Sabtu, 18 Maret 2017

KAIDAH FIQH MUAMALAH



MAKALAH
“Kaidah Mu’amalah”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Qowaidul Fiqhiyah

Dosen Pembimbing :

Ahmad Musonnif, M.H.I.



Disusun Oleh :
Kelompok  4
Hesti Handayani
Zaini Rohmah

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG 2015



KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Kaidah Fiqh Muamalah” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Qowaidul Fiqiyah pada semester III (tiga), serta dengan adanya tugas ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang akan dikaji.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1.    Ahmad Musonnif, M.H.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Qowaidul Fiqiyah yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini,
2.    Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan, serta
3.    Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
           

Tulungagung,    September 2015

                                               Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... .... i   
KATA PENGANTAR..................................................................................... .... ii  
DAFTAR  ISI....................................................................................................... iii 
BAB I   : PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.     Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II  : PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Cabang kaidah 1................................................................................ 3
              B. Cabang kaidah 2................................................................................. 7
              C. Cabang kaidah 3................................................................................. 9
              D. Cabang kaidah 4................................................................................ 11
              E. Cabang kaidah 5................................................................................. 15
F. Cabang kaidah 6................................................................................. 18
G. Cabang kaidah 7................................................................................ 18
H. Cabang kaidah 8................................................................................ 18
I. Cabang kaidah 9.................................................................................. 18
BAB III   :........................................................................................................ PENUTUP               24
        Kesimpulan ............................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 26


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.    Tujuan

Kaidah tentang al-darar wa al-maslahah (bahaya dan maslahah) dan Cabang-cabangnya :
1.    Kaidah 1
a.    Teks dan arti kaidah
لاَ ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“tidak boleh membahayakan diri atau orang lain”
b.    Maksud dan penjelasan
Kaidah ini diambil langsung (secara tekstual) dari lafadz hadist Nabi Muhammad SAW. Para ulama berbeda pendapat tentang makna darar dan dirar. Sebagian ulama berpendapat bahwa keduanya adalah dua lafadz yang berbeda tapi mengandung makna yang sama, Rasulullah mengungkapkan bahwa keduanya itu hanya untuk menguatkan pembicaraan. Lafadz darar menurut para pakar bahasa arab adalah nama dari sesuatu yang membahayakan, sedangkan dirar adalah perbuatan yang membahayakan itu sendiri.
Terlepas dari perbedaan pendapat dalam memkanai kedua lafadz. Dapat disimpulkan bahwasannya kaidah ini mempunyai cakupan yang lebih luas, yaitu menghilangkan kemudaratan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain, baik dia yang memulai maupun saat membalas kejahatan orang lain.
Kaidah ini meliputi dua hukum yakni : pertama , tidak boleh membahayakan orang lain. Artinya, tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk membahayakan orang lain, baik pada jiwanya, kehormatanya, dan juga hartanya. Karena membahyakan orang lain itu perbuatan dzalim, dan kezaliman diharamkan oleh Islam. sedangkan hukum yang kedua, tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya. Artinya, tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk membalas bahaya dengan bahaya, melainkan yang yang dirugikan dengan bahay itu hendaknya mengadukan perkaranya kepada hakim agar hakim memutuskan orang itu untuk mengganti kerugiannya yang diakibatkan karena perbuatan yang membahyakan. Berdasarkan hal ini, jika ada orang yang merusak hartanya, maka dia tidak boleh merusak harta orang itu, akan tetapi ia harus menyerahkan masalah itu ke pangadilan agar ornag yang merusak mengganti kerugian yang diderita.
c.    Aplikasi kaidah
Diantara contoh aplikasi kaidah ini dalam fiqh muamalah adalah tidak diperbolehkan bagi orang yang dizalimi untuk menzalimi orang lain, karena itu termasuk salah satu bentuk kezaliman.
Bagitu juga tidak boleh merobohkan tembok orang lain yang telah merobohkan tembok kita, karen alasan membalas. Akan tetapi ia harus melaporkan itu kepada hakim, lalu hakim memutuskan oramh yang merobohkan tembok itu untuk mengganti rugiyang sesuai dengan nilainya.
Adapun contoh aplikasi kaidah ini dalam perbankan syariah sebagaimana yang telah difatwakan hukumnya oleh DSN yaitu : jual beli Istisnha, pembiayaan mudarabah, sistem hasil distribusi haisl usaha dalam LKS.
2.    Kaidah 2
a.    Teks dan arti kaidah
الضَّرَرَ يُزَالُ
“kemudharatan (bahaya) harus dihilangkan”
b.    Maksud dan penjelasan
Maksud dari kaidah ini dan kaidah sebelumnya adalah sama, namun ada perbedaan dari aspek aplikasinya. Aplikasi kaidah yang sebelumnya (kaidah pokok, yaitu : la darar wa la dirar) adalah lebih pada larangan untuk melakukan atau membuat mudarat sebelum  terjadi mudarat (upaya pencegahan). Sedangkan aplikasi kaidah ini (kaidah cabang, yaitu : al-darar yuzal) adalah lebih pada kewajiban menghilangkan mudarat setelah mudarat itu terjadi (upaya pengobatan).
Oleh karena itu, penolakan terhadap mudarat terbagi menjadi dua, yaitu: preventif, yang berarti pencegahan agar tidak tejadi dan represif, yang berarti pengobatan agar tidak tejadi kembali. Untuk kaidah kedua ini lebih cenderung kepada penolakan bahaya yang bersifat represif, sedangkan penolakan yang bersifat preventif tercakup dalam kaidah kubra.
Kaidah ini memberikan kesimpulan bahwa bagaimana dan apapun yang terjadi, segala  macam kemudaratan harus dihilangkan, sekalipun itu sudah terjadi.
c.    Aplikasi kaidah
Contoh aplikasi dalam fiqh muamalah yang dicakup dalam kaidah ini adalah seperti megembalikan barang yang dibeli karena ada cacat bawaan dalam hak khiyar selama belum terlalu lama atau masih dalam tempo khiyar. Karena cacat atau penipuan barang adalaha termasuk mudarat bagi pembeli, sedangkan mudarat harus dihilangkan.  Begitu juga jika yang melakukan jual beli atau akad lainnya itu dalah orang-orang yang belum atau tidak cakap secara hukum atau melakukan tindakan hukum dalam muamalah, seperti belum dewasa, gila, idiot, dan sejenisnya. Maka transaksi itu batal demi hukum, karena hal itu membawa mudarat dan mudarat harus dihilangkan.
Adapun contoh aplikasi kaidah ini dalam perbankan syariah sebagaimana yang telah difatwakan DSN adal seperti kafalah, hawalah, uang muka dalam Murabahah, sanksi terhadap nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, pencadangan penghapusan aktiva produktif dalam LKS, pedoman Umun Asuransi Syariah, ganti rugi, dll

3.    Kaidah 3
a.    Teks dan arti kaidah
الضَّرَرُ يُدْ فَعُ بِقَدْرِ الإِ مْكَا نِ
“kemudaratan harus ditolak semampunya”
b.    Maksud dan penjelasan
Maksudnya adalah wajib hukumnya mencegah kemudaratan semampu mungkin (semaksimal mungkin), baik sebelum kemudaratan itu terjadi atau sesudah kemudartan itu terjadi. Oleh karena itu harus ada usaha yang mencegah darurat semmapunya dan ini lebih baik dari pada membiarkannya. Karena dengan adanya usaha, paling tidak mudarat itu akan berkurang.
Kaidah ini dan dua kaidah sebelumnya menjadi pokok bagi semua kaidah setelahnya yang termasuk dalam klasifikasi kaidah tentang al-darar wa al-mafsadah (bahaya dan mafsadat) ini. Jika kaidah yang pertama bersifat pencegahan, kaidah kedua bersifat pengobatan , sedangkan kaidah ketiga ini bersifat anjuran untuk menghilangkan mudarat semaksimal mungkin   dan semampu nya (baik sebelum terjadi mudarat atau setelah terjadi).
c.    Aplikasi kaidah
Contoh aplikasi kaidah ini adalah adanya kewajiban bertanggung jawab dengan memberi ganti rugi, jika seseorang mengghasab barang orang lain dan memakainya sampai rusak. Begitu juga, jika barang yang di ghasab itu hilang atau dipakai orang lain, maka bagi pengghasab wajib secara mutlak untuk beranggungjawab menggantinya. Sehingga ia harus mengganti barang itu dengan nilai atau harganya jika barang itu bisa ditaksir. Atau dengan mengganti barang yang sama persis, jika barang yang ada.
Adapun contoh aplikais dalam perbankan syariah yang telah difatwakan oleh DSN adalah sama dengan kaidah sebelumnya yaitu: pedoman umum asuransi syariah, pasar bank antar bank berdasar prisnsip syariah, sertifikat IMA, Asuransi Haji, dll

4.    Kaidah 4
a.    Teks dan arti kaidah
الضَّرَرُ لَا يُزَا لُ بِمِتْلِهِ
“sebuah kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang sebanding”
b.    Maksud dan penjelasan
Kaidah ini pada prinsipnya menjadi penjelas dan syarat bagi kaidah sebelumnya dalam menolak mudarat (bahaya) baik secara preventif maupun represif, dan upaya semaksimal mungkin. Artinya, walaupun memang semua bentuk bahaya harus dihilangkan dengan sepenuhnya, namun ia tidak boleh dihilangkan dengan bahaya serupa atau nbahaya lain yang lebih besar darinya, melainkan diperbolehkan menghilangkan suat bahaya dengan dengan tanpa menimbulkan bahaya yang lain, maka bahaya yang lain itu harus lebih rendah atau kecil dan tidak boleh sebanding apalagi lebih besar bahayanya.
Dapat diambil kesimpulan bahwa semua bentuk mudarat harus dihilangkan dengan syarat tidak menimbulkan bahya yang baru dan kalaupun terpaksa hanya dengan bahyaa yang lain, maka bahaya itu harus lebih rendah atau kecil dan tidak boleh sebanding  apalagi lebih besar bahayanya.
c.    Aplikasi kaidah
     Dari contoh aplikasi permasalahan yang dicakup dalam kaidah ini yaitu : jika seorang pembeli membeli sebuha barang, kemudian baru ia ketahui  (setelah berlalunya waktu lama atau setelah habis tempo masa hak khiyar) bahwa ada cacat di barang tersebutyang ternyata cacat itu sudah lama (sejak masih ditangan penjual).  Maka pembeli tidak boleh mengembalikan barang itu dengan alasan bahwa cacatnya sejak awal.
Akan tetapi pembeli berhak untuk meminta potongan harga barang itu. Sebab dengan dibolehkannya mengembalikan barang yang sudah dibeli tantu akan merugikan penjual, sehingga tidak diperbolehkan menghilangkan kerugian pembeli dengan merugikan penjual, melainkan diperbolehkan meminta pengurangan harga saja dari penjual sebagai jalan tengah yang bijaksana yang dapat menghilangkan kemudaratan dari kedua belah pihak sekaligus. Karena suatu mudarat tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang lain yang semisal atau sebanding. Kecuali jika penjual ridho dan mau mengganti barang itu atau mengembalikan semua harganya kepada pembeli.

5.    Kaidah 5
a.    Teks dan arti kaidah
يُتَحَمَلُ الضَرَرُ الخَا صُّ لِدَ فَعِ ضَرَرِ عَا مٍّ
“kemudaratan yang bersifat khusus boleh dikorbankan untuk menolak kemudaratan yang lebih umum”
b.    Maksud dan penjelasan
Kaidah ini juga menjadi penjelas dari ketiga kaidah terdepan. Dalam penjelasana kaidah tentang pembagian darar (mudarat) yang terbagi menjadi dua macam yaitu, darar khas (khusus) dan darar ‘amm (umum). Menurut syekh al-zarqa, bahwa kaidah ini merupakan kaidah mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) dari kaidah sebelumnya. Karena mafhum mukhalafah dari kaidah tersebut berarti ketika kedua mudarat tidak sederajat, salah satunya lebih besar dari yang lain. Maka, kemudaratan yang lebih unggul dihilangkan oleh kemudaratan yang lebih kecil.
Adapun bahaya yang dimaksud secara umum adalah bahaya yang menimpa manusia secara umum, sehingga tidak tidak ada bahaya yang dikhususkan dengan bahaya itu, karena semua orang terkena dampaknya. Sedangkan bahaya yang khusus adalah bahaya yang menimpa orang-orang tertentu saja atau sekelompok manusia yang dan bahaya itu tidak masuk dalam bahaya umum.  Oleh karena itu, bahya umum harus dicegah , sekalipun dalam pencegahannya itu akan berdampak (berakibat) pada bahaya khusus, sehingga bahaya yang khusus menanggung resiko untuk mencegah bahaya umum.
c.    Aplikasi kaidah
Contoh aplikasi dalam kaidah ini sangat banyak sekali baik dalam fiqh muamalah ataupun lainnya. Akan tetapi kita difokuskan untuk membahas dalam fiqh muamalah dan perbankan syariah. Adapun contohnya antara lain: 1) mempailitkan suatu perusahaan atau bamk demi menyelamatkkan para nasabah, 2) menjual barang-barnag debitor yang sudah ditahan demi untuk membayar hutangnya kepada kreditor, 3) menjual barang-barang timbunan dengan cara paksa untuk kepentingan umum dan lain-lain.
Dari contoh-contoh diatas dapat dirinci sebagai berikut : ketiak suatu bank sudah tidak lagi berjalan dengan sehat, karena kredit yang macet atau karena uang bank yang sudah banyak dikorupsi oleh para pejabatnya. Maka hakim atau pemeriintah berhak memutuskan ketetapan hukum pailit kepada bank itu demi mneyelamatkan para nasabah. Karena memailitkan bank tersebut termasuk bahaya khusus yang harus dikorbankan demi bahaya umum, yaitu melindungi harta para nasabah.
Begitu juga ketika seseotang mempunyai hutang (debitor) yang tidak bisa membayar hutang-hutangnya kepada kreditor, maka diperbolehkan menjual harta bendanya demi melunasi hutang tersebut. Dia harus mengkirbankan kepentigan pribadinya demi kepentingan umum, umum disini maksudnya adalah untuk kepentingan orang yang memberikan hutang.
Diperbolehkan menjual baranng timbunan secara paksa untuk kepentingan umum, maksudnya adalah ketika pemerintah mengetahui adanya timbunan barang dagangan tertentu, biasanya seperti bahan-bahan pokok yang dilakukan seorang pedagang atau sebuah perusahaan, maka pemerintah boleh bahkan wajib untuk menyita barang tersebut dan menjualnya. Karena barang yang ditimbun menjadi hajat orang banyak maka daya jualnya tinggi dan ini bisa membawa mudarat (bahaya) secara umum bagi masyarakat luas.
Atau contoh lain adalah koruptor yang menimbun kekayaan hasil korupsi, maka uang-uanga hasil korupsi yang dilakukan para koruptor boleh diambil secara pakasa demi kepentingan umum, yang bermanfaat bagi orang banyak tidak hanya individu koruptor itu saja. Karena memang harta benda yang menjadi timbunannya adalah harta yang tidak halal dan milik semua orang.

BAB III
PENUTUP
Dari pembahasaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kaidah fiqh muamalah kubra yang ketiga ialah al-darar wa al-maslahah (bahaya dan maslahah) yang memiliki cabang sebanyak sembilan diantaranya ialah.
Pertama, al darar wa la dirara yaitu menghilangkan kemudaratan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain, baik dia yang memulai maupun saat membalas kejahatan orang lain. contoh aplikasi kaidah ini dalam fiqh muamalah adalah tidak diperbolehkan bagi orang yang dizalimi untuk menzalimi orang lain, karena itu termasuk salah satu bentuk kezaliman.
Kedua, al darar yuzalu yaitu Kaidah ini memberikan kesimpulan bahwa bagaimana dan apapun yang terjadi, segala  macam kemudaratan harus dihilangkan, sekalipun itu sudah terjadi. Contoh aplikasi dari kaidah ini ialah dalam fiqh muamalah yang dicakup dalam kaidah ini adalah seperti megembalikan barang yang dibeli karena ada cacat bawaan dalam hak khiyar selama belum terlalu lama atau masih dalam tempo khiyar.
Ketiga, al darar yudfa’u bikodri al imkaani yaitu wajib hukumnya mencegah kemudaratan semampu mungkin (semaksimal mungkin), baik sebelum kemudaratan itu terjadi atau sesudah kemudartan itu terjadi. Contoh aplikasi kaidah ini ialah adanya kewajiban bertanggung jawab dengan memberi ganti rugi, jika seseorang mengghasab barang orang lain dan memakainya sampai rusak.
Keempat, al darar la yuzallu bimitslih yaitu pada prinsipnya menjadi penjelas dan syarat bagi kaidah sebelumnya dalam menolak mudarat (bahaya) baik secara preventif maupun represif, dan upaya semaksimal mungkin. Contoh aplikasi kaidah ini ialah jika seorang pembeli membeli sebuha barang, kemudian baru ia ketahui  (setelah berlalunya waktu lama atau setelah habis tempo masa hak khiyar) bahwa ada cacat di barang tersebutyang ternyata cacat itu sudah lama (sejak masih ditangan penjual).  Maka pembeli tidak boleh mengembalikan barang itu dengan alasan bahwa cacatnya sejak awal.
Kelima, yutakhamalu darar khodholida fa’i darar ‘amin yaitu kemudaratan yang lebih unggul dihilangkan oleh kemudaratan yang lebih kecil. Contoh aplikasi kaidah ini ialah menjual barang-barang timbunan dengan cara paksa untuk kepentingan umum.
Keenam,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar