Sabtu, 18 Maret 2017

LARANGAN MELAKUKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DALAM TINJAUAN ISLAM



MAKALAH
“LARANGAN MELAKUKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Fiqh Lingkungan

Dosen Pembimbing :

Arifah Millati, M.H.I.



Disusun Oleh :
Kelompok  9
Hesti Handayani
M Rizal Khoirulrozikin

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG 2015

KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Larangan melakukan kerusakan lingkungan” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Lingkungan pada semester III (tiga), serta dengan adanya tugas ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang akan dikaji.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1.    Arifah Millati, M.H.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Lingkungan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini,
2.    Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan, serta
3.    Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
           

Tulungagung,    September 2015

                                               Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... .... i   
KATA PENGANTAR..................................................................................... .... ii  
DAFTAR  ISI....................................................................................................... iii 
BAB I   : PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.     Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II  : PEMBAHASAN
A. Larangan Eksploitasi SDA       .......................................................... 3
              B. Larangan Komersialisasi SDA .......................................................... 7
              C. Larangan Illegal Loging           .......................................................... 7
              D. Larangan Melakukan Disorientasi...................................................... 9
             
BAB III   :........................................................................................................ PENUTUP
        Kesimpulan ............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16


BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Indonesia sendiri, dalam beberapa dasawarsa terakhir, tidak henti-hentinya dirundung berbagai bencana banjir, tanah longsor, maupun polusi.  Tak hanya itu, kerusakan lingkungan juga menjadi gejala umum hampir seluruh kawasan di Indonesia. Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung kemudian mendorong keterlibatan aktif peran ulama dan pemikir Islam sejak satu tahun terakhir ini, dengan mengedepankan hikmah perenial Islam, dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan yang selama ini didominasi oleh kalangan akademisi dan birokrat.
Fiqh yang merupakan salah satu dari ilmu-ilmu keislaman yang sangat dominan dalam kehidupan umat Islam, sebenarnya telah menawarkan suatu kerangka pendekatan terhadap lingkungan hidup. Akan tetapi, wacana lingkungan hidup tidak dibahas dan dikaji secara khusus dalam bab tersendiri, melainkan tersebar di beberapa bagian dalam pokok-pokok bahasan ilmu fiqh itu. Secara substansi Fiqh lingkungan hidup (Fiqh Al-Biah) berupaya menyadarkan manusia yang beriman supaya menginsyafi bahwa masalah lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab manusia yang beriman dan amanat yang diembannya.
Dalam tulisan ini saya akan menganalisa tentang munculnya wacana Fiqh al-Bi'ah sebagai solusi alternatif dalam mengatasi kerusakan lingkungan.

B.                 Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Larangan Eksploitasi SDA menurut Fiqh Bi’ah?
2.    Bagaimana Larangan Komersialisasi SDA menurut Fiqh Bi’ah ?
3.    Bagaimana Larangan Illegal loging menurut Fiqh Bi’ah ?
4.    Bagaimana Larangan Disorientasi Menurut Fiqh Biah?


C.                Tujuan
1.    Menjelaskan Larangan Eksploitasi SDA menurut Fiqh Bi’ah
2.    Menjelaskan Larangan Komersialisas SDA menurut Fiqh Bi’ah
3.    Menjelaskan Larangan Illegal Loging menurut Fiqh Bi’ah
4.    Menjelaskan Larangan Disorientasi menurut Fiqh Bi’ah


BAB II
PEMBAHASAN
Fiqih lingkungan adalah kerangka berfikir konstruktif umat Islam dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup dan berkehidupan. Membangun pemahaman masyarakat tentang pentingnya memelihara lingkungan seperti konservasi air dan tanah dengan melindungi hutan dari eksploitasi, dari penebangan hutan dan pembalakan liar adalah termasuk kewajiban agamawan. Melindungi seluruh ekosistem hutan yang ada di dalamnya adalah bagian yang dianjurkan agama. Menjadikan semua upaya itu sebagai kewajiban moral terhadap sesama makhluk Tuhan yang bernilai ibadah. Sebaliknya, mengabaikan lingkungan sama maknanya dengan melakukan tindakan tercela yang dilarang keras oleh agama. Pelakunya melanggar sunnatullah, mengingkari eksistensi kemakhlukan, kemanusiaan dan sekaligus melawan keharmonisan alam ciptaan Tuhan yang bersahaja. Paradigma berfikir konstruktif dengan menjadikan ajaran agama sebagai landasannya inilah yang dimaksudkan dengan ‘paradigma fiqih lingkungan’, tentu dalam pengertiannya yang luas dan terbuka. Akhirnya, agama diharapkan memainkan perannya yang signifikan bagi upaya penyelamatan lingkungan .

1.    Larangan Eksploitasi Sumber Daya Alam
Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani. Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup).
Oleh karena itu, dalam memanfaatkan bumi ini tidak boleh semena-mena, dan seenaknya saja dalam mengekploitasinya. Pemanfaatan berbagai sumber daya alam baik yang ada di laut, didaratan dan didalam hutan harus dilakukan secara proporsional dan rasional untuk kebutuhan masyarakat banyak dan generasi penerusnya serta menjaga ekosistemnya.


Qs. Al An-am 141-142 :
* uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uŽöxîur ;M»x©râ÷êtB Ÿ@÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøƒèC ¼ã&é#à2é& šcqçG÷ƒ¨9$#ur šc$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uŽöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾Ín̍yJrO !#sŒÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ   šÆÏBur ÉO»yè÷RF{$# \'s!qßJym $V©ósùur 4 (#qè=à2 $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Ÿwur (#qãèÎ7­Fs? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇÊÍËÈ  
141. dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
142. dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Menyadari hal tesebut maka dalam pelaksanaan pembangunan sumber daya alam harus digunakan dengan rasional. Penggalian sumber kekayaan harus diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi dengan tidak merusak tata lingkungan dan tata hidup manusia. Perlu diusahakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan bisa menjaga kelestariannya sehingga bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan.(Ali Yafie, 2006: 231) Kita harus bisa mengambil i'tibar dari ayat Allah yang berbunyi:

z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù'tƒ $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsŒr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 šcqãèuZóÁtƒ ÇÊÊËÈ  

"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan(dengan) dengan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat". (an-Nahl :112)

Manusia Indonesia harus sadar bahwa krisis multidimensi dan bencana yang datang bertubi-tubi seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, tanaman diserang hama dan lainnya adalah karena ulah manusia itu sendiri.
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ  


"Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Alllah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar".  (QS. ar-Rum:41).
Dalam ayat-ayat tersebut diatas  Allah SWT secara tegas menjelaskan tentang akibat yang ditimbulkan kerena perbuatan manusia  yang mengekploitasi lingkungan yang berlebihan. Ayat-ayat Al-Qur'an ini sekaligus juga menjadi sebuah terobosan paradigma baru untuk melakukan pengelolaan lingkungan melalui sebuah ajaran religi, sehingga hak atas lingkungan adalah hak bagi setiap umat di dunia. Selain itu, hak atas lingkungan sebagai hak dasar manusia juga telah menjadi kesepakatan internasional melalui butir-butir Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diratifikasi sebagai kesepakatan bersama. Dalam hal ini termasuk baik yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun dalam undang-undang lain yang bersifat parsial. Pentingnya upaya pengelolaan lingkungan hidup sudah sangat jelas implikasi yang akan ditimbulkannya apabila tidak dikelola secara baik, yaitu munculnya bencana, baik secara langsung maupun secara jangka panjang.
Dalam Islam di kenal tiga macam bentuk pelestarian lingkungan.
Pertama, dengan cara ihya'. Yakni pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh individu. Dalam hal ini seseorang mematok lahan untuk dapat digarap dan difungsikan untuk kepentingan pribadinya. Orang yang telah melakukannya dapat memiliki tanah tersebut. Mazhab Syafi’i menyatakan siapapun berhak mengambil manfaat atau memilikinya, meskipun tidak mendapat izin dari pemerintah. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, beliau berpendapat, Ihya' boleh dilakukan dengan catatan mendapat izin dari pemerintah yang sah. Imam Malik juga berpendapat hampir sama dengan Imam Abu Hanifah. Akan tetapi, beliau menengahi dua pendapat itu dengan cara membedakan dari letak daerahnya.
Kedua, dengan proses igta'. Yakni pemerintah memberi jatah pada orang-orang tertentu untuk menempati dan memanfaatkan sebuah lahan. Adakalanya untuk dimiliki atau hanya untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu.
Ketiga, adalah dengan cara hima. Dalam hal ini pemerintah menetapkan suatu area untuk dijadikan sebagai kawasan lindung yang difungsikan untuk kemaslahatan umum. Dalam konteks dulu, hima difungsikan untuk tempat penggembalaan kuda-kuda milik negara, hewan, zakat dan lainnya. Setelah pemerintah menentukan sebuah lahan sebagai hima, maka lahan tersebut menjadi milik negara. Tidak seorang pun dibenarkan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya (melakukan ihya'), apalagi sampai merusaknya.

2.    Larangan Komersialisasi Sumber Daya Alam
Komersialisasi berbagai sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai eksploitasi terhadap waduk, mata air, dan tanah-tanah adat yang mengandung tambang yang kemudian dikuasi oleh perusahaan, baik dalam negeri maupun asing, telah mengakibatkan langkanya sumber daya air dan rusaknya sumber daya alam Indonesia serta menyengsarakan rakyat sekitarnya.
Oleh karena itu, perlu ditempuh langkah-Iangkah antisipasinya agar kerusakan yang terjadi didaratan dan lautan itu tidak semakin parah. Diantaranya adalah:
Perlu dijaga kelestarian sumber daya laut dengan membuat cagar laut, konservasi laut dan lainnya. Serta melarang dan menindak dengan tegas kepada para pengguna alat yang membahayakan seperti bom atau obat-obatan beracun untuk menangkap ikan dan lainnya yang akan memusnahkan ikan dan makhluk hidup laut hingga ke anak-anaknya.
Dilarangnya komersialisasi aset-aset sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti waduk, mata air, sungai, dan lainnya karena akan menyengsarakan hidup rakyat banyak.
Menindak tegas aparat, pebisnis, cukong dan siapapun saja yang melakukan perusakan dan eksploitasi hutan, laut dan sumber daya alam lainnya diluar batas rasional dan proporsionalitasnya.

3.    Larangan Illegal loging
Hadits 61 : Larangan Illegal Loging
حَدَثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيّ : أخبرنا أَبُوْ أُسامَةَ عن ابن جُرّيْجٍ, عَنْ عُثْمَانَ بن أَبِى سُلَيْمَانَ. عَنْ سَعِيْدِ بنِ مُحَمَّدِ بن جُبَيْرِ بْنِ مَطْعِمِ, عَنْ عَبْدِ الله بْنِ حُبْشِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : {مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللهُ رَأْسَهُ فِى النَّارِ}. سُئِلَ أَبُوْ دَاوُدَ عَنْ مَعْنىَ هذَا الْحَدِيْثِ فَقَالَ: هذَا اْلحَدِيْثِ مُحْتَصَرٌ. يَعْنىِ: مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً فِى فَلاَةٍ يَسْتَظِلُّ بها ابْنُ السَّبِيْلَ وَاْلبَهَائِمُ عَتَبَنَا وَ ظُلْمًا بِغَيْرِ حَقِّ يَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا, صَوَّبَ اللهُ رَأْسَهُ فِى النَّارِ. (رواه أبو داود)
Arti hadist :
“Nasr bin Ali menceritakan kepada kami: Abu Usamah memberitakan kepada saya dari Ibnu Juraiji dari Utsman bin Abi Sulaiman, dari Said bin Muhammad bin Zubair bin Mud’im, dari Abdillah bin  Abdullah bin Hubsyiy r.a, ia berkata: telah bersabda Rasulullah Saw: “Siapa yang memotong bidara, Allah jatuhkan kepalanya ke neraka”. Abu Dawud ditanya mengenai hadits ini, kemudian ia berkata: Hadits ini adalah ringkasan; “Barangsiapa menebang pohon bidara yang tumbuh ditanah lapang/padang pasir yang dijadikan tempat berteduh para musafir dan hewan ternak dengan tidak ada gunanya dan dzalim tanpa hak didalamnya. Maka Allah akan mengarahkan (memasukkan) kepalanya orang tersebut ke dalam neraka”.
Hadits di atas menerangkan bahwa yang dimaksud dengan sidrah adalah pohon bidara yang terkenal itu, yaitu pepohonan yang tumbuh di padang pasir, karena ia mampu hidup dengan sedikit air serta bertahan terhadap panas.
       Manusia dapat memanfaatkannya sebagai tempat berteduh dan memakan buahnya, ketika mereka melewatinya saat berada dalam perjalanan, atau sedang mencari padang untuk berternak, atau untuk tujuan lainnya.
       Ancaman untuk memasukkan ke dalam neraka terhadap orang yang memotong pohon sidrah menunjukkan pentingnya menjaga unsur-unsur lingkungan yang pokok. Karena dengan itu akan terjaga keseimbangan antara makhluk hidup sati dengan yang lainnya. Ancaman itu juga mencakup seluruh tindakan yang akan merusak keseimbangan itu atau menghilangkan salah satu unsur penting bagi kelangsungan dan keselamatan hidup manusia.
   Imam Abu Dawud memilih pengertian hadits yang lebih lurus. Ketika ditanyai tentang hadits ini, ia menjawab, “Hadits ini berbentuk singkat. Pengertiannya adalah barang siapa memotong pohon sidrah di atas sebidang tanah mana saja, yang biasa dipakai berteduh orang yang sedang dalam perjalanan dan hewan-hewan, secara sia-sia dan dzalim tanpa hak, maka karena tindakannya itu Allah akan mengarahkan kepalanya ke dalam neraka.
Pendidikan mengenai kelestarian alam perlu dicenangkan sejak awal. Karena dalam QS. Al Maidaah ayat 33, Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak menyukai kerusakan dan orang yang melakukan kerusakan. Itu merupakan perilaku yang menunjukkan kekufuran atas nikmat Allah, yang akan mengudang balasan dari Allah SWT.
Dalam QS. Ar-Ruum ayat 41 dan Al-A’raf ayat 56 juga telah dijelaskan mengenai larangan manusia membuat kerusakan yang merupakan salah satu akibat dari perbuatan manusia yang dzalim. Sehingga patutlah kita sebagai manusia untuk melaksanakan amanah kekhalifahan di bumi untuk berusaha menjaga kelestarian alam.
Bermula dari hal kecil dengan menjaga lingkungan sekitar kita, membuat perubahan yang cukup besar bagi dunia. Karena banyak fakta yang menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan hidup merupakan akibat dri ketidakharmonisan hubungan manusia dengan lingkungan hidup.

4.    Larangan Melakukan Ketidakseimbangan Ekosistem
Keselarasan dan keseimbangan alam (ekosistem) muthlak ditegakan. Mengganaggu dan merusak ekosistem/lingkungan sama dengan menghancurkan kehidupan seluruhnya.  

Al A’raf ayat 56 :
Ÿwur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) çnqãã÷Š$#ur $]ùöqyz $·èyJsÛur 4 ¨bÎ) |MuH÷qu «!$# Ò=ƒÌs% šÆÏiB tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÎÏÈ  

Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”


Dalam ayat terdapat la nahi dalam kaidah ushul terdapat qoidah yang menyatakan bahwa al ashlu fi an nahyi al tahrim jadi dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa berbuat kerusakan merupakan hal yang di haramkan dan secara tegas ayat itu memerintahkan kita untuk melestarikan lingkungan karena an nahyu bi stai’in amrun ‘an dhidhihi. Al qurthubi dalam tafsirnya menyatakan bahwa larangan (annahyu) dalam ayat ini bersifat muthlak. Artinya Allah melarang manusia untuk meruak ekosistem ayat ini.Al Dhahha menyatakan bahwa arti ayat ini adalah, janganlah kamu mencemarkan air memotong pepohonan-pepohonan yang berbuah dan semacamnya.
Ali yafie menyatakan dalam bukunya merintis fiqh lingkungan hidup bahwa Hukum pelestarian lingkungan adalah fardhu kifayah artinya semua orang baik indifvidu maupun koletif wajib menjaga bertanggung jawab atas pelestarian lingkungan hidup dan harus dilibatkan dalam penanganan kerusakan lingkungan hidup. Tetapi diantara yang palingf bertanggung jawab dan menjadi pelopor atas kewajiban ini adalah pemerintah, karena pemerintah adalah pihak yang mengemban amanat unntuk mengurus rakyat, termasuk ingkungan hidup selain itu pemerintah juga memiliki seperangkat kekuasaan serta kekuatan untuk menghalau pelaku kerusakan lingkungan hidup. Dan masyarakatpun wajib membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Fiqih lingkungan adalah kerangka berfikir konstruktif umat Islam dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup dan berkehidupan. mengabaikan lingkungan sama maknanya dengan melakukan tindakan tercela yang dilarang keras oleh agama. Pelakunya melanggar sunnatullah, mengingkari eksistensi kemakhlukan, kemanusiaan dan sekaligus melawan keharmonisan alam ciptaan Tuhan yang bersahaja.
Dalam memanfaatkan bumi ini tidak boleh semena-mena, dan seenaknya saja dalam mengekploitasinya. Pemanfaatan berbagai sumber daya alam baik yang ada di laut, didaratan dan didalam hutan harus dilakukan secara proporsional dan rasional untuk kebutuhan masyarakat banyak dan generasi penerusnya serta menjaga ekosistemnya. Menyadari hal tesebut maka dalam pelaksanaan pembangunan sumber daya alam harus digunakan dengan rasional. Penggalian sumber kekayaan harus diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi dengan tidak merusak tata lingkungan dan tata hidup manusia.
Komersialisasi berbagai sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai eksploitasi terhadap waduk, mata air, dan tanah-tanah adat yang mengandung tambang yang kemudian dikuasi oleh perusahaan, baik dalam negeri maupun asing, telah mengakibatkan langkanya sumber daya air dan rusaknya sumber daya alam Indonesia serta menyengsarakan rakyat sekitarnya.
Barang siapa memotong pohon sidrah di atas sebidang tanah mana saja, yang biasa dipakai berteduh orang yang sedang dalam perjalanan dan hewan-hewan, secara sia-sia dan dzalim tanpa hak, maka karena tindakannya itu Allah akan mengarahkan kepalanya ke dalam neraka. Sama halnya dilarang melakukan penebangan pohon secara ilegal.
Keselarasan dan keseimbangan alam (ekosistem) muthlak ditegakan. Mengganaggu dan merusak ekosistem/lingkungan sama dengan menghancurkan kehidupan seluruhnya


DAFTAR PUSTAKA
http//:Artikelku -larangan-membuat-kerusakan-dibumi.html diakses tanggal : 1 juli 2015 pukul: 08.00 WIB
http//: FIKIH-LINGKUNGAN-DALAM-PERPEKTIF-ISLAM.(Sebuah Pengantar) - PWM Kalimantan Selatan _ Muhammadiyah.html diakses tanggal : 1oktober 2015 pukul : 08.00 WIB
http//: Islam Dan Kelestarian Lingkungan  Studi Tentang Fiqh Al-Biah Sebagai Solusi Alternatif Terhadap Kerusakan Lingkungan - Akidah Filsafat.html diakses tanggal : 01 Oktober 2015, pukul : 08.00 WIB
http//: rumahpencerahan-untuk-kejayaan-hidup-lingkungan.html diakses pada: 01 Oktober 2015, pukul : 08.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar