PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika
adalah acode or set of principles
which people live (kaedah
atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).
Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara
rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral
berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan
buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa
sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada
tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk
apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika.
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis
berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan
problem-problem (moral) dalam praktek bisnis merek.
Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi
khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental
kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana
ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh
sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Etika bisnis
hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip
ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
Etika Bisnis Islam?
2.
Bagaimana
pandangan Islam tentang Bisnis?
3.
Bagaimana Konsep
Dasar Bisnis dalam Islam?
4. Bagaimana
Maksud, Tujuan, dan Orientasi Bisnis Islam?
5.
Apa perbedaan
bisnis Islam dengan Bisnis non-Islam (Konvensional)?
6.
Berikan Contoh
tentang Bisnis Islam!
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Menjelaskan
Pengertian Etika Bisnis Islam
2.
Menjelaskan
pandangan islam terhadap bisnis
3.
Menjelaskan
konsep dasar bisnis dalam Islam
4.
Menjelaskan
Maksud, Tujuan, dan Orientasi bisnis Islam
5.
Membedakan
bisnis islam dengan bisnis Non-Islam
6.
Memberikan
contoh tentang Bisnis Islam
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika Bisnis Islam
“Secara umum etika dapat diartikan sebagai satu
usaha sistematis, dengan menggunakan akal untuk memaknai individu atau sosial
kita, pengalaman moral, dimana sengan cara itu,dapat menentukan peran yang akan
mengatur tindakan manusia dan nilai yang bermanfaat dalam kehidupan”[1].
Etika
disinonimkan dengan moralitas. Sebuah tindakan, yang secara moral dianggap
benar, disebut tindakan yang etis. Kode moralitas disebut kode etik. Etika
bisnis juga disebut sebagai moralitas bisnis. Moralitas merupakan suatu
tindakan normatif dan model yang tercermin dalam tingkah-laku kita.
Etika normatif, berusaha mensuplai dan menilai
sistem moral yang masuk akal. Hal ini memberi nilai dasar pada sistem moral.
Sistem moral tersebut yang memberi tata-aturan yang mengatur perilaku individu
dengan mendefinisak tindakan-tindakan yang benar dan salah.
Sehingga diperoleh definisi bahwa etika adalah model
perilaku yang hendaknya diikuti untuk mengharmoniskan hubungan manusia,
meminimalkan penyimpangan, dan berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat.[2]
Secara prinsipil, etika sebagai kajian kritis atas
fenomena moral dalam kehidupan manusia mempunyai tugas utama untuk membangun
kesadaran moral dari pada sekedar imperatif memberikan ajaran-ajaran moral.
Dengan demikian etika dapat melahirkan pemahaman baru dari kesadaran yang baru
pula.[3]
Dalam hubungannya etika dan dunia bisnis, Robby .I
Candra memberikan ciri-ciri atau prinsip etika sebagi berikut, yaitu :
Pertama,
berurusan dengan hal-hal yang mempunyai konsekuensi serius untuk kebaikan,
kesejahteraan manusi
Kedua,
validitas suatu prinsip etika tidak terutama tergantung pada legitimasi yang
diberikan oleh suatu lembaga, tetapi tergantung pada alasan-alasan dan nalar
yang mendukung prinsip tersebut
Ketiga,
mengatasi interes pribadi dan
Keempat,
bertumpu pada sejumlah pertimbangan-pertimbangan yang tidak berpihak atau
imparsial. [4]
B. Pandangan
Islam tentang Bisnis
Di dalam Al-Quran telah banyak membahas mengenai
kehidupan manusia, Al-Qurna mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan
tuntutan-tuntutannya dalam segala aspek kehidupan yang seringkali menggunakan
istilah-istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, yakni jual beli, untung rugi
dan sebgainya. Dalam surat At-Taubah ayat 11, Allah menawarkan satu bursa yang
tidak mengenal kerugian dan penipuan. Selain itu juga dijelaskan di dalam
Al-Quran bahwa Allah tidak memberi peluang bagi seorang muslim untuk menganggur
sepanjang saat yang dialami dalam kehidupan di dunia ini.
Dengan
demikian prinsip dasar hidup yang ditekankan dalam Al-Quran adalah kerja dan
kerja keras[5].
Didalam diri manusia juga terdapat hiasan yakni syahawat
yang merupakan bahan bakar yang melahirkan dorongan bekerja dan bukan hanya
bekerja yang asal-asalan tetapi bekerja yang serius sehingga menghasilkan
keletihan. Selain itu didalam Al-Quran, bekerja dikaitkan dengan keimanan. Hal
ini menunjukan bahwa kegiatan dan keimanan bagiakan hubungan antara akar dengan
buahnya. Bahkan dijelakan dalam Al-Quran bahwa (Al-Furqan:23).
!$uZøBÏs%ur 4n<Î) $tB (#qè=ÏJtã ô`ÏB 9@yJtã çm»oYù=yèyfsù [ä!$t6yd #·qèWY¨B ÇËÌÈ
dan Kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.
Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (mencari
kelebihan karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam
pengertian tidak mengesamping kan dan tujuan yang hakiki, yaitu keuntungan yang
dijanjikan Allah. Allah menggaris bawahi bahwa yang dorongan yang seharusnya
lebih besar bagi dorongan bisnis adalah memperoleh apa yang ada disisi Allah.
Pandangan orang yang bekerja dan berbisnis harus
melampaui masa kini dan masa depannya yang dekat. Dengan demikian visi masa
depan dalam berbisnis merupakan etika pertama dan utama yang digariskan
Al-Quran sehingga pelaku-pelakunya tidak sekedar mengejar keuntungan sementara
yang akan segera habis, tetapi selalu berorientasi masa depan.
Al-Quran memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas,
yaitu visi bisnis masa depan yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan
semata-mata mencari keuntungan sesaat tapi melainkan mencari keuntungan yang
secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya).
C. Konsep
Dasar Bisnis Islam
1) Konsep
Peran Manusia
Untuk
memahami etika usaha yang Islami, terlebih dahulu harus dipahami peran (dan
Tugas) manusia di dunia. Allah swt. Telah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat
ayat 56 :
$tBur
àMø)n=yz
£`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ)
Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
“dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”
Ayat
ini menegaskan bahwa Allah swt. Tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan
untuk mengenal-Nya dan supaya menyembah-Nya.
Firman
Allah swt. Dalam surat At-Taubat ayat 31 :
(#ÿräsªB$#
öNèdu$t6ômr&
öNßguZ»t6÷dâur
$\/$t/ör&
`ÏiB
Âcrß
«!$#
yxÅ¡yJø9$#ur
Æö/$#
zNtötB
!$tBur
(#ÿrãÏBé&
wÎ)
(#ÿrßç6÷èuÏ9
$Yg»s9Î)
#YÏmºur
( Hw tm»s9Î)
wÎ)
uqèd
4 ¼çmoY»ysö7ß
$£Jtã
cqà2Ìô±ç
ÇÌÊÈ
31.
mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan
selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam,
Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Maksudnya adalah mereka mematuhi ajaran-ajaran
orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun
orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan
yang halal. Semua tindakan manusia di dunia ini adalah semata-mata ibadah,
semata-mata untuk mengabdi kepada Allah Swt. Sebagai abdi Allah, dalam semua
tindakannya manusi harus mengikuti perintah-Nya dan menghindari Larangan-Nya.
Semua tindakan tersebut juga dalam tindakan berusaha.
Disamping sebagai abdi dari Allah swt, manusia juga
diangkat oleh Allah swt. Untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Sebagaimana
difirmankan dalam Surah Al-Baqarah ayat 30 :
øÎ)ur
tA$s%
/u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y`
Îû
ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz
( (#þqä9$s%
ã@yèøgrBr&
$pkÏù
`tB
ßÅ¡øÿã
$pkÏù
à7Ïÿó¡our
uä!$tBÏe$!$#
ß`øtwUur
ßxÎm7|¡çR
x8ÏôJpt¿2
â¨Ïds)çRur
y7s9
( tA$s%
þÎoTÎ)
ãNn=ôãr&
$tB
w tbqßJn=÷ès?
ÇÌÉÈ
30.
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
2) Konsep
Syariat Islam
Ketentuan Allah swt.
Yang berkaitan dengan manusia disebut sebagai syariat yang artinya
adalah jalan hukum atau aturan. Menurut Imam Ghazali, tujuan utama syariat
adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencangkup perlindungan keimanan
(aqidah), kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda (mal) mereka. Segala
sesuatu yang menjamin terlindungnya kelima perkara ini adalah maslahah bagi
manusia dan dikehendaki oleh manusia.
Ahli pikir Ibnu Qayyun juga menyatakan, bahwa orang
yang tinggi cita-citanya hanya menggantungkan segala urusannya kepada Allah,
tidak mengharapkan sesuatu balsan kecuali ridha Allah.tingkah laku dan dan
etika yang menghiasi pribadinya mnejadi dasar dalam berdakwah yang tidak
ditukar dengan sesuatu yang merusak kepribadiannya. Sehingga, syariat Islam
akan menentukan kepribadian seorang
muslim yang akan tercermin dalam tingkah lakunya sehari-hari, termasuk
tingkah laku dalam berusaha dan dalam menghadapi tantangan hidup di dunia.
3) Tata
Nilai Islam
Dalam
menjalankan perannya sebagai wakil Allah swt. Menjadi khalifah di dunia, manusi
harus mengikuti tata nilai yang ditetapkan Allah swt. Tata nilai tersebut
mengacu pada tujuan hidup manusia yaitu, memperoleh kesejahteraan hidup di
dunia dan akhirat.
Tata
nilai menurut ajaran Islam, yaitu sebagai berikut[6]
:
a) Kesejahteraan
di akhirat lebih utama dari kesejahteraan di dunia, namun manusia tidak boleh
melupakan hak nya atas kenikmatan dunia
b) Namun
di lain pihak, kenikmatan dunia tidak boleh melupakan hak nya kewajiban sebgai
abdi Allah dan sebagai khalifah di dunia
c) Manusia
tidak akan memperoleh kecuali yang diusahakannya, dan Allah swt. Menjamin akan
mendapat balasan yang sempurna
d) Dalam
setiap Rahmat dari Allah berupa harta yang diterima oleh manusia, terdapat hak
orang lain. Oleh karena itu, harta harus dibersihkan dengan mengeluarkan zakat,
infaq, dan sedekah.
4) Dasar
Konsep Bisnis
Allah telah memerintahkan kepada seluruh manusia
(bukan hanya untuk orang yang beriman dan muslim saja) untuk hanya mengambil
segala sesuatu yang halal dan baik (thoyib). Selain itu, Allah juga memerintahkan
untuk tidak mengikuti langkah-langkah syaitan dengan mengambil yang tidak halal
dan tidak baik.
Allah menyuruh manusia memakan yang baik sedangkan
makanan yang diharamkan oleh beberapa kabilah yang ditetapkan menurut kemauan
dan peraturan yang mereka buat sendiri halal dimakan, karena Allah tidak
mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan beberapa macam makanan
tertentu, sebagaimana tersebut dalam ayat 3 Surat Al-Maidah dan dalam ayat 173
surat kedua ini. Adapun selain yang diharamkan itudan selain yang tersebut
dalam hadist, sesuai dengan pendapat sebagian ulama adalah halal, boleh
dimakan. Kabilah-kabilah itu hanya mengharamkan beberapa jenis tanaman dan
binatang berdasarkan hukum yang mereka tetapkan dengan mengikuti tradisi yang
mereka pusakai dari nenek moyang mereka, dan karena memperturutkan hawa nafsu
serta kemauan setan belaka.
Oleh karena itu, islam mengharuskan manusia untuk
hanya mengambil hasil yang halal, dalam berusaha meliputi halal bagi segi
materi, halal dari cara memperolehnya , serta juga harus halal dalam cara
pemanfaatan atau penggunaannya. Banyak manusia yang mendebatkannya mengenai
ketentuan halal ini. Padahal, bagi umat Islam acuannya sudah jelas yaitu sesuai
dengan sabda Rasulullah saw. : “sesungguhnya perkara halal itu jelas dan
perkara haram itupun jelas, dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang
syubhat (meragukan) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Oleh karena itu
barang, barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat, ia telah terbebas (dari
kecaman) untuk agamanya dan kehormatannya.....ingat!”
“sesungguhnya
di dalam tubuh itu ada sebuah gumpalan, apabila ia baik, maka baik pula seluruh
tubuh, dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh , tidak lain ia adalah
hati.” (hadis)
Jadi, sesungguhnya yang halal dan haram itu jelas.
Bila masih diragukan, maka sebenarnya ukurannya berkaitan erat dengan hati
manusia itu sendiri. Bila hatinya jernih , maka segala yang halal akan menjadi
jelas. Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak halal-termasuk yang syubhat-
tidak boleh manjadi objek usaha, dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian
dari hasil usaha.
D. Maksud,
Tujuan, dan Orientasi Bisnis Islam
Mengenai Maksud, tujuan tentang bisnis Islam sudah
dijelaskan di dalam Al-Quran yakni :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ #sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?
artinya : hai orang-orang yang beriman apabila disuruh untuk menunaikan
sembahyang pada hari jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui apabila telah di tunaikan sembahyang maka bertebarankah di muka bumi
dan carilah karunia Allah dan inggatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
(QS. Al-Jumu’ah: 9-10).
Dalam firman Allah diatas mengandung pengertian bahwa bisnis dilakukan
dengan tidak mengesampingkan tujuan hakiki. Meskipun setiap manusia memerlukan
harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya manusia akan selalu
berusaha memperoleh harta kekayaan, salah satu usaha untuk memperolehnya adalah
dengan bekerja. Sedangkan salah satu dari bentuk bekerja adalah berdagang atau
bisnis.
Islam mewajibkan setiap muslim (khususnya) mempunyai tanggungan untuk
bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia
mencari nafkah (rezeki). Allah melapangkan bumi dan seisinya dengan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki, antara
lain firman Allah swt. Surah Al-Mulk ayat 15 :
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ
Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah
bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari
rezekinya.
Disamping anjuran untuk mencari rezeki, islam sangat menekankan atau
mewajibkan aspek kehalalan, baik dari segi perolehan maupun pendayagunaannya
(pengolahannya dan pembelanjaan). Jadi maksud dilakukannya bisnis secara islami
adalah untuk mencari rindlo Allah swt dan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Dengan kendali syariat, bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai
empat hal utama, yaitu sebagai berikut :
- Target Hasil; Profit Materi dan Benefit Nonmateri
Tujuan
bisnis tidak selalu untuk mencari profit (qimah maddiyah atau nilai materi),
tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat)
nonmateri, baik bagi si pelaku bisnis itu sendiri maupun pada lingkungan yang
lebih luas, seperti terciptannya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan
sebagainya. Disamping untuk mencari qimah maddiyah, juga masih ada dua
orientasi lainnya , yaitu qimah khuluqiyah dan ruhiyah. Qimah khuluqiyah yaitu
nilai-nilai akhlak mulia yang menjadi suatu kemestian yang muncul dalam
kegiatan bisnis, sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang islami, baik
antara majikan dengan buruh maupun antara penjual dengan pembeli (bukan hanya
sekedar hubungan fungsional maupun professional semata).
Qimah
ruhiyah berarti, perbuatan tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu aktivitas bisnis, maka harus
disertai dengan kesadaran hubungannya dengan Allah. Inilah yang dimaksud, bahwa
setiap perbuatan muslim adalah ibadah. Amal perbuatannya bersifat materi,
sedangkan kesabaran akan hubungannya dengan Allah ketika melakukan bisnis dinamakan
ruhnya.
- Pertumbuhan
Jika
profit materi dan benefit nonmateri telah diraih, maka diupayakan pertumbuhan
atau kenaikan akan terus menerus meningkat setiap tahunnya dari profit dan
benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syariat. Misalnya,
dalam meningkatkan jumlah produksi, seiring dengan perluasan pasar dan
peningkatan inovasi agar bias menghasilkan produk baru, dan sebagainya.
- Keberlangsungan
Pencapaian
target hasil dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya dalam kurun
waktu yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor
syariat islam.
- Keberkahan
Factor
keberkahan atau upaya mengapai ridho Allah, merupakan puncak kebahagiaan hidup
muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi keberkahan ini menjadi
visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis selalu dalam kendali
syariat dan diraihnya kerindhoan Allah.[7]
E. Perbedaan
Bisnis Islam dan Bisnis Konvensional
Bisnis islam yang dikendalikan oleh aturan halal dan
haram, baik dari cara memperoleh maupun pemanfaatan harta, sama sekali berebda
dengan bisnis non-Islam. dengan landasan sekulerisme yang bersendikan
nilai-nilai material, bisnis non-islam tidak memperhatikan halal-haram dalam
setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan untuk meraih
tujuan-tujuan bisnis. Oleh karena itu, selutuh bangunan karakter bisnis
non-Islam diarahkan pada hal-hal yang bersifat endawi dan menfikan nilai
ruhiyah, serta keterkaitan pelaku bisnis pada aturan yang lahir dan nilai-nilai
transendental (aturan halal dan haram). Kalaupun ada aturan, hal ini semata
bersifat etik yang tidak ada hubungannya dengan dosa dan pahala. Dengan melihat
karakter maka bisnis itu akan hidup secara ideal dalam sistem dan lingkungan
yang ada.
Untuk memperjelas perbedaan antara Bisnis Islam dan
Non-Islam, maka dapat dilihat dalam skema di bawah ini[8]
:
No.
|
Aspek
|
Ekonomi
Islam
|
Kapitalisme
|
1
|
Ide
|
Allah swt.
|
Manusia
|
2
|
Sumber
|
Al-Quran dan Hadist
|
Daya Pikir Manusia
|
3
|
Motif
|
Ibadah
|
Rasional Materialisme
|
4
|
Paradigma
|
Islam
|
Pasar
|
5
|
Tujuan
|
Falah dan Maslahah (dunia-akhirat)
|
Utilitarian, Individualisme
|
6
|
Filosofi Operasional
|
Keadilan, kebersamaan, dan tanggung
jawab (masuliyah)
|
Liberalisme, laissez faire
|
7
|
Kepemilikan Harta
|
Milik absolut pada Allah swt., Manusia
penerima amanah, Hak Milik Relatif
|
Hak milik absolut pada manusia
|
8
|
Sistem Investasi
|
PLS
|
Bunga
|
9
|
Distribusi Kekayaan
|
Zakat, Infak,sadaqah, Wakaf
|
Pajak
|
10
|
Prinsip Jual-Beli
|
Melarang Gharar, Maysir, najsy, barang
haram
|
Tidak jelas melarangnya
|
11
|
Motif Konsumsi
|
Kebutuhan (need)
|
Keinginan (wants)
|
12
|
Tujuan Konsumsi
|
Memaksimumkan Maslahahan
|
Maximize Utility
|
13
|
Motif Produksi
|
Kebutuhan dan kewajiban kemanusiaan
|
Ego dan Rasionalisme
|
14
|
Mekanisme Pasar
|
Free market with supervision
|
Free market with supervision
|
15
|
Hubungan dengan pelaku bisnis lain
|
Persaudaraan (Ukhuwah) dan kemitraan
|
Persaingan
|
16
|
Prinsip Keuangan
|
Real Based economy
|
Monetary Based economy
|
17
|
Hubungan Sektor moneter dan Riil
|
Sektor Moneter dan Riil terkait erat
|
Sektor Moneter dan riil terpisah
|
18
|
Spekulasi
|
Haramkan Spekulasi
|
Halalkan Spekulasi
|
19
|
Pertumbuhan
|
Pertumbuhan dan pemerataan, keadilan
|
Pertumbuhan Ekonomi
|
20
|
Instrumen Moneter
|
Bagi hasil, Jual beli, dan Ijarah
|
Bunga
|
21
|
Fungsi Negara
|
Penjamin kebutuhan minimal dan
pendidikan – pembinaan melalui baitul maal
|
Penentu kebijakan melalui departemen-departemen
|
22
|
Mata Uang
|
Dinar, Dirham dan Fulus
|
Fulus (fiat Money), tanpa back up
|
23
|
Pencetakan mata uang
|
Ditemukan oleh permintaan di sektor
riil
|
Tidak ditentukan kebutuhan di sektor riil
|
24
|
Prinsip Pengeluaran (Expenditure)
|
Berdasarkan tiga tingkatan maslahah
(dharuriyat, hajiyat, tahsiniyat)
|
Tidak memperhatikan maslahah
|
25
|
Sumber
|
Zakat, infak, sedekah, ‘usyur,
dharibah, kharaj, pajak konditional
|
Pajak
|
26
|
Sasaran Penerima
|
Pada zakat ditentukan 8 asnaf
|
Tanpa melihat asnaf
|
27
|
Tujuan
|
Memprioritaskan pengentasan kemiskinan
|
Bukan Memprioritaskan pengentasan kemiskinan
|
28
|
Dampak
|
Sarana menciptakan keadilan ekonomi
|
Kesenjangan
|
29
|
Prinsip
|
Tim Value of Money
|
Economic Value Of Time
|
30
|
Fungsi Uang
|
Uang Sebagai komoditas
|
Uang Sebagai Meduim of change
|
31
|
Sifat
|
Money as flow concept
|
Money as stock concept
|
32
|
Instrumen
|
Dinar, Dirham, dan Fulus
|
Fiat Money (uang kertas) yang tidak sesuai nilai
nominal dan intrinsik
|
33
|
Uang dan Modal
|
Uang dan Modal berbeda
|
Uang dan Modal sama
|
F.
Contoh Kegiatan
Bisnis Islam
Mengelola bisnis islam memang harus berbeda dengan bisnis pada umumnya
(konvensional). Menyamakan begitu saja tentu akan menimbulkan kesulitan. Namun
dapat pula difahami bahwa sebagian besar pengelola bisnis syari’ah
“kemungkinan” berasal dari pelaku bisnis konvensional. Sebagian mereka sulit
untuk melepaskan tradisi bisnis konvensional yang sudah mendarah daging. Lebih
luas lagi, masyarakat kita memang sudah terbiasa dengan pelayanan bisnis konvensional,
karena bisnis konvensional sudah eksis di bumi Indonesia sejak lama.
Caranya untuk melepaskan belenggu semacam ini yaitu dengan Kehendak
untuk mensukseskan bisnis islam harus dimulai dari pemahaman kita secara dalam
tentang kemudharatan system bunga, falsafah bisnis islam, kemudian tentang
prinsip dasar operasional bisnis islam, dan dampaknya secara luas terhadap
kehidupan masyarakat dalam relevansinya dengan pembangunan ekonomi.
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syari’ah islam tersebut
ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad.
Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga
keuangan bank syari’ah dan lembaga keungan bukan bank syari’ah untuk
dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah : prinsip simpanan, bagi hasil,
margin keuntungan, sewa, jasa. Namun jika dikaitkan dengan aktivitas bisnis,
maka konsep yang tepat adalah konsep prinsip simpanan, bagi hasil, margin
keuntungan dan sewa. Dengan penjelasan sebagai berikut[9] :
1. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Prinsip
simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh pihak yang kelebihan
dana untuk menitipkan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah yad Dhomanah. Fasilitas
ini dapat dilakukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan. Namun
dalam pembagian keuntungannya dilakukan dengan pola bonus.
2. Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem
ini adalah suatu system yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi
antara bank dengan penyimpanan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima
dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan
Musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar
untuk pendanaan maupun pembiayaan, sedangkan Musyarakah lebih banyak untuk
pembiayaan.
3. Prinsip Jual-Beli (at-Tijarah)
Prinsip
ini merupakan suatu system yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank
akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai
agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
keuntungan (margin).
4. Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip
ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis yakni;
a) Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan
traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis
Perbankan, Bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian
menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah.
b) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiyah bit tamlik merupakan
pengabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki
barang pada akhir masa sewa (financial lease).
PENUTUP
Dari
pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
Etika Bisnis Islam ialah model perilaku yang hendaknya diikuti untuk
mengharmoniskan dalam dunia bisnis berdasarkan ketentuan Islam yakni berpedoman
pada Al-Quran dan Hadist.
Mengenai
pandangan Islam terhadap bisnis bahwa Isalam memperbolehkan berbagai bentuk
bisnis asalakan tidak melanggar syariah dan tidak melakukan bisnis yang
dilarang dalam Islam. Bahkan di dalam Al-Quran, Allah telah mensyariatkan
manusia untuk selalu bekerja.
Sedangkan
konsep dasar yang digunakan dalam Bisnis Islam ialah Islam memiliki pedoman
dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan amalan. Pedoman tersebut adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sebagai sumber ajaran Islam, setidaknya dapat
menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam
bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang
dan waktu.
Dan
untuk Maksud Tujuan dan Orientasi Bisnis Islam ialah Target hasil, Pertumbuhan,
Keberlangsungan, Keberkahan atau keridloan Alloh
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU
Al-Alwani, Taha Jabir. 2005. Bisnis
Islam. Yogyakarta : AK GROUP
Beekum, Rafik Issa. 2004. Etika
Bisnis Islami. Jakarta : Kencana
Fauroni, Lukman. 2006. Etika
Bisnis Dalam Al-Quran. Yogyakarta : Pustaka Pesantren
Rivai Veithzal, Amiur, Faisar.
2012. Islamic Busines and Economic Ethnics. Jakarta : PT Bumi Aksara
INTERNET
Novia
dkk, Dasar-dasar Bisnis Islam. Surakarta dalam http://thecitysasuke.blogspot.co.id
/2013/03/konsep-dasar-dasar-bisnis-islam_27.html diakses pada
21-02-2016
[1]
Taha Jabir, Al-Awani. Bisnis
Islam. Yogyakarta, AK GROUP, 2005, hal.
[2] Ibid
[3]
Lumkan fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Quran. Cet I. Jakarta : Pustaka
Pesantren. 2006. Hlm.54
[4] Ibid hal. 54
[5] Ibid. Hal 69
[6]
Veithzal Rivai, Amiur
Nuruddin, Faisar Ananda Arfa. Islamic bussines and economic ethics, Cet
I. Jakarta : Bumi Aksara, 2012. Hal.93-95
[7] Veithzal Rivai, Amiur Nuruddin,
Faisar Ananda Arfa. Islamic bussines and economic ethics, Cet I. Jakarta
: Bumi Aksara, 2012. Hal.11-14
[8]
Veithzal Rivai, Amiur
Nuruddin, Faisar Ananda Arfa. Islamic bussines and economic ethics, Cet
I. Jakarta : Bumi Aksara, 2012. Hal.93-95
[9]
Novia dkk, Dasar-dasar
Bisnis Islam. Surakarta dalam http://thecitysasuke.blogspot.co.id
/2013/03/konsep-dasar-dasar-bisnis-islam_27.html diakses pada
21-02-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar