“HUKUM GADAI”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah “HUKUM JAMINAN”
Dosen Pembimbing :
Abd. KHOIR WATIMENA
Disusun Oleh :
Kelompok 5
1.
Hesti
Handayani (1711143028)
2.
Indah
Nurhidayati (17111430 )
3.
Sukma
Kholiardika (17111430 )
HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaiakum wr.wb
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami telah menyelesaikan makalah Gadai.
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan untuk membantu
rekan-rekan mahasiswa serta pembaca pada umumnya dalam mempelajari dan sebagai
informasi serta untuk menambah wawasan khususnya mengenai Hukum Jaminan.
Penulis
menyadari makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan, binaan.serta
bimbingan dari dosen dan pihak yang mendukung.
Kami
selaku penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr.Maftukhin, M.Ag selaku Rektor Institut Agama
Islam Negri Tulungagung
2. Abd. Khoir Waimena selaku dosen mata kuliah Hukum
Jaminan
3. Semua pihak yang peduli terhadap kami,demi
terwujudnya makalah ini
Demikian
yang dapat kami sampaikan,kami menyadari atas kekurangan dalam menyusun
makalah. Untuk itu kami mohon maaf dan mohon kritik serta saran yang membangun
dengan harapan kedepan lebih baik dan sempurna. Kami mengucapkan terimakasih
dan semoga makalh ini benar-benar bermanfaat. Amiin
Tulungagung, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar ...................................................................................... ii
Daftar Isi ...................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................... 1
Bab II Pembahasan
1.
Pengertian Gadai ..................................................................................... 2
2.
Dasar Hukum Gadai..................................................................................
5
3.
Sifat dan ciri-ciri gadai ........................................................................... 6
4.
Subjek gadai ............................................................................................. 8
5.
Objek gadai .............................................................................................
6.
Terjadinya gadai .......................................................................................
7.
Prosedur dan syarat pemberian dan pelunasan gadai................................
8.
Bentuk dan substansi Perjanjian Gadai ....................................................
9.
Hak dan Kewajiban Para Pihak ...............................................................
10.
Jangka waktu gadai ...............................................................................
11.
Hapusnya Gadai ....................................................................................
12.
Pelelangan barang gadai ........................................................................
Bab III Penutup
Kesimpulan ...................................................................................... 12
Daftar pustaka ......................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Islam
agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan
dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah
(hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya
untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Karena itulah sangat perlu sekali kita mengetahui
aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang
bersifat interaksi social dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan
berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya. Di dalam islam
mengenai gadai juga dijelaskan secara rinci.
Bukan hanya islam saja yang menjelaskan mengenai
gadai, di dalam hukum perdata mengenai gadai dijelaskan lebih rinci. Mulai dari
pengertian, dasar hukum menurut undnag-undnag, siapa yang harus meneri agadai
dan barang apa saja yang diperbolehkan untuk dijadikan objek gadai. Di dalam
Perdata juga dijelaskan mengenai bentuk dan substansi perjanjian gadai. Oleh
karena diatur oleh dua substansi yang berbeda antara hukum agama dan juga hukum
perdata maka bagaimanakah kensikronan antara keduanya dan, maka dari itu dalam
makalah ini akan menjelaskan terlebih dulu mengenai gadai yang terdapat dalam
hukum perdata.
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimanakah pengertian gadai menurut KUH Perdata?
B. Apa sajakan Dasar Hukum Gadai?
C. Bagaimanakah sifat dan ciri-ciri gadai?
D. Siapa sajakah yang termasuk ke dalam subjek gadai?
E. Apa sajakah yang termasuk ke dalam objek gadai?
F. Bagaimanakah terjadinya gadai ?
G. Bagaimanakah Prosedur dan syarat pemberian dan
pelunasan gadai ?
H. Bagaimanakah bentuk dan substansi Perjanjian Gadai
?
I. Bagaimanakah
Hak dan Kewajiban Para Pihak?
J. Berapa lama jangka waktu gadai ?
K. Bagaimanakah Hapusnya Gadai?
L. Bagaimanakah cara pelelangan barang gadai?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memaparkan mengenai hukum gadai dan
hal-hal yang berkaitan dengan gadai sebagaimana yang terdapat pada rumusan
masalah.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pemberian
jaminan barang bergerak menurut hukum di indonesia dapat dilakukan dalam bentuk
“Pand” Menurut BW, “Boreg” atau “gadai” menurut Hukum Adat. Boreg menurut hukum
adat dapat ditujukan kepada pemberian jaminan yag barangnya diserahkan dalam
kekuasaan si pemberi Kredit.
A.
Pengertian
Gadai
Istilah gadai
berasal dari terjemahan kata pand (bahasa belanda) atau pledge atau pawn (bahasa inggris). Pengertian gadai
tercantum dalam pasal 1150 KUH Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 buku III NBW.
Menurut pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah
“suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu
barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur ayau oleh kuasanya,
sebagai jaminan atas utangnya san yang member wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahulukan
kreditur-kreditur lain dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan
putusan atas tuntutan menegnai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu yang
dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”.
Pengertian gadai
yang tercantum dalam pasal 1150 KUH Perdata ini sangat luas, tidak hanya
mengatur tentang pembebanan jaminan atas
atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur
untuk mengambil pelunasannya dan mengatur ekseskusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam
melaksanakan kewajibannya. Definisi lain, tercantum dalam artikel 1196 vv,
title 19 buku III NBW, yang berbunyi bahwa gadai adalah: “hak kebendaan atas
barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan”
Pengertian gadai
dalam artikel inicukup singkat, karena yang ditonjolkan adalah tentang hak
kebendaan atas barang bergerak untuk jaminan suatu piutang. Sedangkan hal-hal
yang mengatur hubungan hukum antar pemberi gadai dan pemegang gadai tidak
tercantum dalam definisi tersebut. oleh bkarna itu, kedua definisi tersebut
perlu disempurnakan. Menurut hemat penulis, bahwa yang diartikan dengan gadai
adalah “suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debiturdimana debitur menyerahkan
benda bergerakkepada kreditur, untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai,
ketika debitur lalai melaksanakan tugasnya.
Dalam definisi
ini, gadaikan dikonstruksikan sebagai perjanjian accesior (tambahan), sedangkan
perjanjian pokoknya adalah pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak.
Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah
dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk
melunasi hutang debitur.
Unsure-unsur
yang tercantum dalam pengertian gadai adalah :
1. Adanya
subjek gadai, yaitu kreditur dan debitur
2. Adanya
objek gadai, yaitu barang bergerak baik
berwujud maupun tidak berwujud
3. Adanya
kewenangan debitur
Kewenangan
kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelalngan terhadap barang debitur.
Penyebab timbulnya pelelngan ini dalah karba debitur tidak melaksanakan
prestasinya sesuai dengan isis kesepkatan yang di buat antara kreditur dan
debitur walaupun debitur telah diberikan somasi kreditur.
B. Dasar Hukum Gadai
Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan berikut ini.
1. Pasal
1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata
2. Artikel
1196 vv, titel 19 Buku III NBW
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
5. Peraturan
Pemmerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian.[1]
C. Sifat dan ciri-ciri Gadai
Berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 1150 dan pasal-pasal lainnya dari KUH Perdata, dapat
disimpulkan sifat dan ciri-ciri yang melekat pada hak gadai itu, sebagai
berikut:
1.
Objek atau
barang-barang yang gadai adalah kebendaan yang bergerak,baik kebendaan bergerak
yang berwujud maupun kebendaannya bergerak yang tidak berwujud ( Pasal 1150,
Pasal 1153 KUH Perdata);
2.
Gadai merupakan
hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seseorang
(Pasal 1152 ayat (3) juncto Pasal 528 KUH Perdata), karenanya walaupun
barang-barang yang digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang
lain, barang-barang yang digadaikan tersebut tetap atau terus mengikuti kepada
siapapun objek barang-barang yang digadaikan itu berada (droit de suite).
3.
Hak gadai
memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi atau droit de
preference) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUH
Perdata);
4.
Kebendaan atau
barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah penguasaan kreditor
pemegang hak gadai atau pihak ketiga untuk dan atau nama pemegang hak gadai
(Pasal 1150, Pasal 1152 KUH Perdata);
5.
Gadai bersifat acessoir
pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu (Pasal 1150 KUH Perdata);
Gadai
mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondellbaar)(Pasal 1160 KUH Perdata).[2]
D. Subjek Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yakni pihak
pemberi gadai (pandgever) dan pihak penerima gadai (pandnemera). Pandgever
adalah orang atau badan hukum yang memberikna jaminan dalam bentuk benda
bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan
kepadanya atau pihak ketiga. Adapun unsur-unsur pemberi gadai adalah[3]
:
1. Orang
atau badan hukum
2. Memberikan
jaminan berupa benda bergerak
3. Adanya
pinjaman uang
E. Objek Gadai
Objek Gadai adalah benda-benda apa saja yang dapat
dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Gadai. Benda yang dapat digadaikan
adalah semua barang bergerak yang berwujud maupun benda bergerak tidak
berwujud.
1. benda
bergerak berwujud contohnya :
a) kendaraan
Bermotor seperti mobil dan sepeda motor
b) Mesin-Mesin
seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin diesel/pembangkit listrik, pompa air, dan
lainnya
c) Perhiasan
seperti Emas, Berlian, Mutiara, Intan dan Perak
d) Lukisan
yang berharga
e) Kapal
laut yang berukuran dibawah 20M2
f) Persediaan
Barang (stok)
g) Inventaris
Kantor/restoran
h) Barang
bergerak lainnya yang memiliki nilai ekonomi
2. benda
bergerak tidak berwujud contohnya surat-surat berharga seperti :
a) Tabungan
b) Deposito
Berjangka
c) Sertifikat
Deposito
d) Wesel
e) Promes
f) Konosemen
g) Obligasi
h) Saham-Saham
i) Resipis
yaitu tanda Bukti penyetoran uang sebagai saham
j) Ceel
yaitu tanda terima penyimpnan barang digudang
k) Piutang
F. Terjadinya Gadai
Untuk
terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur mutlak,
pertama,
harus
ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur
sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur). Ketentuan dalam pasal
1151 KUH Perdata menyatakan, persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat
yang diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya. Berdasarkan ketentuan
dalam Pasal 1151 KUH Perdata tersebut, perjanjian gadai tidak
dipersyaratkan dalam bentuk tertentu,dapat saja dibuat mengikuti bentuk
perjanjian pokoknya.
Kedua,
yaitu
adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan tersebut dari tangan debitur
(pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemeganga gadai).
Ketentuan dalam pasal 1152 ayat (1) KUH
Perdata menentukan:
Hak
gadai atas benda-benda bergerak dan atas uatng-piutang bawa diletakkan dengan
membawa barang gadainya di bawah kekuasaan yang berpiutang atau seorang pihak
ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Dari
bunyi ketentuan dalam pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata dapat diketahui, bahwa
hak gadai akan terjadi bila:
1. Barang
gadainyadiletakkan di bawah penguasaan kreditor (pemegang gadai), artinya penguasaan
barang gadainya dialihkan dari debitur (pemberi gadai) kepada kreditur
(pemegang gadai). Kreditur (pemegang gadai) mempunyai hak untuk menahan (hak
retentie) barang gadai yang diserahkan debitur (pemberi gadai) tersebut
sampai utang debitur (pemberi gadai) lunas;
2. Berdasarkan
kesepakatan bersama antara debitur dan kreditur, maka barang gadai tersebut
dapat saja diletakkan di bawah penguasaan pihak ketiga, asalkan barang gadai
itu tidak lagi berada di bawah penguasaan debitur (pemberi gadai).
Perjanjian
gadai masih belum menimbulkan hak gadai, bilamana barang gadai tetap berada
dalam penguasaan debitur (pemberi gadai) atau barang gadai masih belum
diserahkan dalam penguasaan kreditur (pemegang gadai). Dengan kata lainhak
gadai menjadi tidak sah. Ancaman ketidaksahan hak gadai dapat dijumpai dalam
ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut:
Tak
sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan
yang berutang atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan penerima
gadai.
Dalam Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata
dinyatakan:
Hak
gadai hapus, apabila barang gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai.
Berdasarkan ketentuan di atas, jelas
bahwa terjadinya hak gadai itu bilamana barang gadai dikeluarkan dari
penguasaan debitur pemberi gadai, walaupun barang gadai tersebut kemudian
diletakkan di bawah penguasaan pihak ketiga pemegang gadai. Apabila yang
terakhir ini, maka pihak ketiga tersebut berkedudukan sebagai (hounder) untuk
kreditur, tetapi dengan kedudukan yang mandiri, artinya di bukan lasthebber (kuasa)
dari kreditur dan karenanya tidak tundukkepada perintah-perintah kreditur,
tetapi ia berkewajiban agar maksud perjanjian gadai terlaksana sesuai dengan
yang semestinya dan baru menyerahkan barang tersebut untuk dieksekusi, kalau
debitur sudah wanprestasi.[4]
G. Prosedur dan Syarat Pemberian dan Pelunasan Gadai
Dengan semakin
majunya perekonomian, masyarakat selalu memandanga bahwa harus menenumakn
barang baru yang harus dimiliki. Akan tetapi masih banyak yang tidak mampu
untuk memilikinya karena salah satu faktornya yakni uang. Dengan cara apapun
masyarakat akan mencari uang demi sebuah kenikmatan yang diinginkannya, bagi
mereka yang bekerja akan memanfaatkan ekerjaan tersebut dan bagi mereka yang
tidak memiliki pekerjaan dan hanya mempunya barang, mereka akan memanfaatkan
barang tersebut untuk dijadikan uang, jalan salah satunya adalah ke pegadaian.
Mayarakat atau nasabah atau orang pemberi gadai yang
ingin mendapatkan pinjaman uang dari lembaga pegadaian, nasabah harus
menyampaikan keinginannya kepada penerima gadai atau pihak pegadaian tersebut
dengan cara menyerahkan objek gadai kepada penaksir gadai. Penaksir gadai merupakan orang yang ditunjuk oleh
lembaga pegadaian untuk menaksir objek gadai, yang meliputi kualitas barang
gadai, beratnya, dan besarnya nilai taksiran dan nilai pinjamannya. Penaksiran
gadai dilakukan seperti aktivitas berikut[5]
:
1) Menerima barang
jaminan dari nasabah dan menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang
pinjamannya. Besarnya nilai pinjaman ini bervariasi dan ini tergantung
golongannya.
Golongan A, jumlah punjaman yang diberikan
sebesar 91% dari nilai taksiran
Golongan B, C, D adalah 89% dari nilai taksiran.
Penkasiran barang jaminan tersebut mengacu pada harga
pasar setempat
2) Mencatat nilai
taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit (BTK), dan menerbitkan
Surat Bukti Kredit (SBK)
3) SBK dibuat
rangkap 2 dan didistribusikan sebagai berikut :
a. Lembar pertama
diserahkan kepada nasabah
b. Kiter tengah dan
luar lembar kedua ditempelkan pada barang jaminan
c. Kiter dalam
serta badan lembar kedua dikirimkan ke kasir
Setelah barang jaminan ditaksir oleh penaksir gadai,
langkah selanjutnya adalah menyerahkan barang kepada kasir. Adapun tugas dari
kasir ialah :
1)
Menerima SBK, lembar 1 dari nasabah dan SBK dwilipat
dari penaksir, selanjutnya menerima keabsahannya
2)
Menyiapkan pembayaran, membubuhkan paraf dan tanda
bayar pada SBK asli dan lembar kedua. SBK lembar pertama (asli) beserta uangnya
diserahkan kepada nasabah
3)
SBk lembar kedua didistribusikan sebgai berikut :
a. Badan SBK
diserahkan ke bagian adsminitrasi atau pegawai pencatat buku kredit dan
pelunasan
b. Kitir bagian
dalam SBK sebagai dasar pencatatan ke Laporan Harian Kas (LHK)
Disamping kedua
bagian tersebut, pada lembaga pegadaian juga terdapat pelaksana, yang termasuk
dalam pelaksana yakni bagian adsminitrasi dan bagian gudang. Adapun tugas
bagain adsminitrasi adalah :
1. Mencatat semua
transaksi pemberian kredit semua golongan berdasarkan badan SBK yang diterima
dari kasir dalam kas kredit (KK), selanjutnya dibukukan ke :
a. Buku kredit dan
Pellunasan (BKP), rangkap 2 (karbonis)
b. Buku kas (BK)
rangkap 2
c. Buku kas (BK)
lembar 1 (pertama) dengan lampiran kas kredit (KK)lembar pertama dilampiri asli
rekapitulasi kredit ke kantor daerah
2. Pada akhir tutup
kantor, berdasarkan Badan SBK dan BKP buat rekapitulasi kredit (RK) dan dicatat
pada ikhtisar kredit da pelunasan (IKP)
Adapun tugas bagian Gudang adalah :
1.
Menerima barang jaminan (BJ) yang telah ditempelkan
kitir SBK bagian tengah dan bagian luar dari penaksir dari BKP lembar 2
(karbonis) dari bagian adsminitrasi
2.
Cocokan barang jaminan (BJ) yang telah ditempelkan
kitir SBK bagian “tengah” dan “luar” dengan BKP lembar 2 (karbonis)
Apabila telah sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu
dengan BKP lembar 2 (karbonais) selanjutnya dicatat dalam buku gudang (BG).
Prosedur yang ditempuh untuk pelunasan pinjaman gadai disajikan dalam hal
berikut ini. Nasabah menyerahkan surat bukti kredit (SBK) kepada pegawai
penghitung sewa modal. Pegawai ini bertugas untuk :
1.
Memriksa keabsahan surat bukti kredit (SBK) asli dari
nasabah, menghitung sewa modalnya dan mencantumkannya pada “badan” surat bukti
kredit (SBK) disertai parafnya
2.
Menyerahkan kembali surat bukti kredit (SBK) yang
telah dihitung sewa modalnya kepada nasabah
Setelah dari
bagian penghitungan sewa modal, nasabah menyerahkan surat sewa bukti kredit
kepada kasir, kasir ini bertugas :
1.
Memeriksa keabsahan surat bukti kredit asli tentang
kelengkapan data dan keabsahannya
2.
Menerima pembayaran dari nasabah (pokok pinjaman dan
sewa modalnya)
3.
Membubuhkan cap lunas dan member paraf pada badan
surat bukti kerdit dan kitir-kitirnya
4.
Mendistribusikan surat bukti kredit sebgaai berikut :
a. Kitir bagian
dalam surat bukti kreditdisimpan dan dasar pencatatan pada la[oran harian kas
b. “badan” surat
bukti kredit diserahkan kepada bagian adsminitrasi sebagai dasar pencatatan
pada buku kredit dan pelunasan
c. Kitir “luar”
diserahkan kepada nasabah untuk pengambilan barang jaminan dari penyimpanan
atau pemegang gudang sebagai dasar mengeluarkan barang jaminan
Tugas bagian adsminitrasi dalah :
1.
Mencatat system transaksi pelunasan atas dasar surat
bukti kredit “badan” yang diteima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulan
kreditnya pada buku kredit dan pelunasan, kas debit rangkap dua, selanjutnya
pada akhir jam kerja dibukukan dalam :
a. Buku kas (BK)
rangkap 2
b. Buku control
pelunasan (BKP)
c. Ikhtisar kredit
dan pelunasan (IKP)
2.
Setiap minggu buku kas (BK)lmebar 1 dengan lampiran KD
lembar 1 diteruskan ke kantor kas daerah
3.
Buku kas lembar 2 dengan lampiran kas Debit (KD)
lembar pertama dan arsip untuk kantor cabang
4.
Membuat rekapitulasi pelunasan (RP) selanjutnya setiap
akhir jam kerja dicocolkan dengna buku gudang di bagian gudang
Tugas bagian Gudang :
1. Menerima kitir
surat bukti kredit bagian “tengah” dari kasir sebgai dasar mengambil barang
jaminan yang ditebus
2. Mencocokan nomor
kitir “luar” dengan diterima dari nasabah dan nomor kitir “tengah” yang
diterima dari kasir dengan nomor barang jaminan yang ditebus
3. Apabila telah selesai
menyerahkan barang jaminan kepada nasabah
4. Atas dasar surat
bukti kredit bagian “tengah” dan “luar” dicatat dalam buku gudang
Dalam hal prosedurnya gadai sangat sederhana baik
dalam hal peminjaman ataupun pelunasannya karena tidak membutuhkan birokrasi
yang panjang, karena dalam hal peminjaman dan pelunasannya tidak membutuhkan
instansi lain, yakni hanya menggunkan lembaga pegadaian. Tidak sama halnya
dengan menggunakan hak tanggungan dan juga hak fidusia. Pada pembebanan hak
tanggungan instansi yang terkait dalam pembebanan tersebut adalah kreditur
(lembaga perbankan), Notaris PPAT, dan Badan Pertanahan Nasioanl. Begitu juga
lembaga fidusia, maka lembaga yang terkait adalah kreditur (lembaga perbankan),
notaris, dan kantor pendaftaran fidusia. Jadi jika menggunakan fasilitas kredit
menggunakan hak tanggungan dan fidusia maka memerlukan waktu yang panjang dan
kemungkinan menggunakan biaya juga besar untuk mengurus adsminitrasinya.
Sedangkan dalam peminjaman kredit dengan kontruksi gadai tidak memerlukan birokrasi
yang panjang dan biayanya kecil, bahkan hampir tidak menggunakan biaya.
H. Bentuk dan Substansi Perjanjian Gadai
Menganai gadai ketentuan tentang bentuk perjanjian
termaktub dalam pasal 1151 KUH Perdata. Yang berbunyi “Perjanjian gadai harus
dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian
pokoknya”.
Perjanjian
gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana pada
perjanjian pada pokonya yakni perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis
ini dapat dilakukan dalam bentuk akta bawah tangan dan akta otentik. Akan
tetapi dalam prakteknya perjanjian gadai ini dilakukan perjanjian di bawah
tangan dimana ditanda tangani oleh penerima dan pemberi gadai. Adapun bentuk,
isi, dan syartanya telah ditentuka oleh Perum Pegadaian secara sepihak. Hal-hal
yang kosong dalam surat bukti kredit meliputi nama, alamat, jenis barang
jaminan, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal nkredit, dan tanggal jatuh
tempo. Hal-hal yang kosong ini tinggal diisi oleh perum pegadaian ketika ada
nasabah yang menginginkan gadai.
Berikut ini disajikan isi perjanjian kredit dengan
jaminan barang bergerak yang telah dibakukan dalam perum Pegadaian, yaitu :
1. Pegadaian
memberikan kredit kepada nasabah atau yang dikuasakan dengan jaminan barang
bergerak yang nilai taksirannya sebgaimana tercantum pada halaman depan
2. Nasabah
dan atau yang dikuasakan menjamin bahwa barang yang dijaminkan merupakan milik
yang sah dari nasabah atau dikuasai secara sah menurut hukum oleh nasabha dan
kerannya nasabah mempunyai wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan utang
kepada pegadaian. Nasabah juga menjamin tidak adanya orang atau pihak lain yang
mempunyai hak turut menggunakan barang tersebut baik dalam hak mmilik atau hak
menguasai
3. Nasabah
menjamain barang yang digadaikan dalam pegadaian tidak sedang menjadi sesuatu
hutang, tidak dalam sitaan, tidak dalam sengketa dengan pihak lain atau tidak
berasal dari barang yang di[peroleh secara tidak sah atau melawan hukum
4. Barang
jaminan sebagaimana diuraikan dalam halaman depan, bila kemudian hari baranga
yang dijaminkan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nilai
taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak
bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi Force Majeure, antara lain bencana
alam, huru-hara, dan perang
5. Apabila
terjadi perebedaan dalam taksiran dan menyebabkan nilai barang jaminan tidak
dapat menutup uang pinjaman dan sewa modal, paling lama 14 hari sejak
pemberitahuan. Nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban menyerahkan tambahan
barang jaminan yang nilainya minimal sama dengan nilai pinjaman ditambah sewa
modal maksimum.
6. Nasabah
atau yang dikuasakan berkewajiban untuk membayar uang pinjaman ditambah sewa
modal sebesar tarif sebagaiman yang tercantum dihalam depan dengan jangka waktu
kredit 120 hari
7. Nasabah
atau yang dikuasakan dapat mengalihkan haknya untuk menebus, menerima, atau
mengulang gadai barang jaminan kepada orang lain dengan mengisi dan membutuhkan
tanda tangan pada kolom yang tersedia
8. Pelunasan
dapat dilakukan dengan cara melunasi seluruhnya, mengangsur, dan atau mengulang
gadai, mulai sejak tanggal kredit sampai dengan satu hari tanggal sebelum
lelang. Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilunasi atau diangsur
atau diulang gadai, maka barang jaminan akan dilelang pada tanggal yang telah
ditetapkan
9. Hasil
penjualan barang jaminan digunakan untuk menutup pinjaman ditambah sewa modal
dan biaya lelang . apabila terdapat uang kelebihan yang menjadi hak nasabah
dengan jangka waktu pengambilan selama satu tahun, uang kelebihan tidak diambil
dalam jangka waktu 12 bulan, sejak tanggal lelang selebihnya menjadi hak
pegadaian.
10. Apabila
penjualan lelang lebih rendah dari uang pinjaman tambah sewa modal ditambah
biaya lelang, selisihnya tetap merupakan utang nasabah yang akan ditagih oleh
pegadaian dan harus dilunasi paling lambat 14 hari sejak tanggal pemberitahuan
diterima
11. Apabila
terjadi permasalahan dikemudian hari akan diselesaiakn secara musyawarah untuk
mufakat. Akan tetapi jika permasalahan ini tidak dapat diselesiakan secara
musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaiakn melalui pengadilan negeri
setempat.
Demikian perjanjian ini
berlaku dan mengikat kedua belah pihak sejak ditanda tangani.
Mataram,...........................2004
Perum Pegadaian Nasabah/yang
dikuasakan
( ) ( )
Persyartaan yang terdapat dalam SBK ini
distandarisasi oleh Perum Pegadaian. Para pemberi gadai tinggal menyetujui atau
tidak menyetujui persyaratan tersebut. apabila pemberi gadai meyetujuinya, ia
menandatangani syarat tersebut. apabila tidak menyetujuinya, ia tidak
menandatangani dan perjanjian gadai itu tidak ada[6].
I. Hak dan Kewajiban Para Pihak
Dengan adanya perjanjian gadai antara pemberi gadai
dengan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para
pihak. Yang terdapat dalam pasal 1155 KUH Perdata telah diatur tentang hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Adapun dari hak Penerima gadai adalah :
1. Menerima
angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan
2. Menjual
barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau
waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya
Kewajiban penerima gadai diatur dalam pasal 1154,
pasal 1156 dan pasal 1157 KUH Perdata. Adapun kewajiban penerima gadai adalah :
1.Menjaga
barang yang digadaikan sebaik-baiknya
2.Tidak
diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun
pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUH Perdata)
3.Memberitahukan
kepada pemberi gadai tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUH
Perdata)
4.Bertanggung
jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh itu hal terjadi akibat
kelalaiannya (Pasal 1157 KUH Perdata)
Hak-hak
pemberi gadai :
1. Menerima
uang gadai dari penerima gadai
2. Berhak
atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lainnya telah
dilunasinya
3. Berhak
menuntut pada pengadilan supaya barang gadai yang dijual untuk melunasi
hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUH Perdata)
Kewajiban
Pemberi Gadai :
1. Menyerahkan
barang gadai kepada penerima gadai
2. Membayar
pokok dan sewa modal kepada penerima gadai
3. Membayar
biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk meyelamatkan barang-barang
gadai (Pasal 1157 KUH Perdata)
Selain dalam KUH Perdata juga dijelaskan dalam NBW
Belanda telah ditentukan hak-hak penerima gadai. Adapun dalam NBW Belanda
hak-hak penerima gadai anatara lain :
1. Penerima
gadai berhak menjual benda gadai. Penerima gadai baru dapat menjual benda
tersebut apabila pemberi gadai lalai melakukan kewajibannya. Setelah jangka
waktu yang ditentukan di masa lampau, maka penerima gadai berhak menjual benda
yang digadaikan atas kekuasaan sendiri, dan kemudian mengambil pelunasannya.
Sisanya dikembalikan kepada pemberi gadai (pasal 3.9.2.9)
2. Penerima
gadai berhak untuk mendapatkan kembali ongkos – ongkos yang telah diekluarkan
untuk keselamatan bendanya (Pasal 3.9.2.5)
3. Penerima
gadai berhak untuk menahan barang (hak retensi), bila penerima gadai tidak
membayar sepenuhnya uatang pokok dan bunganya, serta biaya yang dikeluarkan
untuk menyelamatkan benda gadai.
Apabila salah satu pihak tridak melaksanakan
prestasinya dengan baik, seperti misalnya pemberi gadai tidak membayar pokok
pinjaman dan sewa modalnya, maka lembaga pegadaian dapat memberikan somasi
kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
dijanjikan. Apabila somasi telah dilakukan selama tiga kali dan diindahkannya,
maka lembaga pegadaian dapat melakukan pelelangan terhadap benda gadai.
J. Jangka Waktu Gadai
Dalam hal gadai tentunya juga menngunakan jangka
waktu , dalam hal penentuan jangka waktu gadai diatur dalam Keputusan Direksi
Perum Pegadaian dan dijabarkan lebih lanjut dengan Nomor : SE 16/Op.1.00211/01
tentang Perubahan Tarif Sewa Modal, telah diatur jangka waktu gadai. Sebenernya
dalam SE tidak hanya mengatur tentang tarif sewa modal, akan tetapi juga
mengatur tentang jangka waktu kredit dan maksimum sewa modal. Tingkat sewa
modal, jangka waktu dan maksimum sewa modal disajikan dalam tabel berikut :
Gol.
|
Uang
Pinjaman
|
Sewa Modal
(per 15 hari)
|
Maksimum waktu
kredit
|
Maksimum Sewa
Modal
|
A
|
Rp
5000 s.d Rp Rp 40.000
|
1.125%
|
120
hari
|
10%
|
B
|
Rp
40.500 s.d Rp 150.000
|
1.5%
|
120
hari
|
12%
|
C
|
Rp
151.000 s.d Rp 500.000
|
1.75
%
|
120
hari
|
14%
|
D
|
Rp
501.000 s.d keatas
|
1.75
%
|
120
hari
|
14%
|
Pada prinsipnya jangka waktu tidak pernah berubah
yakni minimal 15 hari dan maksimal 120 hari . yang mengalami perubahan adalah
besarnya uang pinjaman, sewa modal, dan maksimum sewa modal. Semakin besar
jumlah uang pinjaman maka semakin besar sewa modalnya, tetapi semakin kecil
uang pinjaman, maka semakin pula sewa modalnya[7].
Pinjaman gadai ini hanya diperuntukan bagi usaha
kecil dan menengah, yang modal usahanya tidak terlalu besar. Bagi pengusaha
besar yang memerluka uang besar, tidak cocok untuk meminjam uang pada lembaga
gadai, tapi mereka dapat mengajukan permohonan peminjaman kepada lembaga
perbankan dengan jaminan hak tanggungan
atau hak fidusia.
K. Larangan Untuk Menjanjikan Klausul Milik Beding
Dalam Perjanjian Gadai
Dalam
perjanjian gadai, janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang gadai untuk
memiliki kebendaan bergerak yang digadaikan secara serta-merta bila debitur
pemberi gadai wanprestasi tidak diperkenankan atau dilarang untuk
diperjanjiakn. Apabila klausul milik beding ini diperjanjiakan, maka
klausul tersebut danggap batal demi hukum.
Berkaitan
dengan larangan menjanjiakn klausul milik beding dalam perjanjian gadai,
ketentuan dalam pasal 1154 KUH Perdata menyatakan:
(1)
Apabila pihak
berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiabnnya, maka tidak
diperkenankanlah pihak yang berpiutang memiliki barang yang digadaikan.
(2)
Segala janji
yang bertentangan dengan ini adalah batal.
Ketentuan yang melarang adanya klausul milik beding
ini dalam rangka melindungi kepentingan debitur dan pemberi gadai, terutama
bila nilai kebendaan bergerak yang digadaikannya melebihi besarnya hutang utang
yang dijamin, sehingga terdapat sisa pembayaran dari hasil penjualan barang
gadai tersebut dapat dikembalikan atau diserahkan kepada debitur dan pemberi
gadai yang bersangkutan. Logika larangan ini dikarenakan barang yang diserahkan
kepada kreditur sebagai jaminan untuk pelunasan utang, bukan untuk dimiliki
atau dialihkan haknya. Sekaligus pula melindungi kepentingan para peminjam uang
yang pada umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah.[8
L. Hapusnya Gadai
Sebab-sebab
yang menjadi dasar hapusnya hak gadai menurut pasal 1150 samapai dengan pasal
1160 KUH Perdata, yaitu:
a. Hapusnya
perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan yang dijamin dengan gadai, hal ini
sesuai dengan sifat perjanjian pemberian jaminan yang merupakan perjanjian acessoir.
Artinya, ada atau tidaknya hak gadai itu ditentukan oleh ekstensi
perjanjian pokok atau pendahuluannya yang menjadi dasar adanya perjanjian
pemberian jaminan. Ketentuan dalam pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan bahwa
suatu perjanjian (perikatan) hapus karena alasan-alasan di bawah ini, yaitu:
1. Pelunasan;
2. Perjumpaan
utang (kompensasi);
3. Pembaharuan
utang (novasi);
4. Pembebasan
utang;
b. Lepasnya
benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang hak gadai, dikarenakan:
1. Terlepasnya
benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor (pemegang gadai). Sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata, hal ini tidak berlaku bila
barang gadainay hilang atau dicuri orang, pemegang gadai masih mempunyai hak
untuk menuntut kembali dan bila barang gadai yang dimaksud didapatkannya
kembali, hak gadainya dianggap tidak pernah telah hilang;
2. Dilepaskannya
benda yang digadaikan oleh pemegang gadai secara suka rela;
3. Hapusnya
benda yang digadaikan;
c. Terjadinya
percampuran, dimana pemegang gadai sekaligus juga menjadi pemilik barang yang
digadaikan tersebut;
d.
Terjadinya
penyalahgunaan barang gadai oleh kreditor (pemegang gadai) (pasal 1159 KUH
Perdata).
Pelunasan
kredit gadai pada perusahaan pegadaian dapat dilakukan melalui salah satu cara
di bawah ini:
a.
Melunasi dengan
membayar pokok jaminan ditambah dengan sewa modal pada saat jatuh tempo atau
pelunasan;
b.
Hasil penjualan
lelang barang jaminannya. Sisa hasil penjualan lelang barang jaminan
dikembalikan kepada nasabah.
Dalam
pelunasan kredit gadai Perusahaan Pegadaian, juga dimungkinkan terjadinya
pelunasan ulang gadai melalui transaksi pelunasan, yaknisebagai berikut:
1.
Ulang Gadai
Nasabah
hendak memperbaharui kredit (memperpanjang jangka waktu kredit) dengan hanya
membayar bunganya saja.
2.
Minta Tambahan
Nasabah
hendak minta tambahan uang pinjaman.
3.
Mencicil
Nasabah
hendak memperbaharui kredit (memperpanjang jangka waktu kredit) dengan membayar
bunga/sewa modal dan mengurangi/ mencicil sebagian uang pinjaman.
4.
Tebus Sebagian
Nasabah
hendak menebus sebagian barang jaminan rangkap dengan cara membayar bunga/sewa
modal seluruhnya dan membayar uang pinjaman barang jaminan yang ingin ditebus. [9]
M. Pelelangan Barang Gadai
Selain
melalui pelunasan atau pelunasan ulang kredit gadai, pelunasan kredit gadai
dapat dilakukan melalui pelelangan, yaitu upaya pengembalian uang pinjaman
beserta sewa modal, yang tidak dilunasi sampai batas waktu yang ditentukan.
Usaha ini dilakukan dengan penjualan barang jaminan tersebut kepada umum pada
waktu yang telah ditentukan.[10]
Barang
jaminan gadaiyang dilelang dihitung 120 hari dari tanggal jatuh kredit
gadainya. Ini berarti, tanggal jatuh tempo yang dicantumkan pada setiap Surat
Bukti Kredit harus berubah/ menyesuaikan.
Dua bulan sebelum tahun anggaran berakhir,
stiap Kantor Cabang diwajibkan mengirim Daftar Tanggal Lelang untuk tahun
anggaran berikutnya ke Kantor Daerah masing-masing, yang kemudian membuat
Daftar Ikhtisar Lelang untuk daerahnya dengan memperhatikan Kantor Cabang yang
letaknya berdekatan satu dengan yang lainnya sedapat mungkin tidak diadakan
lelang pada tanggal yang sama, lelang tidak dilakukan pada hari dan dalam bulan
puasa, lelang sedapa mungkin dilakukan sebelum sebelum lebaran. Apabila lelang
tidak dapat dilaksanakan pada tanggal yang telah ditetapkan, maka harus diundur
pada hari berikutnya dan penundaan ini harus diumumkan kepada masyarakat serta
diberitahukan kepada Kepala Kantor Daerah dan Inspektuf Daerah.
Kepala
Cabang paling lambat 7 hari sebelum lelang sudah membentuk Tim Pelaksana
Lelang. Terhadap barang yang akan
lelang, dikeluarkan dari tempat penyimpanan paling cepat 5 hari sebelum lelang.
Untuk itu dibuatlah Berita Acara Penyerahan Barang Jaminan yang Akan Dilelang
dari pemegang gudang/ penyimpan nomor-nomor barang kepada Tim Pelaksana Lelang.
Sebelum
pelaksanaan lelang, Tim Pelaksana Lelang harus menaksir ulang seluruh barang
yang akan dilelang. Apabila paada waktu taksir ulang tedapat barang yang tidak
cocok dengan Surat Bukti Kredit yang bersangkutan atau trdapat beda taksiran
yang besar karena salah menggunakan peraturan atau terdapat tanggal jatuh tempo
ynag salah, maka barang tersebut tidak boleh dilelang.
Dalam
menetapkan harga penjualan lelang, Tim Pelaksana Lelang melakukan taksir ulang
dengan berpedoman sebagai berikut:
a. Apabila
taksiran baru itu leebih rendah dari uang pinjaman ditambah dengan sewa modal
penuh, maka barang itu harus dijual serendah-rendahnya sebesar uang pinjaman
ditambah dengan sewa modal (penuh), dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah
penuh. Apabila tidak ada penawaran sampai serendh-rendahnya sebesar uang yang
telah dibulatkan itu, harus dibeli Perusahaan Penggadaian sebagai Barang Sisa
Lelang;
b. Apabila
taksiran baru itu lebih dari uang pinjaman ditambah dengan sewa modal, maka
barang itu harus dijual dengan harga serendah-rendahnya sebesar uang pinjaman
menurut taksiran yang baru ditambah dengan sewa modal (penuh) dari uang
pinjaman menurut taksiran baru, dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah
penuh. Apabila tidak ada penawaran sampai serendah-rendahnya, maka harus dibeli
Perusahaan Penggadaian sebagai Barang Sisa Lelang.
Penjualan
harga lelang didasarkan kepada penawaran tertinggi disetujui oleh pelaksana
lelang dan langsung dicatat dalam Daftar Rincian Penjualan Lelang. Setelah
selesai lelang, oleh Pelaksana Lelang dibuat Berita Acara Lelang dan
menyerahkan kepada kasir bersama uang pendapatan lelang. Untuk barang-barang
yang tidak laku dilelang dicatat dalam Registrasi Barang Sita Lelang.[11]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berhutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan
kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut. Dasar
hukum gadai dapat dilihat pada peraturan salah satunya adalah Pasal 1150 KUH
Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1150 dan
pasal-pasal lainnya dari KUH Perdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri-ciri
yang melekat pada hak gadai itu Objek atau barang-barang yang gadai adalah
kebendaan yang bergerak yang merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau
barang-barang yang bergerak milik seseorang. Gadai bersifat acessoir pada
perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu.
Adapun Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yakni
pihak pemberi gadai (pandgever) dan pihak penerima gadai (pandnemera).
Pandgever adalah orang atau badan hukum yang memberikna jaminan dalam bentuk
benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang
diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Sedangkan objeknya Objek Gadai adalah
benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak
Gadai. Benda yang dapat digadaikan adalah semua barang bergerak yang berwujud
maupun benda bergerak tidak berwujud.
Untuk
terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur mutlak,
pertama,
harus
ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur
sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur), Kedua, yaitu
adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan tersebut dari tangan debitur
(pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemeganga gadai).
Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk
perjanjian tertulis, sebagaimana pada perjanjian pada pokonya yakni perjanjian
pemberian kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta
bawah tangan dan akta otentik. Akan tetapi dalam prakteknya perjanjian gadai
ini dilakukan perjanjian di bawah tangan dimana ditanda tangani oleh penerima
dan pemberi gadai.
Adapun
dari hak Penerima gadai adalah :
1.
Menerima
angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan
2. Menjual
barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau
waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya
Adapun
kewajiban penerima gadai adalah :
1. Menjaga
barang yang digadaikan sebaik-baiknya
2. Tidak
diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun
pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUH Perdata)
3. Memberitahukan
kepada pemberi gadai tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUH
Perdata)
4. Bertanggung
jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh itu hal terjadi akibat
kelalaiannya (Pasal 1157 KUH Perdata)
Hak-hak
pemberi gadai :
1. Menerima
uang gadai dari penerima gadai
2. Berhak
atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lainnya telah
dilunasinya
3. Berhak
menuntut pada pengadilan supaya barang gadai yang dijual untuk melunasi
hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUH Perdata)
Kewajiban
Pemberi Gadai :
4. Menyerahkan
barang gadai kepada penerima gadai
5. Membayar
pokok dan sewa modal kepada penerima gadai
6. Membayar
biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk meyelamatkan barang-barang
gadai (Pasal 1157 KUH Perdata)
Mengenai jangka waktu tidak pernah berubah yakni minimal
15 hari dan maksimal 120 hari . yang mengalami perubahan adalah besarnya uang
pinjaman, sewa modal, dan maksimum sewa modal. Semakin besar jumlah uang
pinjaman maka semakin besar sewa modalnya, tetapi semakin kecil uang pinjaman,
maka semakin pula sewa modalnya.
Sebab-sebab yang menjadi dasar hapusnya hak gadai
menurut pasal 1150 samapai dengan pasal 1160 KUH Perdata. Barang jaminan
gadaiyang dilelang dihitung 120 hari dari tanggal jatuh kredit gadainya. Ini
berarti, tanggal jatuh tempo yang dicantumkan pada setiap Surat Bukti Kredit
harus berubah/ menyesuaikan. Dua bulan sebelum tahun anggaran berakhir, stiap
Kantor Cabang diwajibkan mengirim Daftar Tanggal Lelang untuk tahun anggaran
berikutnya ke Kantor Daerah masing-masing, yang kemudian membuat Daftar
Ikhtisar Lelang untuk daerahnya dengan memperhatikan Kantor Cabang yang
letaknya berdekatan satu dengan yang lainnya sedapat mungkin tidak diadakan
lelang pada tanggal yang sama, lelang tidak dilakukan pada hari dan dalam bulan
puasa, lelang sedapa mungkin dilakukan sebelum sebelum lebaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Salim,HS. Perkembangan
Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014.
Usman, Rachmadi.
Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
[1]
Salim HS, Perkembangan
Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014) hal. 35
[2] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan
Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 108
[3] Salim,HS.
Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014)
hlm.
[4]
Rachmadi Usman, Hukum
Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 122-124
[5] Salim,HS.
Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta. Raja Grafindo Perkasa:2014)
hlm.
[8]
Rachmadi Usman, Hukum
Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 132
[9]
Rachmadi Usman, Hukum
Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 144-145
[10]
Ibid.... hlm. -
[11]
Rachmadi Usman, Hukum
Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 145-146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar