Belanda sebagai pelaksana
dari Wet, mislanya Aglemeen Maatregal van Bestuur 17-1-1938 (Stb. 1938 Nomor
98) tentang peraturan perburuhan di perusahaan perkebunan
c. Ordonantie-
Ordonantie, peraturan ini ada dua macam, pertama ditetapkan oleh Gubernur
Jenderal dengan atau tidak mendapat persetujuan Read Van Indie dan kedua sejak
tanggal 1 Januari 1926 ditetapakn oleh Gubernur Jendral dengan persetujuan
Volksraad, misalnya Oronantie 17-9-1914 (Stb.1941 Nomor 396) tentang pemutusan
hubungan kerja bagi buruh bukan eropa.
2) PERATURAN
LAIN
Peraturan
lain yang dimaksud disini adalah peraturan-peraturan yang lebih rendah
kedudukannya dengan Undang-Undang. Peraturan tersebut adalah sebagi berikut :
a) Peraturan
Pemerintah, peraturan ini ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan lebih
lanjut ketentuan Undang-undang (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945).
Misalnya
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1950 tentang waktu Kerja dan Waktu Istirahat,
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang istirahat tahunan bagi
Buruh/pekerja, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1953 Tentang kewajiban
melaporkan Perusahaan, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 Tentang
Asuransi Sosisal Tenaga Kerja, peraturan pemerintah tanggal 7 September 1954
no. 49 tentang cara pembuatan dan mengatur perjanjian-perjanjian perburuhan
antara serikat buruh dan majikan. Sejajar keududukannya dengan peraturan
pemerintah ini adalah menteri yang mana oleh undang-undang di beri wewenang
untuk mengadakan peraturan pelaksanaannya[1].
Misal, peraturan mentri tenaga kerja no. 3 tahun 1989 pasal 2: pengusaha
dilarang mengadakan mengadakan pemutusan tenaga kerja (PHK) bagi pekerja wanita
karena menikah, hamil atau melahirkan baik dalam hubungan kerja untuk waktu
tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu[2].
Pada Zaman Pemerintahan Hindia Belanda yang kedududkannya setingkat dengan
peraturan Pemerintah adalah Regeerings Verodenig yang ditetapkan oleh Gubernur
Jenderal.
b) Keputusan
Presiden
Keputusan
Presiden, merupakan keputusan yang ditetapkan oleh Presiden yang berisi
keputusan Presiden bersifat Khusus atau mengatur hal tertentu saja. Misalnya,
Keputusan Presiden tentang pengangkatan ketua dan anggota penyelesaian
Perselisihan Perburuan yang di tetapkan berdasarkan undang-undang penyelesaian
perburuhan (undang-undang no.22 Tahun 1957), keputusan presiden no. 24 Tahun
1953 yang mana mengatur tentang peraturan hari libur, Misal, pada pasal 13 ayat
4 jika buruh meninggal dunia, kepada keluarganya dibayarkan upah berupa uang
untuk bulan yang berjalan dan bulan berikutnya. Pada zaman Pemerintahan Hindia
Belanda Keputusan Presiden ini disebut Regeringaluit.
c) Peraturan
dan Keputusan Instansi Lain
Dalam
bidang perburuhan suatu instansi atau pejabat tertentu diberi kekuasaan membuat
peraturan atau keputusan tertentu yang berlaku bagi umum. Misalnya menurut
pasal 4 Arbeidsrregeling-Nijver-heids-bdrijven (peraturan Perburuhan di
perusahaan Perindustrian)menetapkan bahwa Kepala Instansi Perburuhan berhak
mengadakan Peraturan tentang Pengurusan buku yang harus dikerjakan oleh pihak
Majikan.
3) KEBIASAAN
Kebiasaan
merupakan perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama,
bila suatu kebiasaan tertentu telah diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu
selalu berulang-ulang, sehingga tindakan yang selalu berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan demikian
timbulah suatu kebiasaan yang dipandang sebagai hukum.
Dalam
bidang Hukum Perburuhan kebiasaan ini sangat berkembang, hal ini disebabkan
karena :
1) Pembentukan
Undang-Undang dan Peraturan lain Di Bawah Undang-Undang tidak dapat dilakukan
secepat perkembangan masalah-masalah perburuhan yang harus diatur
2) Peraturan-Peraturan
dari zaman Hindia-Belanda dahulu sudah tidak lagi sesuai dengan rasa keadilan
Masyarakat.
Misalnya, mengenai perselisihan hak, menetapkan
pasal 116g bahwa penagihan mengenai perjanjian kerja dan perjanjian
perburuhan dengan tidak melihat jumlah
uang dan tidak melihat golongan warganegara dari pihak-pihak yang bersangkutan
pada tingkat pertama di adili oleh hakim residensi. Dengan dihapuskanya hakim
residensi, maka soal perselisian hak masuk wewenang pengadilan Negeri.
4) PUTUSAN
Peranan Putusan dari Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan (P4) baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah
sangat Penting. Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dalam menyelesaiakan
berbagai macam Perselisihan Perburuhan maupun putusan yang telah diambilnya
dapat dijadikan pedoman dalam penyelesaian masalah perburuhan berikutnya.
Khususnya mengenai Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D) yang bersifat mengikat oleh Pengadilan Negri yang
daerah Hukumnya meliputi tempat tinggalnya para pihak agar putusan tersebut
dapat dijalankan (Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957) sudah
dinyatakan sudah dapat dijalankan maka putusan itu dapat dilaksanakan menurut
aturan yang biasa untuk menjalankan suatu putusan Perdata.
5) PERJANJIAN
Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana pihak
yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan sesuatu hal,
akibatnya pihak-pihak yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian yang mereka
adakan itu. Dalam Kaitannya dengan maslah perburuhan in terdapat adanya
perjanjian yang dbuat oleh pihak atau subjek dari hukum perburuhan tersebut
yakni perjanjian perburuhan dan perjanjian kerja.
Perjajian perburuhan adalah perjanjian yang diadakan
oleh suatu atau beberapa serikat buruh yang telah terdaftar pada Departemen
Perburuhan (Departemen Tenaga Kerja) denan seorang atau beberapa majikan atau
perkumpulan majikan atau perkumpulan majikan yang berbeda hukum yang pada
umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat perburuhan yang harus
diperhatikan dalam perjanjian kerja.
6) TRAKTAT
Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih
disebut perjanjian antar negara atau perjanjian internasional atau Traktat.
Khusus dalam bidang ketenagakerjaan perjanjian dengan negara lain belum pernah
diadakan (kecuali dalam konferensi meja bundar tentang bantuan tenaga kerja
sipil) yang banyak kita jumpai adalah ketentuan Internasional hasil dari
Konferensi ILO yang dikenal dengan istilah “Convention”. Ketentuan-ketentuan
ini pun agar dapat mengikat harus diratifikasi terlebih dahulu oleh negara
peserta.
7) DOKTRIN/PENDAPAT
PARA AHLI
Pendapat pakar ilmu hukum, dapat dipergunakan
sebagai landasan untuk memecahkan masalahmasalah yang berkaitan langsung atau
tidak langsung dengan perburuhan.
Karena
inilah dapat di kualifikasi sebagai salah satu sumber hukum atau tempat
menemukan dasar penyelesaian masalah.
C. Sumber Hukum Kerja
Di
era tahun 2000an ada tiga peraturan perundang-undangan yang dapat dikategorikan
sebagai sumber hukum kerja, yaitu sebagai berikut[3]
:
a. Undang-undang
Nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja atau serikat buruh (lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Nomor 3889)
b. Undang-undang
nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. (lembar Negara Tahun 2003 Nomor
39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279). Undang-undang ketenegakerjaan ini
mencabut :
1) Ordonansi
tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk Melakukan pekerjaan di Luar Indonesia
(Stb. Tahun 1887 Nomor 8)
2) Ordonansi
taggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan kerja anak dan kerja malam
bagi wanita (Stb. Tahun 1925 Nomr 647)
3) Ordonansi
Tahun 1926 Pertauran mengenai Kerja Anak-anak dan orang Muda di Atas Kapal
(Stb. Tahun 1926 Nomor 87)
4) Ordonansi
tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur kegiatan Mencari Calon
Pekerja (Stb. Tahun 1936 Nomor 208)
5) Ordonansi
tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau dikerahkan dari Luar Indonesia
(Stb. Tahun 1939 Nomor 545)
6) Ordonansi
Nomor 9 Tahun 1949 tentang pembetasan kerja anak-anak (Stb. Tahun 1949 Nomor 8)
7) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernytaan Berlakunya Undnag-undnag kerja Tahun 1948
Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk seluruh indonesia (Lembaran Negara Tahun
1951 Nomor 2)
8) Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antar Serikat antara Buruh
dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor, tambahan, Lembaran Negara Nomor
598a)
9) Undnag-undang
Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penetapan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958
Nomor 8)
10) Undnag-undang
Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961
Nomor 207,Tambahan Lembaran Nomor 2270)
11) Undnag-undang
Nomor 7 Pnps Tahun 1963 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/penutupan (Lock Out)
di Perusahaan, Jawatan, dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor
67)
12) Undang-undnag
Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912)
13) Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor
73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702)
14) Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undnag-Undang Nomor
25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791).
15) Undnag-undang
Nomor 28 Tahun 2000 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
3 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang
Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4042)
c. Undnag-undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Undnag-undnag ini Mencabut :
1) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelsaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran
Negara Tahun 1957 Nomor 42, tambahan Lembaran Negara Nomor 1227)
2) Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Perusahaan Swasta
(Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, tambahan Lembaran Negara Nomor 2686)
d. Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
e. Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Penyelenggaraan
jaminan sosial kepada tenaga kerja merupak salah satu tanggung jawab dan
kewajiban negara untuk emebrikan jaminan sosial dan ekonomi kepada masyarakat
yang besarnya sesuai dengan kemampuan negara. Indonesia dan negara berkembang
lainnya mendanai ini berdasarkan funded sosial security yakni jaminan sosial
yang didanai oleh para peserta dan masih terbatas pada sektor formal saja.
Kiprah jamsostek
yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif tenaga kerja di Indonesia terus
berlanjut. Sampai saat ini PT jamsostek (persero) memberikan perlindungan empat
program, yang mencakup program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian
(JKM), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK)[4].
Selain
peraturan-peraturan di atas, ada lagi sumber hukum tertulis yang merupakan ciri
khas dari hukum kerja. Sumber hukum ini datangnya dari para pihak yang terikat
dalam hukum kerja, antara lain[5]:
a) Peraturan
perusahaan, adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan
b) Perjanjian
Kerja, adalah perjanjian antara pekerrja atau buruh dengan pengusaha atau
pemebri kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak
c) Perjanjian
keja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja atau serikat buruh yang tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
ebberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban kedua belah pihak.
Perbedaan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, dab
Perjanjian Kerja Bersama
No.
|
Perbedaan
|
Peraturan Perusahaan
|
Perjanjian Kerja
|
Perjanjian Kerja
Bersama
|
1
|
Pembuat
|
Pengusaha
|
Pekerja dan Pemberi
Kerja
|
Serikat pekerja dan pengusaha
|
2
|
Kesepakatan
|
Tidak diperlukan
|
Diperlukan
|
Diperlukan
|
3
|
Isi
|
Syarat-syarat kerja
dan tata tertib perusahaan
|
Syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak
|
Syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak
|
4
|
Pencatatan
|
Dicatatkan pada
Instansi Ketenagakerjaan (Sudinakertrans/ Disnakertrans/Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
|
Tidak diperlukan
|
Dicatatkan pada
Instansi Ketenagakerjaan (Sudinakertrans/ Disnakertrans/Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
|
5
|
Peranan buruh dalam
penentuan isi
|
Sekedar saran dan
pertimbangan
|
Tidak ada
|
Dilahirkan melalui
perundingan antara Serikat Buruh-Pengusaha
|
6
|
Dapat
diperselisihkan?
|
Tidak Dapat
|
Dapat
|
Dapat
|
Tentunya
perjanjian diatas tidak hanya menguntungkan bagi majikan saja akan tetapi buruh
atau pekerja juga harus diperhatikan karna dalambekerja pada pihak lain banyak
sekali kejadian yang tidak disangka, peraturan diatas mengatur segala kejadian,
yang dimaksud kejadian disini adalah berkaitan dengan masa penempatan (bekerja)
seseorang pada pihak lain. Selama seeorang bekerja pada orang lain, banyak hal
yang bisa saja terjadi, antara lain:
a. Yang
bersangkutan sakit
b. Hamil/bersalin
c. Kecelakaan
d. Menjaga
keselamatan dan kesehatan kerja
e. Cuti
f. Diputskan
hubungan kerjanya dan lain-lain kejadian yang perlu pengaturannya dalam suatu
peraturan perundang-undangan.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
Bab II diatas dapat diambil Kesimpulan bahwa sumber hukum perburuhan yang
dimaksud disini adalah tempat ditemukannya aturan-aturan masalah perburuhan, adapun
sejarah dari sumber hukum Perburuhan itu dibagi ke dalam tiga peride yakni
periode kuno, periode Modern dan Periode Idealis yang memebedakan dari
ketiganya adalah masalah campur tangan dari pemerintah pada periode kuno
pemerintah sama sekali tidak ikut campur tangan dan hanya antar majikan dan
buruh saj yang menentukan perjanjian , disini banyak masalah karna buruh
mendapat perlakuan yang tidak sewajarnya. Paada periode modern pemerintah sudah
ikut campur tangan akan tetapi campur tangan pemerintah masih bersifat semu
yakni peraturan tetap saja dibuat oleh majikan dan buruh, selanjutnya periode
idealis ini pemerintah sudah campur tangan secara penuh kini hak-hak buruh
sudah diatur dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah serta ada pengawasan
secara baik.
Mengenai sumber
Hukum perburuhan ini masih menggunkan undnag-undang Belanda selain itu juga ada
peraturan lain. Dengan berkembangnya Hukum Perburuhan dan ketenaga kerjaan maka
pada tahun 2000an munculan undang-undnag baru yang menghapuskan undnag-undnag
lama. Ada beberapa yang dihapus dan diganti dengan undang-undang atau peraturan
baru yang dirasa lebih lengkap sesuai dengan kondisi perburuhan saat ini.
B.
Saran
Setelah
membaca makalah ini di harapkan para pembaca bisa mengerti dan memahami hukum
perburuhan dengan mengetahui betul seluk beluk hokum perburuhan. Dan kami
harapkan kritik dan saran untuk pemakalah agar kami lebih bermutu dalam
penyajian makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asikin, Zainal... (et.al). Dasar-Dasar Hukum
Perburuhan, Ed. I, Cet. 3 , Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1997.
Asyhadie, Zaeni. Hukum Kerja : Hukum
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan kerja, Cet. 3, Jakarta : Rajawali
Pers, 2013.
Soepomo, Imam. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan
Kerja. Jakarta : Djambatan.1987
Wahyu Arif, dkk. Makalah Hukum Perburuhan
dalam
https://hbsuinmaliki2012.wordpress.com/2013/12/28/hukum
perburuhan
Dalam (Djumialdji, Perjanjian Kerja edisi revisi. (Jakarta : Sinar
grafika, 2006)
[2] http://mesin-teknik.blogspot.com/2010/11/sumber-hukum-perburuhan.html,
di akses pada tanggal 04-09-2016. Puluk :19:52
[3]
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Jakarta, Rajawali Pers : 2013) hlm. 3-5
[4] Wahyu
Arif, dkk. Makalah Hukum Perburuhan dalam https://hbsuinmaliki2012.wordpress.com/2013/12/28/hukum-perburuhan
Dalam (Djumialdji, Perjanjian Kerja edisi revisi. (Jakarta :
Sinar grafika, 2006). Hal 14)
[5] Zaeni
Asyhadie, Hukum Kerja (Jakarta, Rajawali Pers : 2013) hlm. 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar