MAKALAH
“LARANGAN
MELAKUKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN”
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah “Fiqh Lingkungan”
Dosen
Pembimbing :
Arifah
Millati, M.H.I.
Disusun
Oleh :
Kelompok 9
Hesti
Handayani
M
Rizal Khoirulrozikin
FAKULTAS
SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN)
TULUNGAGUNG 2015
KATA
PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya,
sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah
dengan judul “Larangan melakukan kerusakan lingkungan” dengan tepat waktu.
Tidak lupa shalawat serta
salam
senantiasa
tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang
selalu
kita nantikan syafa’atnya
di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Lingkungan pada semester III (tiga),
serta dengan adanya tugas ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan
pemahaman terhadap materi yang akan dikaji.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu,
tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Arifah
Millati, M.H.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Lingkungan yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini,
2.
Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan,
serta
3. Semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Dan untuk itu kami ucapkan terima
kasih.
Tulungagung, September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... .... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... .... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.
Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Larangan Eksploitasi SDA .......................................................... 3
B. Larangan Komersialisasi SDA .......................................................... 7
C. Larangan Illegal Loging .......................................................... 7
D. Larangan Melakukan Disorientasi...................................................... 9
BAB III :........................................................................................................ PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................ 14
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia sendiri, dalam beberapa
dasawarsa terakhir, tidak henti-hentinya dirundung berbagai bencana banjir,
tanah longsor, maupun polusi. Tak hanya
itu, kerusakan lingkungan juga menjadi gejala umum hampir seluruh kawasan di
Indonesia. Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia, baik langsung maupun
tidak langsung kemudian mendorong keterlibatan aktif peran ulama dan pemikir
Islam sejak satu tahun terakhir ini, dengan mengedepankan hikmah perenial
Islam, dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan yang selama ini didominasi oleh
kalangan akademisi dan birokrat.
Fiqh yang merupakan salah satu dari
ilmu-ilmu keislaman yang sangat dominan dalam kehidupan umat Islam, sebenarnya
telah menawarkan suatu kerangka pendekatan terhadap lingkungan hidup. Akan
tetapi, wacana lingkungan hidup tidak dibahas dan dikaji secara khusus dalam
bab tersendiri, melainkan tersebar di beberapa bagian dalam pokok-pokok bahasan
ilmu fiqh itu. Secara substansi Fiqh lingkungan hidup (Fiqh Al-Biah) berupaya
menyadarkan manusia yang beriman supaya menginsyafi bahwa masalah lingkungan
hidup tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab manusia yang beriman dan
amanat yang diembannya.
Dalam tulisan ini saya akan
menganalisa tentang munculnya wacana Fiqh al-Bi'ah sebagai solusi alternatif
dalam mengatasi kerusakan lingkungan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Larangan Eksploitasi SDA menurut Fiqh Bi’ah?
2. Bagaimana
Larangan Komersialisasi SDA menurut Fiqh Bi’ah ?
3. Bagaimana
Larangan Illegal loging menurut Fiqh Bi’ah ?
4. Bagaimana
Larangan Disorientasi Menurut Fiqh Biah?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
Larangan Eksploitasi SDA menurut Fiqh Bi’ah
2. Menjelaskan
Larangan Komersialisas SDA menurut Fiqh Bi’ah
3. Menjelaskan
Larangan Illegal Loging menurut Fiqh Bi’ah
4. Menjelaskan
Larangan Disorientasi menurut Fiqh Bi’ah
BAB
II
PEMBAHASAN
Fiqih
lingkungan adalah kerangka berfikir konstruktif umat Islam dalam memahami
lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup dan berkehidupan. Membangun pemahaman
masyarakat tentang pentingnya memelihara lingkungan seperti konservasi air dan
tanah dengan melindungi hutan dari eksploitasi, dari penebangan hutan dan
pembalakan liar adalah termasuk kewajiban agamawan. Melindungi seluruh
ekosistem hutan yang ada di dalamnya adalah bagian yang dianjurkan agama. Menjadikan
semua upaya itu sebagai kewajiban moral terhadap sesama makhluk Tuhan yang
bernilai ibadah. Sebaliknya, mengabaikan lingkungan sama maknanya dengan
melakukan tindakan tercela yang dilarang keras oleh agama. Pelakunya melanggar
sunnatullah, mengingkari eksistensi kemakhlukan, kemanusiaan dan sekaligus
melawan keharmonisan alam ciptaan Tuhan yang bersahaja. Paradigma berfikir
konstruktif dengan menjadikan ajaran agama sebagai landasannya inilah yang
dimaksudkan dengan ‘paradigma fiqih lingkungan’, tentu dalam pengertiannya yang
luas dan terbuka. Akhirnya, agama diharapkan memainkan perannya yang signifikan
bagi upaya penyelamatan lingkungan .
1. Larangan
Eksploitasi Sumber Daya Alam
Sebagai khalifah, sudah tentu
manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari kebersihan jasmani
merupakan bagian integral dari kebersihan rohani. Jelaslah bahwa tugas manusia,
terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin)
dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup).
Oleh karena itu, dalam memanfaatkan
bumi ini tidak boleh semena-mena, dan seenaknya saja dalam mengekploitasinya.
Pemanfaatan berbagai sumber daya alam baik yang ada di laut, didaratan dan
didalam hutan harus dilakukan secara proporsional dan rasional untuk kebutuhan
masyarakat banyak dan generasi penerusnya serta menjaga ekosistemnya.
Qs. Al An-am 141-142 :
* uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uöxîur ;M»x©râ÷êtB @÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøèC ¼ã&é#à2é& cqçG÷¨9$#ur c$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾ÍnÌyJrO !#sÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úüÏùÎô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ ÆÏBur ÉO»yè÷RF{$# \'s!qßJym $V©ósùur 4 (#qè=à2 $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# wur (#qãèÎ7Fs? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇÊÍËÈ
141. dan
Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
142. dan di antara hewan ternak itu
ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah
dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Menyadari hal tesebut maka dalam
pelaksanaan pembangunan sumber daya alam harus digunakan dengan rasional.
Penggalian sumber kekayaan harus diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi
dengan tidak merusak tata lingkungan dan tata hidup manusia. Perlu diusahakan
penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan bisa menjaga kelestariannya
sehingga bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan.(Ali Yafie, 2006: 231) Kita
harus bisa mengambil i'tibar dari ayat Allah yang berbunyi:
z>uÑur ª!$# WxsWtB Zptös% ôMtR$2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù't $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$2 cqãèuZóÁt ÇÊÊËÈ
"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan(dengan) dengan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat". (an-Nahl :112)
z>uÑur ª!$# WxsWtB Zptös% ôMtR$2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù't $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$2 cqãèuZóÁt ÇÊÊËÈ
"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan(dengan) dengan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat". (an-Nahl :112)
Manusia Indonesia harus sadar bahwa
krisis multidimensi dan bencana yang datang bertubi-tubi seperti tanah longsor,
banjir, kekeringan, kebakaran hutan, tanaman diserang hama dan lainnya adalah
karena ulah manusia itu sendiri.
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
"Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Alllah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar". (QS. ar-Rum:41).
Dalam ayat-ayat tersebut
diatas Allah SWT secara tegas menjelaskan tentang akibat yang ditimbulkan
kerena perbuatan manusia yang mengekploitasi lingkungan yang berlebihan.
Ayat-ayat Al-Qur'an ini sekaligus juga menjadi sebuah terobosan paradigma baru
untuk melakukan pengelolaan lingkungan melalui sebuah ajaran religi, sehingga
hak atas lingkungan adalah hak bagi setiap umat di dunia. Selain itu, hak atas
lingkungan sebagai hak dasar manusia juga telah menjadi kesepakatan
internasional melalui butir-butir Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah
diratifikasi sebagai kesepakatan bersama. Dalam hal ini termasuk baik yang tertuang
dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun dalam
undang-undang lain yang bersifat parsial. Pentingnya upaya pengelolaan
lingkungan hidup sudah sangat jelas implikasi yang akan ditimbulkannya apabila
tidak dikelola secara baik, yaitu munculnya bencana, baik secara langsung
maupun secara jangka panjang.
Dalam Islam di kenal tiga macam
bentuk pelestarian lingkungan.
Pertama, dengan cara ihya'. Yakni
pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh individu. Dalam hal ini seseorang mematok
lahan untuk dapat digarap dan difungsikan untuk kepentingan pribadinya. Orang
yang telah melakukannya dapat memiliki tanah tersebut. Mazhab Syafi’i
menyatakan siapapun berhak mengambil manfaat atau memilikinya, meskipun tidak
mendapat izin dari pemerintah. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, beliau
berpendapat, Ihya' boleh dilakukan dengan catatan mendapat izin dari pemerintah
yang sah. Imam Malik juga berpendapat hampir sama dengan Imam Abu Hanifah. Akan
tetapi, beliau menengahi dua pendapat itu dengan cara membedakan dari letak daerahnya.
Kedua, dengan proses igta'. Yakni
pemerintah memberi jatah pada orang-orang tertentu untuk menempati dan
memanfaatkan sebuah lahan. Adakalanya untuk dimiliki atau hanya untuk
dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu.
Ketiga, adalah dengan cara hima.
Dalam hal ini pemerintah menetapkan suatu area untuk dijadikan sebagai kawasan
lindung yang difungsikan untuk kemaslahatan umum. Dalam konteks dulu, hima
difungsikan untuk tempat penggembalaan kuda-kuda milik negara, hewan, zakat dan
lainnya. Setelah pemerintah menentukan sebuah lahan sebagai hima, maka lahan
tersebut menjadi milik negara. Tidak seorang pun dibenarkan memanfaatkannya
untuk kepentingan pribadinya (melakukan ihya'), apalagi sampai merusaknya.
2. Larangan
Komersialisasi Sumber Daya Alam
Komersialisasi berbagai sumber daya
alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang seharusnya digunakan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai eksploitasi terhadap waduk,
mata air, dan tanah-tanah adat yang mengandung tambang yang kemudian dikuasi
oleh perusahaan, baik dalam negeri maupun asing, telah mengakibatkan langkanya
sumber daya air dan rusaknya sumber daya alam Indonesia serta menyengsarakan
rakyat sekitarnya.
Oleh
karena itu, perlu ditempuh langkah-Iangkah antisipasinya agar kerusakan yang
terjadi didaratan dan lautan itu tidak semakin parah. Diantaranya adalah:
Perlu
dijaga kelestarian sumber daya laut dengan membuat cagar laut, konservasi laut
dan lainnya. Serta melarang dan menindak dengan tegas kepada para pengguna alat
yang membahayakan seperti bom atau obat-obatan beracun untuk menangkap ikan dan
lainnya yang akan memusnahkan ikan dan makhluk hidup laut hingga ke
anak-anaknya.
Dilarangnya
komersialisasi aset-aset sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang
banyak seperti waduk, mata air, sungai, dan lainnya karena akan menyengsarakan
hidup rakyat banyak.
Menindak
tegas aparat, pebisnis, cukong dan siapapun saja yang melakukan perusakan dan
eksploitasi hutan, laut dan sumber daya alam lainnya diluar batas rasional dan
proporsionalitasnya.
3. Larangan Illegal loging
Hadits 61 : Larangan Illegal Loging
حَدَثَنَا
نَصْرُ بْنُ عَلِيّ : أخبرنا أَبُوْ أُسامَةَ عن ابن جُرّيْجٍ, عَنْ عُثْمَانَ بن
أَبِى سُلَيْمَانَ. عَنْ سَعِيْدِ بنِ مُحَمَّدِ بن جُبَيْرِ بْنِ مَطْعِمِ, عَنْ
عَبْدِ الله بْنِ حُبْشِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : {مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللهُ رَأْسَهُ فِى النَّارِ}. سُئِلَ
أَبُوْ دَاوُدَ عَنْ مَعْنىَ هذَا الْحَدِيْثِ فَقَالَ: هذَا اْلحَدِيْثِ مُحْتَصَرٌ.
يَعْنىِ: مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً فِى فَلاَةٍ يَسْتَظِلُّ بها ابْنُ السَّبِيْلَ
وَاْلبَهَائِمُ عَتَبَنَا وَ ظُلْمًا بِغَيْرِ حَقِّ يَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا,
صَوَّبَ اللهُ رَأْسَهُ فِى النَّارِ. (رواه أبو داود)
Arti hadist :
“Nasr bin Ali menceritakan kepada kami: Abu Usamah memberitakan kepada saya
dari Ibnu Juraiji dari Utsman bin Abi Sulaiman, dari Said bin Muhammad bin
Zubair bin Mud’im, dari Abdillah bin
Abdullah bin Hubsyiy r.a, ia berkata: telah bersabda Rasulullah Saw:
“Siapa yang memotong bidara, Allah jatuhkan kepalanya ke neraka”. Abu Dawud
ditanya mengenai hadits ini, kemudian ia berkata: Hadits ini adalah ringkasan;
“Barangsiapa menebang pohon bidara yang tumbuh ditanah lapang/padang pasir yang
dijadikan tempat berteduh para musafir dan hewan ternak dengan tidak ada
gunanya dan dzalim tanpa hak didalamnya. Maka Allah akan mengarahkan
(memasukkan) kepalanya orang tersebut ke dalam neraka”.
Hadits di atas menerangkan
bahwa yang dimaksud dengan sidrah adalah pohon bidara yang terkenal itu, yaitu
pepohonan yang tumbuh di padang pasir, karena ia mampu hidup dengan sedikit air
serta bertahan terhadap panas.
Manusia dapat memanfaatkannya sebagai tempat berteduh dan memakan
buahnya, ketika mereka melewatinya saat berada dalam perjalanan, atau sedang
mencari padang untuk berternak, atau untuk tujuan lainnya.
Ancaman
untuk memasukkan ke dalam neraka terhadap orang yang memotong pohon sidrah
menunjukkan pentingnya menjaga unsur-unsur lingkungan yang pokok. Karena dengan
itu akan terjaga keseimbangan antara makhluk hidup sati dengan yang lainnya.
Ancaman itu juga mencakup seluruh tindakan yang akan merusak keseimbangan itu
atau menghilangkan salah satu unsur penting bagi kelangsungan dan keselamatan
hidup manusia.
Imam Abu
Dawud memilih pengertian hadits yang lebih lurus. Ketika ditanyai tentang
hadits ini, ia menjawab, “Hadits ini berbentuk singkat. Pengertiannya adalah
barang siapa memotong pohon sidrah di atas sebidang tanah mana saja, yang biasa
dipakai berteduh orang yang sedang dalam perjalanan dan hewan-hewan, secara
sia-sia dan dzalim tanpa hak, maka karena tindakannya itu Allah akan
mengarahkan kepalanya ke dalam neraka.
Pendidikan mengenai kelestarian alam perlu
dicenangkan sejak awal. Karena dalam QS. Al Maidaah ayat 33, Allah SWT
menegaskan bahwa Dia tidak menyukai kerusakan dan orang yang melakukan
kerusakan. Itu merupakan perilaku yang menunjukkan kekufuran atas nikmat Allah,
yang akan mengudang balasan dari Allah SWT.
Dalam QS. Ar-Ruum ayat 41 dan
Al-A’raf ayat 56 juga telah dijelaskan mengenai larangan manusia membuat
kerusakan yang merupakan salah satu akibat dari perbuatan manusia yang dzalim.
Sehingga patutlah kita sebagai manusia untuk melaksanakan amanah kekhalifahan
di bumi untuk berusaha menjaga kelestarian alam.
Bermula dari hal kecil dengan
menjaga lingkungan sekitar kita, membuat perubahan yang cukup besar bagi dunia.
Karena banyak fakta yang menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan hidup
merupakan akibat dri ketidakharmonisan hubungan manusia dengan lingkungan
hidup.
4.
Larangan
Melakukan Ketidakseimbangan Ekosistem
Keselarasan
dan keseimbangan alam (ekosistem) muthlak ditegakan. Mengganaggu dan merusak
ekosistem/lingkungan sama dengan menghancurkan kehidupan seluruhnya.
Al A’raf ayat 56 :
wur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) çnqãã÷$#ur $]ùöqyz $·èyJsÛur 4 ¨bÎ) |MuH÷qu «!$# Ò=Ìs% ÆÏiB tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÎÏÈ
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Dalam ayat
terdapat la nahi dalam kaidah ushul terdapat qoidah yang menyatakan bahwa al
ashlu fi an nahyi al tahrim jadi dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa berbuat
kerusakan merupakan hal yang di haramkan dan secara tegas ayat itu
memerintahkan kita untuk melestarikan lingkungan karena an nahyu bi stai’in
amrun ‘an dhidhihi. Al qurthubi dalam tafsirnya menyatakan bahwa larangan
(annahyu) dalam ayat ini bersifat muthlak. Artinya Allah melarang manusia untuk
meruak ekosistem ayat ini.Al Dhahha menyatakan bahwa arti ayat ini adalah,
janganlah kamu mencemarkan air memotong pepohonan-pepohonan yang berbuah dan
semacamnya.
Ali yafie
menyatakan dalam bukunya merintis fiqh lingkungan hidup bahwa Hukum pelestarian
lingkungan adalah fardhu kifayah artinya semua orang baik indifvidu maupun
koletif wajib menjaga bertanggung jawab atas pelestarian lingkungan hidup dan
harus dilibatkan dalam penanganan kerusakan lingkungan hidup. Tetapi diantara
yang palingf bertanggung jawab dan menjadi pelopor atas kewajiban ini adalah
pemerintah, karena pemerintah adalah pihak yang mengemban amanat unntuk
mengurus rakyat, termasuk ingkungan hidup selain itu pemerintah juga memiliki seperangkat
kekuasaan serta kekuatan untuk menghalau pelaku kerusakan lingkungan hidup. Dan
masyarakatpun wajib membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah lingkungan
hidup.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Fiqih lingkungan adalah kerangka berfikir
konstruktif umat Islam dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup
dan berkehidupan. mengabaikan lingkungan sama maknanya dengan melakukan
tindakan tercela yang dilarang keras oleh agama. Pelakunya melanggar
sunnatullah, mengingkari eksistensi kemakhlukan, kemanusiaan dan sekaligus
melawan keharmonisan alam ciptaan Tuhan yang bersahaja.
Dalam
memanfaatkan bumi ini tidak boleh semena-mena, dan seenaknya saja dalam
mengekploitasinya. Pemanfaatan berbagai sumber daya alam baik yang ada di laut,
didaratan dan didalam hutan harus dilakukan secara proporsional dan rasional
untuk kebutuhan masyarakat banyak dan generasi penerusnya serta menjaga
ekosistemnya. Menyadari hal tesebut maka dalam pelaksanaan pembangunan sumber
daya alam harus digunakan dengan rasional. Penggalian sumber kekayaan harus
diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi dengan tidak merusak tata
lingkungan dan tata hidup manusia.
Komersialisasi
berbagai sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang
seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai
eksploitasi terhadap waduk, mata air, dan tanah-tanah adat yang mengandung
tambang yang kemudian dikuasi oleh perusahaan, baik dalam negeri maupun asing,
telah mengakibatkan langkanya sumber daya air dan rusaknya sumber daya alam
Indonesia serta menyengsarakan rakyat sekitarnya.
Barang
siapa memotong pohon sidrah di atas sebidang tanah mana saja, yang biasa
dipakai berteduh orang yang sedang dalam perjalanan dan hewan-hewan, secara
sia-sia dan dzalim tanpa hak, maka karena tindakannya itu Allah akan
mengarahkan kepalanya ke dalam neraka. Sama halnya dilarang melakukan
penebangan pohon secara ilegal.
Keselarasan dan keseimbangan alam
(ekosistem) muthlak ditegakan. Mengganaggu dan merusak ekosistem/lingkungan
sama dengan menghancurkan kehidupan seluruhnya
DAFTAR
PUSTAKA
http//:Artikelku
-larangan-membuat-kerusakan-dibumi.html diakses tanggal : 1 juli 2015 pukul:
08.00 WIB
http//:
FIKIH-LINGKUNGAN-DALAM-PERPEKTIF-ISLAM.(Sebuah
Pengantar) - PWM Kalimantan Selatan _ Muhammadiyah.html diakses tanggal :
1oktober 2015 pukul : 08.00 WIB
http//:
Islam Dan Kelestarian Lingkungan Studi
Tentang Fiqh Al-Biah Sebagai Solusi Alternatif Terhadap Kerusakan Lingkungan -
Akidah Filsafat.html diakses tanggal : 01 Oktober 2015, pukul : 08.00 WIB
http//:
rumahpencerahan-untuk-kejayaan-hidup-lingkungan.html diakses pada: 01 Oktober
2015, pukul : 08.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar