“PERJANJIAN KHUSUS”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah “HUKUM PERDATA”
Dosen Pembimbing :
Indri Hadisiswati, SH., M.Hum
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Hesti Handayani (1711143028)
Indriani (1711143028)
Laily Tazkiah (1711143028)
Suckma Choliardika (1711143028)
Zaini Rohmah (1711143028)
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM
EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG 2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaiakum wr.wb
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami telah menyelesaikan makalah dengan judul sewa-menyewa
dan jual beli menurut Hukum Perdata
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan untuk membantu
rekan-rekan mahasiswa serta pembaca pada umumnya dalam mempelajari dan sebagai
informasi serta untuk menambah wawasan khususnya mengenai Hukum Perdata
Penulis
menyadari makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan, binaan.serta
bimbingan dari dosen dan pihak yang mendukung.
Kami selaku
penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr.Maftukhin, M.Ag selaku
Rektor Institut Agama Islam Negri Tulungagung
2. Indri Hadiswati, SH., M.Hum selaku dosen mata
kuliah Hukum Perdata
3. Semua pihak yang peduli terhadap kami,demi
terwujudnya makalah ini
Demikian
yang dapat kami sampaikan,kami menyadari atas kekurangan dalam menyusun
makalah. Untuk itu kami mohon maaf dan mohon kritik serta saran yang membangun
dengan harapan kedepan lebih baik dan sempurna. Kami mengucapkan terimakasih
dan semoga makalh ini benar-benar bermanfaat. Amiin
Tulungagung, februari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar …………..….………………………………….......i
Daftar Isi
………………………………………………….…………….....ii
Bab I Pendahuluan
A.
Latar Belakang………………………………………………………....1
B.
Rumusan masalah ..…………………………………………………….1
C.
Tujuan Pembahasan ………………………………………………….1
Bab II Pembahasan
A.
Perjanjian sewa-menyewa ………… ………………………2
B.
Perjanjiian jual-beli ………………………………….6
C.
Perjanjian tukar-menukar ………………………………….13
D.
Perjanjian sewa beli ………………………………….14
Bab III Penutup
Kesimpulan ……………………………....………………………….17
Daftar pustaka ………………………………………………………….19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjanjian
merupakan suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Seseorang atau lebih berjanji untuk
melakukan sesuatu kepada orang lain. Hal ini merupakan suatu peristiwa yang
menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnnya.
Di
dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal berbagai perjanjian, contoh
perjanjian yang sering ditemui antara lain jual beli, sewa menyewa, tukar
menukar dan lain-lain. Karena perjanjian tersebut sering ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari dan masih banyak masyarakat yang belum paham akan hal
itu.
Pada
makalah ini kami akan menjelaskan empat macam perjanjian yakni perjanjian
sewa-menyewa, perjanjian jula beli, perjanjian tuar-menukar, dan perjanjian sewa
beli.
B. Rumusan Masalah
1)
Bagaimanakah perjanjian sewa menyewa dalam hukum perdata?
2)
Bagaimanakah perjanjian jual-beli dalam hukum perdata?
3)
Bagaimanakah perjanjian tukar menukar dalam hukum perdata?
4)
Bagiamanakah perjanjian sewa beli dalam hukum perdata?
C. Tujuan Makalah
1)
Menjelaskan perjanjian sewa-menyewa dalam hukum perdata
2)
Menjelaskan perjanjian jual-beli dalam hukum perdata
3)
Menjelaskan perjanjian tukar-menukar dalam perdata
4)
Menjelaskan perjanjian sewa beli dalam perdata
BAB
II
PEMBAHASAN
Perjanjian
khusus atau yang disebut juga perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah
mempunya nama-nama sendiri yang diberikan oleh pembuat undang-undang
berdasarkan tipe-tipe atau bentuk-bentuk yang benyak terjadi sehari-hari.
Perjanjian khusus yang ada dalam KUHPerdata disebutkan dalam buku ke-III,
dimulai pada Bab ke-V sampai pada Bab ke-XVIII. Adapun penjelasan-penjelasan
lebih rinci mengenai bentuk-bentuk perjanjian khusus tersebut sebagai berikut :
1. Perjanjian Sewa –menyewa
a) Definisi
Sewa
menyewa diatur dalam pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH perdata. Perjanjian
sewa menyewa adalah salah satu perjanjian dengan mana pihak yang satu (yang
menyewakan) mengikatkan dirinya untuk memberikan suatu barang kepada pihak
lainnya (penyewa) untuk digunakan dalam waktu tertentu dan dengan pembayaran
sesuatu harga yang telah disanggupi pihak tersebut (Pasal 1548 KUHPerdata). Semua
jenis barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Definisi
lainnya menyebutkan bahwa perjanjian sewa menyewa adalah “persetujuan untuk
pemakaian sementara suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan
pembayaran suatu harga tertentu.” (Algra, dkk., 1983:199)
Pada
dasarnya sewa menyewa dilakukan untuk waktu tertentu. Persewaan tidak berakhir
dengan meninggalnya orang yang menyewakan atau penyewa. Begitu juga karena
barang yang disewakan pindah tangankan.
Unsur-unsur
yang tercantum dalam perjanjian sewa menyewa adalah: [1]
a. Adanya
pihak yang menyewakan dan pihak penyewa
b. Adanya
konsensus antara kedua belah pihak
c. Adanya
objek sewa menyewa, yaitu barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak.
d. Adanya
kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan kenikmatan kepada pihak
penyewa atas suatu benda, dan
e. Adanya
kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran kepada pihak yang
menyewakan.
b) Subjek dan objek sewa menyewa
Pihak
yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa adalah pihak yang menyewakan dan
pihak penyewa. Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang
menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa
adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda dari pihak yang menyewakan.
Yang
menjadi objek dalam perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga. Dengan
syarat barang yang di sewakan adalah barang yang halal, artinya tidak
bertentangan dengan undang-undang ketertiban, dan kesusilaan.[2]
c) Bentuk dan substansi perjanjian sewa-menyewa
Di
dalam KUHperdata tidak ditentukan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa
menyewa yang dibuat oleh para pihak oleh karena itu, perjanjian sewa menyewa
dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan lisan. Dalam perjanjian sewa menyewa
bangunan, khususnya dalam praktik dibuat dalam bentuk tertulis dan isi
perjanjian itu telah dirumuskan oleh para pihak, dan atau Notaris. Akan tetapi
yang paling dominan dalam menentukan substansi kontrak adalah dari pihak yang
menyewakan, sehingga pihak penyewa berada pada pihak yang lemah. Dengan
demikian, semua persyaratan yang diajukan oleh pihak yang menyewakan tinggal
disetujui atau tidak oleh pihak penyewa.[3]
d) Kewajiban pihak yang menyewakan
Menurut
Pasal 1550-1554 KUHPerdata, kewajiban dari pihak yang menyewakan adalah:
1) Menyerahkan
barang yang disewakan kepada si penyewa
2) Memelihara
barang yang disewakan dengan baik
3) Menjamin
terhadap penyewa untuk dapat memakai dan menggunkan barang yang disewa dengan
aman selama berlakunya perjanjian sewa-menyewa
4) Menanggung
segala kekurangan dari barang yang disewakan yang dapat merintangi pemakaian
barang itu, walaupun pihak yang menyewakan tidak mengetahuinya sejak perjanjian
sewa dibuat
5) Mengganti
kerugian akibat cacadnya barang sewa
6) Tidak
diperkenankan selama waktu sewa merubah wujud amupun tataan barang yang
disewakan.
e) Kewajiban pihak penyewa
Menurut Pasal 1559-1566 KUHPerdata, kewajiban si
penyewa adalah:
1) Membayar
uang sewa pada waktu yang telah ditentukan
2) Memakai
barang yang disewa sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut
perjanjian sewanya
3) Mengganti
kerugian untuk segala kerusakan yang disebabkan oleh penyewa sendiri, atau oleh
orang-orang yang ada dalam rumah yang disewa selama waktu sewa.
4) Mengembalikan
barang barang yang disewa dalam keadaan
semula apabila perjanjian sewa-menyewa telah habis waktunya.
5) Menjaga
barang yang disewa sebagai tuan rumah yang baik.
6) Tidak
diperbolehkan menyewakan lagi barang sewaannya kepada orang lain.
f) Risiko dalam perjanjian sewa-menyewa
Perjanjian sewa-menyewa dapat batal demi
hukum apabila berang yang disewakan sama sekali usnah karena suatu kejadian
yang tidak disengaja (Pasal 1553 ayat 1 KUHPerdata)[4].
Resiko adalah suatu ajaran yang mewajibkan seseorang untuk memikul suatu
kerugian, jikalau ada suatu kejadian diluar kemampuan salah satu pihak yang
menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Dalam perjanjian sewa menyewa ini,
barang itu berada pada pihak penyewa. Musnah atas barang objek sewa dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu musnah secara total dan musnah sebagiandari
objek sewa.
a. Jika
barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara keseluruhan di luar
kesalahannya pada masa sewa, perjanjian sewa-menyewa itu gugur demi hukum dan
yang menanggung resiko atas musnahnya barang tersebut adalah pihak yang
menyewakan (Pasal 1553 KUH Perdata). Artinya, pihak yang menyewakan yang akan
memperbaikinya dan menanggung segala kerugiannya.
b. Jika
barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa dapat memilih
menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa atau akan meminta
pembatalan perjanjian sewa-menyewa ( pasal 1553 KUH Perdata). Pada dasarnya
pihak penyewa dapat menuntut kedua hal itu, namun ia tidak dapat menuntut
pembayaran ganti rugi kepada pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUH perdata)[5]
g)
Berakhirnya
perjanjian sewa-menyewa
Berakhir suatu perjanjian sewa-menyewa adalah
apabila:
1) Waktu
yang ditentukan dalam perjanjian telah habis (Pasal 1570 KUHPerdata).
2) Salah
satu pihak memutuskan perjanjian sewa-menyewa (Pasal 1571 KUHPerdata).
Selanjutnya menurut Pasal 1576 ayat
(1) KUHPerdata, dengan dijualnya barang yang disewa, maka tidak memutuskan
hubungan sewa. Artinya, yang tidak putus hubungannya hanya hak sewanya,
sedangkan hak lainnya putus. Sedangkakn menurut Pasal 1575 KUHPerdata,
perjanjian sewa tidak sekali-kali hapus dengan meninggalnya pihak yang
menyewakan maupun dengan meninggalnya pihak yang menyewa.
2. Perjanjian Jual-beli
a. Definisi
Perjanjian
jual-beli adalah suatu perjanjian timbal-balik, dimana pihak yang satu
(penjual) berjanji akan menyerahkan suatu barang, dan pihak lain (pembeli) akan
membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUHPerdata). Unsur pokok
perjanjian jual beli adalah “barang dan barang”. Perjanjian jual beli
bersifat konsensual yang ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH-Perdata, yang berbunyi:
“Jual beli dianggap sudah terjadi setelah mereka mencapai kata sepakat
tentang barang dan harga, meskipun benda tersebut belum diserahkan dan harga
belum dibayar.” (syahmin AK.,S.H.,M.,H. ,hal 50-51).
Di
dalam akta perjanjian jual beli harus dengan tegas dibuat apa saja yang menjadi
hak dan keajiban para pihak. Ada dua keajiban utama pihak penjual, yaitu: (a)
menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan; (b) menanggung
kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat
tersembunyi.
Sementara
itu, kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan
tempat sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian. Jika si pembeli tidak
membayar harga pembelian, si penjual dapat menuntut pembatalan pembelian, sesuai
dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH-Perdata yang berbunyi sebagai berikut.
Pasal
1266 KUH-Perdata merumuskan:
Syarat
batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal
balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban. Dalam hal yang
demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan
kepada hakim.
Permintaan
ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya
kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan
dalam persetujuan, hakim adalah leluasa menurut keadaan, atas permintaan
tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya,
jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan.
Pasal
1267 KUH-Perdata menegaskan :
Pihak
terhadap siapa perikatan tidak terpenuhi dapat memilih apakah ia jika hal itu
masih dapat di lakukan akan memaksa pihak yang akan memenuhi persetujuan, di
sertai pengantian biaya kerugian dan bunga.
Dalam
pelaksanaan perjanjian perlu di pertimbangkan peristiwa yang mungkin akan
terjadi, apabila terjadi dan membawa kerugian, siapa yang menanggung resiko
kerugian. Oleh karena itu, mengenai resiko sebaiknya ditegaskan dalam
perjanjian. Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu
kejadian (peristiwa) diluarkesalahan salah satu pihak. Mengenai resiko dalam
KUH-perdata telah ditentukan sebagai berikut :
- Mengenai barang tertentu, diatur dalam pasal 1460 yang berbunyi sebagai berikut
jika
kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah di tentukan, maka
barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun
penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya.
- Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran, menurut ketentuan pasal 1461 adalah sebagai berikut.
Jika
barang-barang tidak dijual menurut tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah atau
ukuran, maka barang-barang itu tetap atas tanggungan si penjual hingga
barang-barang ditimbang, dihiting atau diukur.
- Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan, maka menurut ketentuan pasal 1462 adalah sebagai berikut.
Jika
sebaliknya barang-barangnya dijual menurut tumpukan, maka barang-barang itu
adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung, atau
diukur.[6]
Salah
satu sifat yang penting dari jual beli menurut sistem kitab undang-undang Hukuk
Perdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya bersifat obligator yang
berarti bahwa jual beli belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan
meletakkan kewajiban kepada kedua belah pihak yaitu meberikan kepada si pembeli
hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang dijual. [7]
b. Momentum Terjadinya Kontrak Jual Beli
Pada
dasarnya,terjadinya kontrak jual beli antara pihak penjual dan pembeli adalah
pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan diantara mereka
tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya
belum dibayar lunas (pasal 1458 KUH perdata). Walaupun telah terjadinya penyesuan
antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik
pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda.
Penyerahan ini tergantung pada jenis bendanya.
a. Benda
bergerak.
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan
nyata dan kunci atas benda tersebut.
b. Piutang
atas nama dan benda tidak bertubuh.
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tidak
bertubuh lainya dilakukan dengan sebuah akta autentik atau akta di bawah
tangan.
c.
Benda tidak
bergerak.
Untuk benda tidak bergerak, penyerahanya dilakukan
dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpanan Hipotek.
d.
Benda atau
barang yangsudah di tentukan (pasal 1460 KUH perdata).
Benda atau barang yang sudah di tentukan di jual
maka barang itu saat pembelian menjadi tanggungan si pembeli, walaupun barang
itu belum di serahkan (pasal 1460 KUH perdata). Namun ketentuan itu telah di
cabut dengan SEMA nomer 3 tahun 1963, sehingga ketentuan ini tidak dapat di
terapkan secara tegas namun penerapannya harus memperhatikan :
1) Bergantung
pada letak dan tempat beradanya barang itu, dan
2) Bergantung
pada yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang tersebut.
e. Benda
menurut berat, jumlah, atau ukuran (pasal 1461 KUH perdata)
Barang yang dijual menurut berat, jumlah,atau
ukuran, tetap menjadi tanggungan si penjual hingga barang itu ditimbang,
dihtung atau diukur. Jadi, sejak terjadinya penimbagan perhitungan, dan
pengukuran atas barang maka tanggung jawab atas benda tersebut beralih kepada
si pembeli.
f. Jual
beli tumpukan (pasal 1462 KUH perdata).
Jika barang yang dijual menurut tumpukan maka sejak
terjadinya kesepakatan tentang harga dan barang maka sejak saat itulah
barang-barang itu menjadi tanggung jawab si pembeli walaupun baramg itu belum
ditimbang, dihitung, atau diukur.
g. Jual
beli percobaan (pasal 1463 KUH perdata).
Jual beli percobaan merupakan jual beli dengan
syarat tangguh.
h.
Jual beli dengan
sistem panjar (pasal 1464 KUH perdata).
Jual
beli dengan sistem panjar merupakan suatu jual beli yang diadakan antara
penjual dan pembeli. Di dalam jual beli itu pihak pembeli menyerahkan uang
petschot/panjar atas harga barang sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak
tersebut. Jual beli dengan sistem ini salah satu pihak tidak dapat meniadakan
pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang pinjamannya.
Tentang
peyerahan barang ini dilakukan secara yuridis. Dan sebagaimana telah diketahui
bahwa penhyerahan barang dalam artian yuridis ada tiga macam yakni :
a. Penyerahan
barang bergerak dilakukan dengan penyerahan secara nyata atau menyerahakan
kekuasaan barangnya (pasal 612 kitab Udang-Undang Hukum Perdata).
b. Penyerahan
barang tidak bergerak terjadi pengutipa sebuah kata “akta transport” dalam
register nama di depan Pegawai Balik Nama ( Orodonasi Balik Nama L.N. 1834-27).
Sejak berlakunya Undang- Undang pokok Agraria (UU No.5 Tahun 1990) dengan pembuatan aktanya
jaul beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah).
c. Penyerahan
piutang atas nama dilakukan dengan pembuatan sebuah akta yang diberikan kepada
si beruatang (akta “cessie”, pasal 613).[8]
c. Subjek Dan Objek Jual Beli
pada
dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian
jual beli, yaitu bertindak sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang
bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Namun, secara yuridis ada
beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakuakan perjanjian jual beli,
sebagaimana dikemukakan berikut ini:
a. Jual
beli antara suami istri.
Pertimbangan hukum tidak di perkenankan jual beli
antara suami dan istri adalah karena mereka sejak terjadi perkawinan, maka
sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harga bersama,
kecuali ada perjanjian kawin namun itu ada pengecualiannya, yaitu
1) Jika seorang suami atau istri menyerahkan
benda-benda kepada istri atau kepada suaminya, dari siapa ia oleh pengadilan
telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istrimenurut
hukum.
2) Jika penyerahan dilakuan oleh seorang suami
kepada istrinya, juga dari siapa ia di pisahkan berdasarkan kepda suatu alasan
yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah di jual atau
uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu di kecualikan dari persatuan.
3) Jika si isrti menyerahkan barang-barang
kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang telah ia janjikan yang telah
ia janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.
b.
Jual beli oleh
para hakim, jaksa, advokat, pengacara, juru sita, dan notaris.
Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual
beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang dalam sengketa. Apabila hal
itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan
untuk pengantian biaya, rugi, dan bunga.
Yang dapat menjadi objek dalam jual beli
adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak.sedangkan yang tidak di perkenankan
untuk tidak diperjualbelikan adalah
1) Benda
atau barang orang lain,
2) Barang
yang tidak diperkenankan olehundang-undang, seperti jual beli narkotika,
3) Bertentangan
dengan ketertiban.
Apabila hal itu tetap dilakukan
maka jual beli itu batal demi hukum. Kepada
penjual dapat di tuntut pengantian biaya, kerugian, dan bunga.
d. Bentuk dan substansi perjanjian jual beli
Di dalam KUH Perdata tidak
ditentukan secara tegas tentang bentuk perjanjian jual beli. Bentuk perjanjian
jual beli dapat dilakukan secara lisan dan maupun tertulis. Perjanjian jual
beli secara lisan cukup dilakukan berdasarkan konsensus para pihak tentang
barang dan harga. Sedangkan perjanjian jual beli secara tertulis merupakan
perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis, apakah itu dalam
bantuk akta dibawah tangan maupun autentik. Didalam perjanjianjual beli tanah,
biasanya dibuat dalam akta auntetntik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang
untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta jual beli tanah adalah Camat
dan atau Notaris PPAT. Biasanya akta jual beli tanah tersebut telah ditentukan
bentuknya dalam sebuah formulir. Para Camat dan Notaris PPAT tinggal mengisi
hal-hal yang kosong dalam akta jual beli tersebut.
a. Saat
terjadinya jual-beli
Jual-beli
ini dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketiak setelah kedua
belah pihak mencapai kata sepakat tentang barang dan harganya, meskipun barang
itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar (Pasal 1458 KUHPerdata). Hal
ini sesuai dengan asas konsensualitas dalam perjanjian.
b. Jual-beli
yang batal
Jual-beli barang orang
lain adalah batal, dan dapat memberikan dasar untuk menggantikan biaya kerugian
dan bunga jika si pembeli tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang
lain (Pasal 1471 KUHPerdata). Jika pada saat penjualan, barang yang dijual sama
sekali telah musnah, maka pembelian adalah batal. Tetapi apabila yang musnah
hanya sebagian saja, maka pembeli dapat memilih antara pembelian atau
pembatalan sisa barang (Pasal 1472 KUHPerdata).
c.
Resiko dalam Jual-beli
Mengenai
resiko dalam jual-beli ini dalam KUHPerdata diatur sebagai berikut :
1)
Jika kebendaan
yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang itu
sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahnnya belum
dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya (Pasal 1460 KUHPerdata).
2)
Jika
barang-barang itu dijual menurut berat, jumlah atau ukuran, maka barang itu
tetap atas tanggungan si penjual hingga barang-barang tersebut ditimbang,
dihitung atau diukur (Pasal 1461 KUHPerdata).
3)
Jika barang yang
duijual menurut tumpukan, maka barang-barang itu atas tanggungan si pembeli,
meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur (Pasal 1462 KUHPerdata).
4)
Biaya akta
jual-beli dan lain-lain biaya tambahan dipikul oleh si pembeli, jika tidak
telah diperjanjikan sebaliknya (Pasal 1466 KUHPerdata).
d.
Kewajiban
penjual
Menurut Pasal 1473
KUHPerdata, seoarng penjual diwajibkan menyatakan dengan tegas untuk apa ia mengikatkan
dirinya dan segala janji yang tidak terang akan ditafsir untukkerugiannya.
Disamping kewajiban tersebut, menurut pasal 1474 KUHPerdata mempunyai 2
kewajiban utama, yaitu :
1)
Menyerahkan
barangnya.
2)
Menanggung
barang yang dijual.
Penyerahan disini berartipemindahan
barang yang telah dijual kedalam kekuasaan dan dalam kepunyaan si pembeli
(Pasal KUHPerdata). Sedangkan penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual
terhadap si pembeli adalan untuk menjamin dua hal, yaitu:
1)
Menjamin
penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram
2)
Menjamin tidak
adanya cacad barang yang tersembunyi
e.
Kewajiban
pembeli
Keajiban utama si
pembeli adalah membayar harga pembelian, pada tempat dan waktu yang sebagaimana
di tetapkan menurut perjanjian (Pasal
1513 KUHPerdata). Jika pada waku membuat perjanjian tidak ditetapkan
tempat dan waktu pembayaran, maka si pembeli harus membayar di tempat dan pada
waktu dimana penyerahan harus dilakukan (Pasal 1514 KUHPerdata). Jika si
pembeli tidak membayar harga pembelian, maka si penjual dapat menuntut
pembatalan pembelian (pasal 1517 KUHPerdata).
f.
Hak untuk
membeli kembali
Si penjual diberikan
hak untuk mengembalikan kembali branga yang telah dijual asalkan ada perjanjian
sebelumnya dengan syarat bahwa penjual akan mengembalikan harga beli serta
memberikan ganti rugi (Pasal 1519 KUHPer). Hak membeli kembali tidak boleh
diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama dari 5 tahun (Pasal 1520 KUHPerdata).
3. Perjanjian Tukar-Menukar
1. Pengertian
Tukar
menukar diatur dalam pasal 1541-1546 KUH Perdata. Perjanjian tuka menukar
adalah “suatu persetujuan dengan mana ke dua belah pihak mengikatkan dirinya
untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai suatu ganti
barang lainnya.” (pasal 1541 KUH Perdata).
Algra
mengartikan perjanjian tukar menukar adalah “suatu perjanjian dimana pihak-pihak
mengikatkan diri untuk saling memberikan benda kepada satu sama lain.”
(Algra,dkk. 1983:487)
Dapat
disimpulkan bahwa perjanjian tukar menukar adalah perjanjian yang dibuat antara
pihak satu dengan yang lain, dimana pihak satu menyerahkan barang yang ditukar
begitu pula pihak lainnya berhak mendapatkan barang yang ditukar. Adapun barang
yang ditukar dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak,
penyerahan barang bergerak cukup menyerahkan nyata, sedangkan barang tidak
bergerak menggunakan cara yuridis formal.
2.
Unsur-unsur
Unsur-unsur yang
tercantum dalam ke dua definisi di atas adalah
a. Adanya
subjek hukum
b. Adanya
kesepakatan subjek hukum
c. Adanya
objek
d. Masing-masing
subjek hukum menerima barang yang menjadi objek tukar menukar
3. Hak dan kewajiban dalam Perjanjian Tukar Menukar
Pihak
pertama dan pihak kedua, masing-masing berkewajiban untuk menyerahkan barang
yang ditukar sedangkan haknya menerima barang yang ditukar.
4. Resiko dalam Perjanjian Tukar Menukar
Jika
barang yang menjadi objek tukar menukar musnah diluar kesalahan salah satu
pihak maka perjanjian tukar menukar itu menjadi gugur. Pihak yang telah
menyerahkan barang dapat menuntuk kembali barang yang telah diserahkannya
(pasal 1545 KUH Perdata)
4. Perjanjian Beli sewa
1) Pengertian
Beli sewa adalah jual beli barang dimana
penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga yang telah
disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, suatu hak milik atas barang
tersebut beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas
oleh pembeli kepada penjual[9].
2) Unsur-unsur dalam perjanjian beli sewa antara lain :
a.
Adanya jual beli
barang
b.
Penjualan dengan
memeperhitunglan setiap pembayaran
c.
Objek beli sewa diserahkan
oleh pembeli
d.
Momentum
ketentuan hak milik setelah pelunasan terakhir
berdasar
definisi tersebut di atas, pengertian beli sewa dikonstruksikan sama dengan
perjanjian sewa menyewa barang, dalam arti bahwa si pembeli hanya pemakai
belaka, tetapi kalau harganya sama, maka si penyewa menjadi pembeli.
3) Kalusula-klausula
1)
Klausula
Penundaan Peralihan Hak
Dalam beli sewa, klausul penundaan peralihan hak, ini merupakan suatu karakter utama, hal ini berhubungan langsung dengan proses peralihan hak milik. Dalam proses peralihan hak milik tidak disyaratkan adanya suatu bentuk hukum, akan tetapi peralihan hak milik tersebut berlangsung tanpa melalui proses apapun yaitu terjadi dengan sendirinya. Hak milik beralih kepada pembeli bila ia telah memenuhi semua kewajibannya berdasarkan persetujuan pembelian (uit hoofde van de koopovereenkomst).
Dalam beli sewa, klausul penundaan peralihan hak, ini merupakan suatu karakter utama, hal ini berhubungan langsung dengan proses peralihan hak milik. Dalam proses peralihan hak milik tidak disyaratkan adanya suatu bentuk hukum, akan tetapi peralihan hak milik tersebut berlangsung tanpa melalui proses apapun yaitu terjadi dengan sendirinya. Hak milik beralih kepada pembeli bila ia telah memenuhi semua kewajibannya berdasarkan persetujuan pembelian (uit hoofde van de koopovereenkomst).
2)
Klausul
Menggugurkan (Verval Clausule)
Pada umumnya syarat yang tercantum pada perjanjian beli sewa adalah syarat menggugurkan atau jatuh tempo. Syarat ini merupakan akibat adanya syarat tentang hak milik yang belum beralih kepada pembeli atau dengan kata lain adanya syarat penundaan peralihan hak, sehingga keadaan demikian membawa akibat bahwa selama masa pembayaran angsuran hak milik masih di tangan penjual.
Pada umumnya syarat yang tercantum pada perjanjian beli sewa adalah syarat menggugurkan atau jatuh tempo. Syarat ini merupakan akibat adanya syarat tentang hak milik yang belum beralih kepada pembeli atau dengan kata lain adanya syarat penundaan peralihan hak, sehingga keadaan demikian membawa akibat bahwa selama masa pembayaran angsuran hak milik masih di tangan penjual.
3)
Status uang yang
telah dibayarkan pembeli kepada penjual
Sepanjang pembeli masih mengangsur atau belum melunasi pembayaran maka uang tersebut telah dibayarkan kepada penjual apabila terjadi wanprestasi umumnya tidak dikembalikan meskipun barang telah ditarik.
Sepanjang pembeli masih mengangsur atau belum melunasi pembayaran maka uang tersebut telah dibayarkan kepada penjual apabila terjadi wanprestasi umumnya tidak dikembalikan meskipun barang telah ditarik.
4)
Klausul Larangan
Memindahtangankan Objek Perjanjian (verreemdigs clausule)
Adanya syarat bahwa selama masa pembayaran angsuran hak milik masih ada ditangan penjual, mengakibatkan pembeli selama itu belum menjadi pemilik, oleh karena itu, maka selama periode pembayaran angsuran atau selama masa mengangsur, pembeli tidak dapat menjual atau menggadaikan atau memindahtangankan barang (objek perjanjian) tersebut. Apabila terjadi pemindahtanganan objek perjanjian beli sewa selama masa angsuran, maka dapat dianggap sebagai penggelapan. Selain itu di dalam masa angsuran pembeli juga diwajibkan untuk memelihara barang yang dibelinya dan tidak boleh menyalahgunakannya ataupun mengubahnya.
Adanya syarat bahwa selama masa pembayaran angsuran hak milik masih ada ditangan penjual, mengakibatkan pembeli selama itu belum menjadi pemilik, oleh karena itu, maka selama periode pembayaran angsuran atau selama masa mengangsur, pembeli tidak dapat menjual atau menggadaikan atau memindahtangankan barang (objek perjanjian) tersebut. Apabila terjadi pemindahtanganan objek perjanjian beli sewa selama masa angsuran, maka dapat dianggap sebagai penggelapan. Selain itu di dalam masa angsuran pembeli juga diwajibkan untuk memelihara barang yang dibelinya dan tidak boleh menyalahgunakannya ataupun mengubahnya.
5)
Klausul
pemeliharaan
Dalam kurun waktu pembayaran angsuran, maka pembeli diwajibkan untuk memelihara dan merawat barang sebagaimana barang tersebut adalah miliknya
Dalam kurun waktu pembayaran angsuran, maka pembeli diwajibkan untuk memelihara dan merawat barang sebagaimana barang tersebut adalah miliknya
6)
Klausul Risiko
Dalam perjanjian beli sewa, barang sudah beralih kepada pembeli sejak penandatanganan kontrak, sehingga disyaratkan bahwa risiko ada pada pembeli. Dalam kenyataannya selama masa angsuran ada penundaan peralihan hak sehingga pembeli pada saat itu belum menjadi pemilik.
Dalam perjanjian beli sewa, barang sudah beralih kepada pembeli sejak penandatanganan kontrak, sehingga disyaratkan bahwa risiko ada pada pembeli. Dalam kenyataannya selama masa angsuran ada penundaan peralihan hak sehingga pembeli pada saat itu belum menjadi pemilik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahsan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa sewa menyewa dalam perjanjian hukum perdata adalah salah
satu perjanjian dengan mana pihak yang satu (yang menyewakan) mengikatkan
dirinya untuk memberikan suatu barang kepada pihak lainnya (penyewa) untuk
digunakan dalam waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang telah
disanggupi pihak tersebut (Pasal 1548 KUHPerdata). Adapun unsur-unsur nya yaitu pihak yang
menyewakan dan pihak penyewa, konsensus antara kedua belah pihak, objek sewa
menyewa, yaitu barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, kewajiban
dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa
atas suatu benda, dan kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran
kepada pihak yang menyewakan.
Perjanjian sewa-menyewa dapat batal
demi hukum apabila berang yang disewakan sama sekali usnah karena suatu
kejadian yang tidak disengaja (Pasal 1553 ayat 1 KUHPer). Berakhir suatu
perjanjian sewa-menyewa adalah apabila: Waktu yang ditentukan dalam perjanjian
telah habis (Pasal 1570 KUHPer) dan Salah satu pihak memutuskan perjanjian
sewa-menyewa (Pasal 1571 KUHPer).
Perjanjian jual-beli adalah suatu
perjanjian timbal-balik, dimana pihak yang satu (penjual) berjanji akan
menyerahkan suatu barang, dan pihak lain (pembeli) akan membayar harga yang
telah dijanjikan (Pasal 1457 KUHPer). Unsur pokok perjanjian jual beli adalah “barang
dan barang”. Perjanjian jual beli bersifat konsensual yang ditegaskan dalam
Pasal 1458 KUH-Perdata. Untuk penyerahan
barang dalam jual beli tergantung pada jenis barangnya.
Perjanjian
tukar-menukar adalah adalah “suatu persetujuan dengan mana ke dua belah pihak
mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik
sebagai suatu ganti barang lainnya.” (pasal 1541 KUH Perdata). Adapun barang
yang ditukar dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak,
penyerahan barang bergerak cukup menyerahkan nyata, sedangkan barang tidak
bergerak menggunakan cara yuridis formal.
Beli
sewa adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang
dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli
dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati bersama dan diikat dalam
suatu perjanjian, suatu hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual
kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. Ada
beberapa klausa dalam perjanjian beli sewa
DAFTAR PUSTAKA
Salim, Hukum
Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Simanjuntak, Pokok-pokok
Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, Cet. II, 2005
Subekti, Hukum
Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, Cet XII, 1990
Syahmin
AK., Hukum Kontrak Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006.
Massofa,
Tentang Beli sewa dalam https://massofa.wordpress.com/2012/01/11/tentang-beli-sewa/
diakses tanggal 27 Februari 2016 pukul 07.30 wib
[1]
Salim, Hukum Kontrak
Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
hlm.58-59
[2] Salim, Hukum Kontrak Teori da
Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) hlm. 59
[3] Ibid... hlm.59
[4]
Simanjuntak, pokok-pokok
hukum perdata indonesia, (jakarta: Djambatan, 2005) hlm. 359
[5]
Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik
Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) hlm.62
[6] Syahmin AK., Hukum Kontrak
Internasional, (jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006) hlm. 52-53
[7]
Subekti, Hukum
Perjanjian, (jakarta: PT Intermasa, Cet XII, 1990) hlm. 80
[8]
Ibid...
[9]
Massofa, Tentang Beli sewa dalam https://massofa.wordpress.com/2012/01/11/tentang-beli-sewa/
diakses tanggal 27 Februari 2016 pukul 07.30 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar