Sabtu, 18 Maret 2017

Hukum Gadai



“HUKUM GADAI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah HUKUM JAMINAN
Dosen Pembimbing :
Abd. KHOIR WATIMENA


Disusun Oleh :
Kelompok  5
1.     Hesti Handayani                         (1711143028)
2.     Indah Nurhidayati                      (17111430  )
3.     Sukma Kholiardika                    (17111430  )




HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaiakum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan taufik dan hidayah-Nya sehingga kami telah menyelesaikan makalah Gadai.
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan untuk membantu rekan-rekan mahasiswa serta pembaca pada umumnya dalam mempelajari dan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya mengenai Hukum Jaminan.
Penulis menyadari makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan, binaan.serta bimbingan dari dosen dan pihak yang mendukung.
Kami selaku penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Dr.Maftukhin, M.Ag selaku Rektor Institut Agama Islam Negri Tulungagung
2.      Abd. Khoir Waimena selaku dosen mata kuliah Hukum Jaminan
3.      Semua pihak yang peduli terhadap kami,demi terwujudnya makalah ini
Demikian yang dapat kami sampaikan,kami menyadari atas kekurangan dalam menyusun makalah. Untuk itu kami mohon maaf dan mohon kritik serta saran yang membangun dengan harapan kedepan lebih baik dan sempurna. Kami mengucapkan terimakasih dan semoga makalh ini benar-benar bermanfaat. Amiin
Tulungagung, Oktober 2016

Penyusun


DAFTAR ISI
Kata pengantar         ...................................................................................... ii
Daftar Isi                  ...................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang    ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah  ...................................................................................  1
C. Tujuan                 ...................................................................................... 1
Bab II Pembahasan
1. Pengertian Gadai  .....................................................................................  2
2. Dasar Hukum Gadai.................................................................................. 5
3. Sifat dan ciri-ciri gadai   ...........................................................................  6
4.    Subjek gadai .............................................................................................  8
5.    Objek gadai  .............................................................................................
6.    Terjadinya gadai .......................................................................................
7.    Prosedur dan syarat pemberian dan pelunasan gadai................................
8.    Bentuk dan substansi Perjanjian Gadai ....................................................
9.    Hak dan Kewajiban Para Pihak ...............................................................
10.    Jangka waktu gadai ...............................................................................
11.    Hapusnya Gadai ....................................................................................
12.    Pelelangan barang gadai ........................................................................
Bab III Penutup
Kesimpulan              ...................................................................................... 12
Daftar pustaka         ...................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Di dalam Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Karena itulah sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat interaksi social dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya. Di dalam islam mengenai gadai juga dijelaskan secara rinci.
Bukan hanya islam saja yang menjelaskan mengenai gadai, di dalam hukum perdata mengenai gadai dijelaskan lebih rinci. Mulai dari pengertian, dasar hukum menurut undnag-undnag, siapa yang harus meneri agadai dan barang apa saja yang diperbolehkan untuk dijadikan objek gadai. Di dalam Perdata juga dijelaskan mengenai bentuk dan substansi perjanjian gadai. Oleh karena diatur oleh dua substansi yang berbeda antara hukum agama dan juga hukum perdata maka bagaimanakah kensikronan antara keduanya dan, maka dari itu dalam makalah ini akan menjelaskan terlebih dulu mengenai gadai yang terdapat dalam hukum perdata.
                                                                        
B.  Rumusan Masalah
A.    Bagaimanakah pengertian gadai menurut KUH Perdata?
B.     Apa sajakan Dasar Hukum Gadai?
C.     Bagaimanakah sifat dan ciri-ciri gadai?
D.    Siapa sajakah yang termasuk ke dalam subjek gadai?
E.     Apa sajakah yang termasuk ke dalam objek gadai?
F.      Bagaimanakah terjadinya gadai ?
G.    Bagaimanakah Prosedur dan syarat pemberian dan pelunasan gadai ?
H.    Bagaimanakah bentuk dan substansi Perjanjian Gadai ?
I.        Bagaimanakah Hak dan Kewajiban Para Pihak?
J.       Berapa lama jangka waktu gadai ?
K.    Bagaimanakah Hapusnya Gadai?
L.     Bagaimanakah cara pelelangan barang gadai?

C.  Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memaparkan mengenai hukum gadai dan hal-hal yang berkaitan dengan gadai sebagaimana yang terdapat pada rumusan masalah.

BAB II
PEMBAHASAN
Pemberian jaminan barang bergerak menurut hukum di indonesia dapat dilakukan dalam bentuk “Pand” Menurut BW, “Boreg” atau “gadai” menurut Hukum Adat. Boreg menurut hukum adat dapat ditujukan kepada pemberian jaminan yag barangnya diserahkan dalam kekuasaan si pemberi Kredit.

A.  Pengertian Gadai
Istilah gadai berasal dari terjemahan kata pand (bahasa belanda) atau pledge  atau pawn (bahasa inggris). Pengertian gadai tercantum dalam pasal 1150 KUH Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 buku  III NBW.  Menurut pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah
suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur ayau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya san yang member wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahulukan kreditur-kreditur lain dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan menegnai pemilikan atau penguasaan,  dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai  dan yang harus didahulukan”.
Pengertian gadai yang tercantum dalam pasal 1150 KUH Perdata ini sangat luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas  atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur ekseskusi  barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Definisi lain, tercantum dalam artikel 1196 vv, title 19 buku III NBW, yang berbunyi bahwa gadai adalah: “hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
Pengertian gadai dalam artikel inicukup singkat, karena yang ditonjolkan adalah tentang hak kebendaan atas barang bergerak untuk jaminan suatu piutang. Sedangkan hal-hal yang mengatur hubungan hukum antar pemberi gadai dan pemegang gadai tidak tercantum dalam definisi tersebut. oleh bkarna itu, kedua definisi tersebut perlu disempurnakan. Menurut hemat penulis, bahwa yang diartikan dengan gadai adalah “suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debiturdimana debitur menyerahkan benda bergerakkepada kreditur, untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan tugasnya.
Dalam definisi ini, gadaikan dikonstruksikan sebagai perjanjian accesior (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur.
Unsure-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah :
1.    Adanya subjek gadai, yaitu kreditur dan debitur
2.    Adanya objek gadai,  yaitu barang bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud
3.    Adanya kewenangan debitur
Kewenangan kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelalngan terhadap barang debitur. Penyebab timbulnya pelelngan ini dalah karba debitur tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan isis kesepkatan yang di buat antara kreditur dan debitur walaupun debitur telah diberikan somasi kreditur.

B.  Dasar Hukum Gadai
Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1.    Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH                       Perdata
2.    Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan              Pegadaian
4.    Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan    Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan                     Pegadaian
5.    Peraturan Pemmerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang  Perusahaan        Umum (Perum) Pegadaian.[1]

C.  Sifat dan ciri-ciri Gadai
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1150 dan pasal-pasal lainnya dari KUH Perdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri-ciri yang melekat pada hak gadai itu, sebagai berikut:
1.    Objek atau barang-barang yang gadai adalah kebendaan yang bergerak,baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun kebendaannya bergerak yang tidak berwujud ( Pasal 1150, Pasal 1153 KUH Perdata);
2.    Gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seseorang (Pasal 1152 ayat (3) juncto Pasal 528 KUH Perdata), karenanya walaupun barang-barang yang digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang lain, barang-barang yang digadaikan tersebut tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang-barang yang digadaikan itu berada (droit de suite).
3.    Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi atau droit de preference) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUH Perdata);
4.    Kebendaan atau barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau pihak ketiga untuk dan atau nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal 1152 KUH Perdata);
5.    Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu  (Pasal 1150 KUH Perdata);
 Gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondellbaar)(Pasal 1160 KUH Perdata).[2]
D.  Subjek Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yakni pihak pemberi gadai (pandgever) dan pihak penerima gadai (pandnemera). Pandgever adalah orang atau badan hukum yang memberikna jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Adapun unsur-unsur pemberi gadai adalah[3] :
1.      Orang atau badan hukum
2.      Memberikan jaminan berupa benda bergerak
3.      Adanya pinjaman uang

E.  Objek Gadai
Objek Gadai adalah benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Gadai. Benda yang dapat digadaikan adalah semua barang bergerak yang berwujud maupun benda bergerak tidak berwujud.
1.      benda bergerak berwujud contohnya :
a)    kendaraan Bermotor seperti mobil dan sepeda motor
b)   Mesin-Mesin seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin  diesel/pembangkit listrik, pompa air, dan lainnya
c)    Perhiasan seperti Emas, Berlian, Mutiara, Intan dan Perak
d)   Lukisan yang berharga
e)    Kapal laut yang berukuran dibawah 20M2
f)    Persediaan Barang (stok)
g)   Inventaris Kantor/restoran
h)   Barang bergerak lainnya yang memiliki nilai ekonomi
2.      benda bergerak tidak berwujud contohnya surat-surat berharga seperti :
a)    Tabungan
b)   Deposito Berjangka
c)    Sertifikat Deposito
d)   Wesel
e)    Promes
f)    Konosemen
g)   Obligasi
h)   Saham-Saham
i)     Resipis yaitu tanda Bukti penyetoran uang sebagai saham
j)     Ceel yaitu tanda terima penyimpnan barang digudang
k)   Piutang

F.   Terjadinya Gadai
Untuk terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur mutlak,
pertama, harus ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur). Ketentuan dalam pasal 1151 KUH Perdata menyatakan, persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1151 KUH Perdata tersebut, perjanjian gadai tidak dipersyaratkan dalam bentuk tertentu,dapat saja dibuat mengikuti bentuk perjanjian pokoknya.
Kedua, yaitu adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan tersebut dari tangan debitur (pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemeganga gadai).
Ketentuan dalam pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata menentukan:
Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas uatng-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan yang berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Dari bunyi ketentuan dalam pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata dapat diketahui, bahwa hak gadai akan terjadi bila:
1.    Barang gadainyadiletakkan di bawah penguasaan kreditor (pemegang gadai), artinya penguasaan barang gadainya dialihkan dari debitur (pemberi gadai) kepada kreditur (pemegang gadai). Kreditur (pemegang gadai) mempunyai hak untuk menahan (hak retentie) barang gadai yang diserahkan debitur (pemberi gadai) tersebut sampai utang debitur (pemberi gadai) lunas;
2.    Berdasarkan kesepakatan bersama antara debitur dan kreditur, maka barang gadai tersebut dapat saja diletakkan di bawah penguasaan pihak ketiga, asalkan barang gadai itu tidak lagi berada di bawah penguasaan debitur (pemberi gadai).
Perjanjian gadai masih belum menimbulkan hak gadai, bilamana barang gadai tetap berada dalam penguasaan debitur (pemberi gadai) atau barang gadai masih belum diserahkan dalam penguasaan kreditur (pemegang gadai). Dengan kata lainhak gadai menjadi tidak sah. Ancaman ketidaksahan hak gadai dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut:
Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan yang berutang atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan penerima gadai.
Dalam Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata dinyatakan: 
Hak gadai hapus, apabila barang gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai.   
          Berdasarkan ketentuan di atas, jelas bahwa terjadinya hak gadai itu bilamana barang gadai dikeluarkan dari penguasaan debitur pemberi gadai, walaupun barang gadai tersebut kemudian diletakkan di bawah penguasaan pihak ketiga pemegang gadai. Apabila yang terakhir ini, maka pihak ketiga tersebut berkedudukan sebagai (hounder) untuk kreditur, tetapi dengan kedudukan yang mandiri, artinya di bukan lasthebber (kuasa) dari kreditur dan karenanya tidak tundukkepada perintah-perintah kreditur, tetapi ia berkewajiban agar maksud perjanjian gadai terlaksana sesuai dengan yang semestinya dan baru menyerahkan barang tersebut untuk dieksekusi, kalau debitur sudah wanprestasi.[4]

G. Prosedur dan Syarat Pemberian dan Pelunasan Gadai
Dengan semakin majunya perekonomian, masyarakat selalu memandanga bahwa harus menenumakn barang baru yang harus dimiliki. Akan tetapi masih banyak yang tidak mampu untuk memilikinya karena salah satu faktornya yakni uang. Dengan cara apapun masyarakat akan mencari uang demi sebuah kenikmatan yang diinginkannya, bagi mereka yang bekerja akan memanfaatkan ekerjaan tersebut dan bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan hanya mempunya barang, mereka akan memanfaatkan barang tersebut untuk dijadikan uang, jalan salah satunya adalah ke pegadaian.
Mayarakat atau nasabah atau orang pemberi gadai yang ingin mendapatkan pinjaman uang dari lembaga pegadaian, nasabah harus menyampaikan keinginannya kepada penerima gadai atau pihak pegadaian tersebut dengan cara menyerahkan objek gadai kepada penaksir gadai. Penaksir gadai merupakan orang yang ditunjuk oleh lembaga pegadaian untuk menaksir objek gadai, yang meliputi kualitas barang gadai, beratnya, dan besarnya nilai taksiran dan nilai pinjamannya. Penaksiran gadai dilakukan seperti aktivitas berikut[5] :
1)      Menerima barang jaminan dari nasabah dan menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang pinjamannya. Besarnya nilai pinjaman ini bervariasi dan ini tergantung golongannya.
Golongan A, jumlah punjaman yang diberikan sebesar  91% dari nilai taksiran
Golongan B, C, D adalah 89% dari nilai taksiran.
Penkasiran barang jaminan tersebut mengacu pada harga pasar setempat
2)      Mencatat nilai taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit (BTK), dan menerbitkan Surat Bukti Kredit (SBK)
3)      SBK dibuat rangkap 2 dan didistribusikan sebagai berikut :
a.       Lembar pertama diserahkan kepada nasabah
b.      Kiter tengah dan luar lembar kedua ditempelkan pada barang jaminan
c.       Kiter dalam serta badan lembar kedua dikirimkan ke kasir


Setelah barang jaminan ditaksir oleh penaksir gadai, langkah selanjutnya adalah menyerahkan barang kepada kasir. Adapun tugas dari kasir ialah :
1)        Menerima SBK, lembar 1 dari nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir, selanjutnya menerima keabsahannya
2)        Menyiapkan pembayaran, membubuhkan paraf dan tanda bayar pada SBK asli dan lembar kedua. SBK lembar pertama (asli) beserta uangnya diserahkan kepada nasabah
3)        SBk lembar kedua didistribusikan sebgai berikut :
a.       Badan SBK diserahkan ke bagian adsminitrasi atau pegawai pencatat buku kredit dan pelunasan
b.      Kitir bagian dalam SBK sebagai dasar pencatatan ke Laporan Harian Kas (LHK)
Disamping kedua bagian tersebut, pada lembaga pegadaian juga terdapat pelaksana, yang termasuk dalam pelaksana yakni bagian adsminitrasi dan bagian gudang. Adapun tugas bagain adsminitrasi adalah :
1.    Mencatat semua transaksi pemberian kredit semua golongan berdasarkan badan SBK yang diterima dari kasir dalam kas kredit (KK), selanjutnya dibukukan ke :
a.     Buku kredit dan Pellunasan (BKP), rangkap 2 (karbonis)
b.    Buku kas (BK) rangkap 2
c.     Buku kas (BK) lembar 1 (pertama) dengan lampiran kas kredit (KK)lembar pertama dilampiri asli rekapitulasi kredit ke kantor daerah
2.    Pada akhir tutup kantor, berdasarkan Badan SBK dan BKP buat rekapitulasi kredit (RK) dan dicatat pada ikhtisar kredit da pelunasan (IKP)
Adapun tugas bagian Gudang adalah :
1.        Menerima barang jaminan (BJ) yang telah ditempelkan kitir SBK bagian tengah dan bagian luar dari penaksir dari BKP lembar 2 (karbonis) dari bagian adsminitrasi
2.        Cocokan barang jaminan (BJ) yang telah ditempelkan kitir SBK bagian “tengah” dan “luar” dengan BKP lembar 2 (karbonis)
Apabila telah sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu dengan BKP lembar 2 (karbonais) selanjutnya dicatat dalam buku gudang (BG). Prosedur yang ditempuh untuk pelunasan pinjaman gadai disajikan dalam hal berikut ini. Nasabah menyerahkan surat bukti kredit (SBK) kepada pegawai penghitung sewa modal. Pegawai ini bertugas untuk :
1.        Memriksa keabsahan surat bukti kredit (SBK) asli dari nasabah, menghitung sewa modalnya dan mencantumkannya pada “badan” surat bukti kredit (SBK) disertai parafnya
2.        Menyerahkan kembali surat bukti kredit (SBK) yang telah dihitung sewa modalnya kepada nasabah
Setelah dari bagian penghitungan sewa modal, nasabah menyerahkan surat sewa bukti kredit kepada kasir, kasir ini bertugas :
1.        Memeriksa keabsahan surat bukti kredit asli tentang kelengkapan data dan keabsahannya
2.        Menerima pembayaran dari nasabah (pokok pinjaman dan sewa modalnya)
3.        Membubuhkan cap lunas dan member paraf pada badan surat bukti kerdit dan kitir-kitirnya
4.        Mendistribusikan surat bukti kredit sebgaai berikut :
a.       Kitir bagian dalam surat bukti kreditdisimpan dan dasar pencatatan pada la[oran harian kas
b.      “badan” surat bukti kredit diserahkan kepada bagian adsminitrasi sebagai dasar pencatatan pada buku kredit dan pelunasan
c.       Kitir “luar” diserahkan kepada nasabah untuk pengambilan barang jaminan dari penyimpanan atau pemegang gudang sebagai dasar mengeluarkan barang jaminan
Tugas bagian adsminitrasi dalah :
1.        Mencatat system transaksi pelunasan atas dasar surat bukti kredit “badan” yang diteima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulan kreditnya pada buku kredit dan pelunasan, kas debit rangkap dua, selanjutnya pada akhir jam kerja dibukukan dalam :
a.    Buku kas (BK) rangkap 2
b.    Buku control pelunasan (BKP)
c.    Ikhtisar kredit dan pelunasan (IKP)
2.        Setiap minggu buku kas (BK)lmebar 1 dengan lampiran KD lembar 1 diteruskan ke kantor kas daerah
3.        Buku kas lembar 2 dengan lampiran kas Debit (KD) lembar pertama dan arsip untuk kantor cabang
4.        Membuat rekapitulasi pelunasan (RP) selanjutnya setiap akhir jam kerja dicocolkan dengna buku gudang di bagian gudang

Tugas bagian Gudang :
1.    Menerima kitir surat bukti kredit bagian “tengah” dari kasir sebgai dasar mengambil barang jaminan yang ditebus
2.    Mencocokan nomor kitir “luar” dengan diterima dari nasabah dan nomor kitir “tengah” yang diterima dari kasir dengan nomor barang jaminan yang ditebus
3.    Apabila telah selesai menyerahkan barang jaminan kepada nasabah
4.    Atas dasar surat bukti kredit bagian “tengah” dan “luar” dicatat dalam buku gudang
Dalam hal prosedurnya gadai sangat sederhana baik dalam hal peminjaman ataupun pelunasannya karena tidak membutuhkan birokrasi yang panjang, karena dalam hal peminjaman dan pelunasannya tidak membutuhkan instansi lain, yakni hanya menggunkan lembaga pegadaian. Tidak sama halnya dengan menggunakan hak tanggungan dan juga hak fidusia. Pada pembebanan hak tanggungan instansi yang terkait dalam pembebanan tersebut adalah kreditur (lembaga perbankan), Notaris PPAT, dan Badan Pertanahan Nasioanl. Begitu juga lembaga fidusia, maka lembaga yang terkait adalah kreditur (lembaga perbankan), notaris, dan kantor pendaftaran fidusia. Jadi jika menggunakan fasilitas kredit menggunakan hak tanggungan dan fidusia maka memerlukan waktu yang panjang dan kemungkinan menggunakan biaya juga besar untuk mengurus adsminitrasinya. Sedangkan dalam peminjaman kredit dengan kontruksi gadai tidak memerlukan birokrasi yang panjang dan biayanya kecil, bahkan hampir tidak menggunakan biaya.
H.  Bentuk dan Substansi Perjanjian Gadai
Menganai gadai ketentuan tentang bentuk perjanjian termaktub dalam pasal 1151 KUH Perdata. Yang berbunyi “Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya”.
Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana pada perjanjian pada pokonya yakni perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta bawah tangan dan akta otentik. Akan tetapi dalam prakteknya perjanjian gadai ini dilakukan perjanjian di bawah tangan dimana ditanda tangani oleh penerima dan pemberi gadai. Adapun bentuk, isi, dan syartanya telah ditentuka oleh Perum Pegadaian secara sepihak. Hal-hal yang kosong dalam surat bukti kredit meliputi nama, alamat, jenis barang jaminan, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal nkredit, dan tanggal jatuh tempo. Hal-hal yang kosong ini tinggal diisi oleh perum pegadaian ketika ada nasabah yang menginginkan gadai.
Berikut ini disajikan isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang telah dibakukan dalam perum Pegadaian, yaitu :
1.    Pegadaian memberikan kredit kepada nasabah atau yang dikuasakan dengan jaminan barang bergerak yang nilai taksirannya sebgaimana tercantum pada halaman depan
2.    Nasabah dan atau yang dikuasakan menjamin bahwa barang yang dijaminkan merupakan milik yang sah dari nasabah atau dikuasai secara sah menurut hukum oleh nasabha dan kerannya nasabah mempunyai wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan utang kepada pegadaian. Nasabah juga menjamin tidak adanya orang atau pihak lain yang mempunyai hak turut menggunakan barang tersebut baik dalam hak mmilik atau hak menguasai
3.    Nasabah menjamain barang yang digadaikan dalam pegadaian tidak sedang menjadi sesuatu hutang, tidak dalam sitaan, tidak dalam sengketa dengan pihak lain atau tidak berasal dari barang yang di[peroleh secara tidak sah atau melawan hukum
4.    Barang jaminan sebagaimana diuraikan dalam halaman depan, bila kemudian hari baranga yang dijaminkan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi Force Majeure, antara lain bencana alam, huru-hara, dan perang
5.    Apabila terjadi perebedaan dalam taksiran dan menyebabkan nilai barang jaminan tidak dapat menutup uang pinjaman dan sewa modal, paling lama 14 hari sejak pemberitahuan. Nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban menyerahkan tambahan barang jaminan yang nilainya minimal sama dengan nilai pinjaman ditambah sewa modal maksimum.
6.    Nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban untuk membayar uang pinjaman ditambah sewa modal sebesar tarif sebagaiman yang tercantum dihalam depan dengan jangka waktu kredit 120 hari
7.    Nasabah atau yang dikuasakan dapat mengalihkan haknya untuk menebus, menerima, atau mengulang gadai barang jaminan kepada orang lain dengan mengisi dan membutuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia
8.    Pelunasan dapat dilakukan dengan cara melunasi seluruhnya, mengangsur, dan atau mengulang gadai, mulai sejak tanggal kredit sampai dengan satu hari tanggal sebelum lelang. Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilunasi atau diangsur atau diulang gadai, maka barang jaminan akan dilelang pada tanggal yang telah ditetapkan
9.    Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk menutup pinjaman ditambah sewa modal dan biaya lelang . apabila terdapat uang kelebihan yang menjadi hak nasabah dengan jangka waktu pengambilan selama satu tahun, uang kelebihan tidak diambil dalam jangka waktu 12 bulan, sejak tanggal lelang selebihnya menjadi hak pegadaian.
10.    Apabila penjualan lelang lebih rendah dari uang pinjaman tambah sewa modal ditambah biaya lelang, selisihnya tetap merupakan utang nasabah yang akan ditagih oleh pegadaian dan harus dilunasi paling lambat 14 hari sejak tanggal pemberitahuan diterima
11.    Apabila terjadi permasalahan dikemudian hari akan diselesaiakn secara musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi jika permasalahan ini tidak dapat diselesiakan secara musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaiakn melalui pengadilan negeri setempat.
Demikian perjanjian ini berlaku dan mengikat kedua belah pihak sejak ditanda tangani.
                                                               Mataram,...........................2004
Perum Pegadaian                                            Nasabah/yang dikuasakan


(                                   )                                   (                                   )
Persyartaan yang terdapat dalam SBK ini distandarisasi oleh Perum Pegadaian. Para pemberi gadai tinggal menyetujui atau tidak menyetujui persyaratan tersebut. apabila pemberi gadai meyetujuinya, ia menandatangani syarat tersebut. apabila tidak menyetujuinya, ia tidak menandatangani dan perjanjian gadai itu tidak ada[6].

I.     Hak dan Kewajiban Para Pihak
Dengan adanya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Yang terdapat dalam pasal 1155 KUH Perdata telah diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Adapun dari hak Penerima gadai adalah :
1.    Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan
2.    Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya
Kewajiban penerima gadai diatur dalam pasal 1154, pasal 1156 dan pasal 1157 KUH Perdata. Adapun kewajiban penerima gadai adalah :
1.Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya
2.Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUH Perdata)
3.Memberitahukan kepada pemberi gadai tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUH Perdata)
4.Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh itu hal terjadi akibat kelalaiannya (Pasal 1157 KUH Perdata)
Hak-hak pemberi gadai :
1.    Menerima uang gadai dari penerima gadai
2.    Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lainnya telah dilunasinya
3.    Berhak menuntut pada pengadilan supaya barang gadai yang dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUH Perdata)
Kewajiban Pemberi Gadai :
1.    Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai
2.    Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai
3.    Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk meyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUH Perdata)
Selain dalam KUH Perdata juga dijelaskan dalam NBW Belanda telah ditentukan hak-hak penerima gadai. Adapun dalam NBW Belanda hak-hak penerima gadai anatara lain :
1.    Penerima gadai berhak menjual benda gadai. Penerima gadai baru dapat menjual benda tersebut apabila pemberi gadai lalai melakukan kewajibannya. Setelah jangka waktu yang ditentukan di masa lampau, maka penerima gadai berhak menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri, dan kemudian mengambil pelunasannya. Sisanya dikembalikan kepada pemberi gadai (pasal 3.9.2.9)
2.    Penerima gadai berhak untuk mendapatkan kembali ongkos – ongkos yang telah diekluarkan untuk keselamatan bendanya (Pasal 3.9.2.5)
3.    Penerima gadai berhak untuk menahan barang (hak retensi), bila penerima gadai tidak membayar sepenuhnya uatang pokok dan bunganya, serta biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
Apabila salah satu pihak tridak melaksanakan prestasinya dengan baik, seperti misalnya pemberi gadai tidak membayar pokok pinjaman dan sewa modalnya, maka lembaga pegadaian dapat memberikan somasi kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang dijanjikan. Apabila somasi telah dilakukan selama tiga kali dan diindahkannya, maka lembaga pegadaian dapat melakukan pelelangan terhadap benda gadai.

J.    Jangka Waktu Gadai
Dalam hal gadai tentunya juga menngunakan jangka waktu , dalam hal penentuan jangka waktu gadai diatur dalam Keputusan Direksi Perum Pegadaian dan dijabarkan lebih lanjut dengan Nomor : SE 16/Op.1.00211/01 tentang Perubahan Tarif Sewa Modal, telah diatur jangka waktu gadai. Sebenernya dalam SE tidak hanya mengatur tentang tarif sewa modal, akan tetapi juga mengatur tentang jangka waktu kredit dan maksimum sewa modal. Tingkat sewa modal, jangka waktu dan maksimum sewa modal disajikan dalam tabel berikut :
Gol.
Uang Pinjaman
Sewa Modal
(per 15 hari)
Maksimum waktu kredit
Maksimum Sewa Modal
A
Rp 5000 s.d Rp Rp 40.000
1.125%
120 hari
10%
B
Rp 40.500 s.d Rp 150.000
1.5%
120 hari
12%
C
Rp 151.000 s.d Rp 500.000
1.75 %
120 hari
14%
D
Rp 501.000 s.d keatas
1.75 %
120 hari
14%
Pada prinsipnya jangka waktu tidak pernah berubah yakni minimal 15 hari dan maksimal 120 hari . yang mengalami perubahan adalah besarnya uang pinjaman, sewa modal, dan maksimum sewa modal. Semakin besar jumlah uang pinjaman maka semakin besar sewa modalnya, tetapi semakin kecil uang pinjaman, maka semakin pula sewa modalnya[7].
Pinjaman gadai ini hanya diperuntukan bagi usaha kecil dan menengah, yang modal usahanya tidak terlalu besar. Bagi pengusaha besar yang memerluka uang besar, tidak cocok untuk meminjam uang pada lembaga gadai, tapi mereka dapat mengajukan permohonan peminjaman kepada lembaga perbankan  dengan jaminan hak tanggungan atau hak fidusia.

K. Larangan Untuk Menjanjikan Klausul Milik Beding Dalam Perjanjian Gadai
Dalam perjanjian gadai, janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang gadai untuk memiliki kebendaan bergerak yang digadaikan secara serta-merta bila debitur pemberi gadai wanprestasi tidak diperkenankan atau dilarang untuk diperjanjiakn. Apabila klausul milik beding ini diperjanjiakan, maka klausul tersebut danggap batal demi hukum.
Berkaitan dengan larangan menjanjiakn klausul milik beding dalam perjanjian gadai, ketentuan dalam pasal 1154 KUH Perdata menyatakan:
(1) Apabila pihak berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiabnnya, maka tidak diperkenankanlah pihak yang berpiutang memiliki barang yang digadaikan.
(2) Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.
 Ketentuan yang melarang adanya klausul milik beding ini dalam rangka melindungi kepentingan debitur dan pemberi gadai, terutama bila nilai kebendaan bergerak yang digadaikannya melebihi besarnya hutang utang yang dijamin, sehingga terdapat sisa pembayaran dari hasil penjualan barang gadai tersebut dapat dikembalikan atau diserahkan kepada debitur dan pemberi gadai yang bersangkutan. Logika larangan ini dikarenakan barang yang diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan untuk pelunasan utang, bukan untuk dimiliki atau dialihkan haknya. Sekaligus pula melindungi kepentingan para peminjam uang yang pada umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah.[8
L.  Hapusnya Gadai
Sebab-sebab yang menjadi dasar hapusnya hak gadai menurut pasal 1150 samapai dengan pasal 1160 KUH Perdata, yaitu:
a.    Hapusnya perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan yang dijamin dengan gadai, hal ini sesuai dengan sifat perjanjian pemberian jaminan yang merupakan perjanjian acessoir. Artinya, ada atau tidaknya hak gadai itu ditentukan oleh ekstensi perjanjian pokok atau pendahuluannya yang menjadi dasar adanya perjanjian pemberian jaminan. Ketentuan dalam pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian (perikatan) hapus karena alasan-alasan di bawah ini, yaitu:
1.    Pelunasan;
2.    Perjumpaan utang (kompensasi);
3.    Pembaharuan utang (novasi);
4.    Pembebasan utang;
b.    Lepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang hak gadai, dikarenakan:
1.    Terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor (pemegang gadai). Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata, hal ini tidak berlaku bila barang gadainay hilang atau dicuri orang, pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntut kembali dan bila barang gadai yang dimaksud didapatkannya kembali, hak gadainya dianggap tidak pernah telah hilang;
2.    Dilepaskannya benda yang digadaikan oleh pemegang gadai secara suka rela;
3.    Hapusnya benda yang digadaikan;
c.    Terjadinya percampuran, dimana pemegang gadai sekaligus juga menjadi pemilik barang yang digadaikan tersebut;
d.      Terjadinya penyalahgunaan barang gadai oleh kreditor (pemegang gadai) (pasal 1159 KUH Perdata).
Pelunasan kredit gadai pada perusahaan pegadaian dapat dilakukan melalui salah satu cara di bawah ini:
a.    Melunasi dengan membayar pokok jaminan ditambah dengan sewa modal pada saat jatuh tempo atau pelunasan;
b.    Hasil penjualan lelang barang jaminannya. Sisa hasil penjualan lelang barang jaminan dikembalikan kepada nasabah.
Dalam pelunasan kredit gadai Perusahaan Pegadaian, juga dimungkinkan terjadinya pelunasan ulang gadai melalui transaksi pelunasan, yaknisebagai berikut:
1.    Ulang Gadai
Nasabah hendak memperbaharui kredit (memperpanjang jangka waktu kredit) dengan hanya membayar bunganya saja.
2.    Minta Tambahan
Nasabah hendak minta tambahan uang pinjaman.
3.    Mencicil
Nasabah hendak memperbaharui kredit (memperpanjang jangka waktu kredit) dengan membayar bunga/sewa modal dan mengurangi/ mencicil sebagian uang pinjaman.
4.    Tebus Sebagian
Nasabah hendak menebus sebagian barang jaminan rangkap dengan cara membayar bunga/sewa modal seluruhnya dan membayar uang pinjaman barang jaminan yang ingin ditebus. [9]

M.     Pelelangan Barang Gadai
Selain melalui pelunasan atau pelunasan ulang kredit gadai, pelunasan kredit gadai dapat dilakukan melalui pelelangan, yaitu upaya pengembalian uang pinjaman beserta sewa modal, yang tidak dilunasi sampai batas waktu yang ditentukan. Usaha ini dilakukan dengan penjualan barang jaminan tersebut kepada umum pada waktu yang telah ditentukan.[10]
Barang jaminan gadaiyang dilelang dihitung 120 hari dari tanggal jatuh kredit gadainya. Ini berarti, tanggal jatuh tempo yang dicantumkan pada setiap Surat Bukti Kredit harus berubah/ menyesuaikan.
 Dua bulan sebelum tahun anggaran berakhir, stiap Kantor Cabang diwajibkan mengirim Daftar Tanggal Lelang untuk tahun anggaran berikutnya ke Kantor Daerah masing-masing, yang kemudian membuat Daftar Ikhtisar Lelang untuk daerahnya dengan memperhatikan Kantor Cabang yang letaknya berdekatan satu dengan yang lainnya sedapat mungkin tidak diadakan lelang pada tanggal yang sama, lelang tidak dilakukan pada hari dan dalam bulan puasa, lelang sedapa mungkin dilakukan sebelum sebelum lebaran. Apabila lelang tidak dapat dilaksanakan pada tanggal yang telah ditetapkan, maka harus diundur pada hari berikutnya dan penundaan ini harus diumumkan kepada masyarakat serta diberitahukan kepada Kepala Kantor Daerah dan Inspektuf Daerah.
Kepala Cabang paling lambat 7 hari sebelum lelang sudah membentuk Tim Pelaksana Lelang.  Terhadap barang yang akan lelang, dikeluarkan dari tempat penyimpanan paling cepat 5 hari sebelum lelang. Untuk itu dibuatlah Berita Acara Penyerahan Barang Jaminan yang Akan Dilelang dari pemegang gudang/ penyimpan nomor-nomor barang kepada Tim Pelaksana Lelang.
Sebelum pelaksanaan lelang, Tim Pelaksana Lelang harus menaksir ulang seluruh barang yang akan dilelang. Apabila paada waktu taksir ulang tedapat barang yang tidak cocok dengan Surat Bukti Kredit yang bersangkutan atau trdapat beda taksiran yang besar karena salah menggunakan peraturan atau terdapat tanggal jatuh tempo ynag salah, maka barang tersebut tidak boleh dilelang.
Dalam menetapkan harga penjualan lelang, Tim Pelaksana Lelang melakukan taksir ulang dengan berpedoman sebagai berikut:
a.       Apabila taksiran baru itu leebih rendah dari uang pinjaman ditambah dengan sewa modal penuh, maka barang itu harus dijual serendah-rendahnya sebesar uang pinjaman ditambah dengan sewa modal (penuh), dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah penuh. Apabila tidak ada penawaran sampai serendh-rendahnya sebesar uang yang telah dibulatkan itu, harus dibeli Perusahaan Penggadaian sebagai Barang Sisa Lelang;
b.      Apabila taksiran baru itu lebih dari uang pinjaman ditambah dengan sewa modal, maka barang itu harus dijual dengan harga serendah-rendahnya sebesar uang pinjaman menurut taksiran yang baru ditambah dengan sewa modal (penuh) dari uang pinjaman menurut taksiran baru, dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah penuh. Apabila tidak ada penawaran sampai serendah-rendahnya, maka harus dibeli Perusahaan Penggadaian sebagai Barang Sisa Lelang.
Penjualan harga lelang didasarkan kepada penawaran tertinggi disetujui oleh pelaksana lelang dan langsung dicatat dalam Daftar Rincian Penjualan Lelang. Setelah selesai lelang, oleh Pelaksana Lelang dibuat Berita Acara Lelang dan menyerahkan kepada kasir bersama uang pendapatan lelang. Untuk barang-barang yang tidak laku dilelang dicatat dalam Registrasi Barang Sita Lelang.[11]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut. Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan salah satunya adalah Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1150 dan pasal-pasal lainnya dari KUH Perdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri-ciri yang melekat pada hak gadai itu Objek atau barang-barang yang gadai adalah kebendaan yang bergerak yang merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seseorang. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu.
Adapun Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yakni pihak pemberi gadai (pandgever) dan pihak penerima gadai (pandnemera). Pandgever adalah orang atau badan hukum yang memberikna jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Sedangkan objeknya Objek Gadai adalah benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Gadai. Benda yang dapat digadaikan adalah semua barang bergerak yang berwujud maupun benda bergerak tidak berwujud.
Untuk terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur mutlak,
pertama, harus ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur), Kedua, yaitu adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan tersebut dari tangan debitur (pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemeganga gadai).
Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana pada perjanjian pada pokonya yakni perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta bawah tangan dan akta otentik. Akan tetapi dalam prakteknya perjanjian gadai ini dilakukan perjanjian di bawah tangan dimana ditanda tangani oleh penerima dan pemberi gadai.
Adapun dari hak Penerima gadai adalah :
1.         Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan
2.    Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya
Adapun kewajiban penerima gadai adalah :
1.      Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya
2.    Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUH Perdata)
3.    Memberitahukan kepada pemberi gadai tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUH Perdata)
4.    Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh itu hal terjadi akibat kelalaiannya (Pasal 1157 KUH Perdata)
Hak-hak pemberi gadai :
1.    Menerima uang gadai dari penerima gadai
2.    Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lainnya telah dilunasinya
3.    Berhak menuntut pada pengadilan supaya barang gadai yang dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUH Perdata)
Kewajiban Pemberi Gadai :
4.    Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai
5.    Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai
6.    Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk meyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUH Perdata)
Mengenai jangka waktu tidak pernah berubah yakni minimal 15 hari dan maksimal 120 hari . yang mengalami perubahan adalah besarnya uang pinjaman, sewa modal, dan maksimum sewa modal. Semakin besar jumlah uang pinjaman maka semakin besar sewa modalnya, tetapi semakin kecil uang pinjaman, maka semakin pula sewa modalnya.
Sebab-sebab yang menjadi dasar hapusnya hak gadai menurut pasal 1150 samapai dengan pasal 1160 KUH Perdata. Barang jaminan gadaiyang dilelang dihitung 120 hari dari tanggal jatuh kredit gadainya. Ini berarti, tanggal jatuh tempo yang dicantumkan pada setiap Surat Bukti Kredit harus berubah/ menyesuaikan. Dua bulan sebelum tahun anggaran berakhir, stiap Kantor Cabang diwajibkan mengirim Daftar Tanggal Lelang untuk tahun anggaran berikutnya ke Kantor Daerah masing-masing, yang kemudian membuat Daftar Ikhtisar Lelang untuk daerahnya dengan memperhatikan Kantor Cabang yang letaknya berdekatan satu dengan yang lainnya sedapat mungkin tidak diadakan lelang pada tanggal yang sama, lelang tidak dilakukan pada hari dan dalam bulan puasa, lelang sedapa mungkin dilakukan sebelum sebelum lebaran.


DAFTAR PUSTAKA

Salim,HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014.
Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.


[1] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014) hal. 35
[2] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 108
[3]               Salim,HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014) hlm.
[4] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 122-124
[5]               Salim,HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014) hlm.
[6]               Salim,HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014) hlm. -
[7]               Salim,HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014) hlm. -
[8] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 132
[9] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 144-145
[10] Ibid.... hlm. -
[11] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 145-146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar