Sabtu, 18 Maret 2017

Investasi Berdasarkan Syariah



MAKALAH
INVESTASI BERDASARKAN SYARIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pasar Modal Syariah
Dosen pengampu: Budi Kolistiawan, S.Pd., M.E.I.

Disusun oleh:
Kelompok 1
1.   Hesti Handayani                   NIM. 1711143028
2.   Siti Mafatichul Mustafida    NIM. 1711143080
3.   Vivin Najihah                       NIM. 1711143084

Kelas: HES VI-B

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARIAH & ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
MARET
2017


KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Investasi Berdasarkan Syariah” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pasar Modal Syariah pada semester VI (enam), serta dengan adanya tugas ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang akan dikaji.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1.    Bapak Budi Kolistiawan, S.Pd., M.E.I., selaku dosen pengampu mata kuliah Pasar Modal Syariah yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini,
2.    Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan, serta
3.    Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
           

Tulungagung,    Maret 2017
                                                                                                                        Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i   
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii  
DAFTAR  ISI....................................................................................................... iii 
BAB I   : PENDAHULUAN............................................................................... 1  
A.  Latar Belakang................................................................................. 1  
B.  Rumusan Masalah............................................................................ 2  
C.  Tujuan Pembahasan.......................................................................... 2
BAB II  : PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A.  Pengertian dan Tujuan Investasi...................................................... 3
B.  Kategori Investor............................................................................. 5
C.  Risiko dalam Investasi..................................................................... 7
D.  Investasi dalam Perspektif Syariah.................................................. 9
E.   Norma dalam Berinvestasi............................................................... 12
F.   Risiko (Gharar) dan Perjudian (Maysir) dalam Perspektif Sya-
riah................................................................................................... 15
G.  Kriteria Implementasi Investasi Syariah.......................................... 17
BAB III   :........................................................................................................ PENUTUP               20
A.    Kesimpulan..................................................................................... 20
B.     Saran............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... iv

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam perkembangannya dewasa ini, kegiatan ekonomi tidak hanya berbicara seputar jual beli ataupun kebutuhan sehari-hari. Tetapi telah berkembang secara pesat dan telah melangkah jauh. Hal ini dapat dilihat dalam konteks lapangan dengan adanya pasar modal, lebih-lebih dalam lingkungan pasar modal syariah. Pasar modal maupun pasar modal syariah merupakan antusiasme baru dalam kegiatan ekonomi yang menunjukkan bahwa masyarakat saat ini tidak hanya memiliki pola pikir untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari, tetapi juga telah memikirkan bagaimana kepentingan dan kebutuhan hidup mereka di masa mendatang.
Salah satu bentuk dari cara mereka berorientasi pada masa depan ini salah satunya dapat kita lihatpada kegiatan investasi. Investasi dapat diartikan sebagai salah satu upaya masyarakat untuk menyiapkan keperluan dana mereka di masa yang akan datang. Mereka, para investor ini, menyisihkan sebagian kekayaan yang mereka miliki untuk diusahakan oleh orang lain maupun lembaga lain, di mana para investor ini akan mendapatkeuntungan dari kegiatan usaha tersebut.
Lalu bagaimanakah kegiatan invetasi ini menurut syariat Islam? Tentunya berbeda dengan investasi konvensional biasa yang selalu ikut menyertakan unsur riba maupun hal-hal yang dilarang bagi seorang muslim di dalamnya. Dan untuk mengetahuinya lebih lanjut diperlukan pemahaman terkait investasi ini.
Atas dasar pemaparan di atas, maka disusunlah makalah dengan judul “Investasi Berdasarkan Syariah” demi mengkaji dan menelaah permasalahan-permasalahan seputar investasi berbasis syariah.



B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam makalah ini dirumuskan dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian dan tujuan investasi?
2.    Bagaimanakah kategori investor itu?
3.    Bagaimanakah risiko dalam investasi?
4.    Bagaimanakah investasi dalam perspektif syariah?
5.    Apa saja norma dalam berinvestasi?
6.    Bagaimana risiko (gharar) dan perjudian (maysir) dalam perspektif syariah?
7.    Bagaimana kriteria implementasi dalam investasi syariah?

C.  Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan makalah ini berdasarkan  rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui dan memahami tentang:
1.    Pengertian dan tujuan investasi.
2.    Kategori investor.
3.    Risiko dalam investasi.
4.    Investasi dalam perspektif syariah.
5.    Norma dalam berinvestasi.
6.    Risiko (gharar) dan perjudian (maysir) dalam perspektif syariah.
7.    Kriteria implementasi dalam investasi syariah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian dan Tujuan Investasi
Istilah investasi berasal dari bahasa Inggris, yakni kata investment dengan kata dasar invest yang artinya ‘menanam’. Dalam Kamus Istilah Pasar Modal dan Keungan, kata investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Sementara dalam Kamus Lengkap Ekonomi, investasi didefinisikan sebagai penukaran uang dengan bentuk-bentuk kekayaan lain, seperti saham atau harta tidak bergerak yang diharapkan dapat ditahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapatan.[1]
Investasi menurut definisi Adrian Sutedi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa mendatang.[2] Adapun menurut Tandelilin sebagaimana dikutip oleh Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution,[3] investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yangdilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Pendapat lain yang dikemukakan Kamaruddin Ahmad,[4] bahwa investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat kita pahami bahwa investasi merupakan penempatan kekayaan berupa uang atau dana untuk memperoleh sejumlah keuntungan tertentu di masa mendatang.
Pada umumnya, investasi dibedakan menjadi dua, yaitu:[5]
1.    Investasi pada financial asset yang dilakukan di pasar uang, berupa sertifikat deposito, commercil paper, SuratBerharga Pasar Uang (SBPU), dan lainnya. Investasi juga dapat dilakukan di pasar modal, misalnya pasarsaham, obligasi, warrant, opsi, dan sebagainya.
2.    Investasi pada real asset yang dilakukan dengan pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan sebagainya.
Adapun tujuan dari investasi adalah untuk mendapat sejumlah pendapatan keuntungan. Menurut Tandelilin sebagaimana dikutip oleh Huda dan Edwin Nasution, dalam konteks perekonomian terdapat beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain:[6]
a.    Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang
Kebutuhan akan hidup yang layak merupakan keinginan setiap manusia, sehingga investasi menjadi slah satu upaya mereka dalam mewujudkan hal tersebut.
b.    Mengurangi tekanan inflasi
Inflasi meruakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kegiatan ekonomi, di mana ia menjadi pengoreksi dari seluruh pendapatan yang ada. Dan dengan melakukan investasi pada jenis usaha tertentu maka diharapkan dapat meminimalkan risiko saat terjadi inflasi.
c.    Sebagai usaha untuk menghemat pajak
Beberapa negara di belahan dunia membuat kebijakan yang mendorong masyarakatnya untuk melakukan investasi dengan memberikan faslitas perpajakan untuk investasi jenis tertentu.
Untuk mencapai tujuan invormasi diperlukan suatu proses dalam pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan ekspektasi return yang didapat dan risiko yang dihadapi. Di antara beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah:[7]
1.    Menentukan kebijakan investasi
Pada tahapan ini, investor menentukan tujuan investasi dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini dilakukan karena dalam investasi tidak hanya harus siap untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga harus siap enghadapi risiko yang sewaktu-waktu muncul.
2.    Analisis sekuritas
Pada tahapan ini, investor melakukan penilaian terhadap sekuritas baik secara individual maupun kelompok guna mengidentifiksi kesalahan harga (mispriced) pada sekuritas. Bagi yang mereka yang berpendapat harga sekuritas wajar, tahapan ini ditujukan untuk mengetahui preferensi risiko para investor, pola kebutuhan kas, dan sebagainya.
3.    Pembentukan portofolio
Tahapan ketiga ini dilakukan dengan melibatkan identifikasi aset khusus yang akan diinvestasikan, serta menentukan berapa besarnya. Dalam hal ini investor perlu memperhatikan juga masalah selektivitas, penentuan waktu, dan diversifikasi.
4.    Revisi portofolio
Tahapan ini dilakukan seiring dengan berjalannya waktu, seperti apabila di tengah jalan investor ingin mengubah tujuan investasinya, maka ia harus membuat ulang portofolionya.
5.    Evaluasi kinerja portofolio
Pada tahapan yang terakhirini, investor melakukan evaluasi terhadap kinerja portofolio secara periodek, sehingga diperlukan ukuran yang tepat mengenai return dan risiko, serta standar yang relevan.

B.  Kategori Investor
Dalam dunia pasar modal, para investor memiliki preferensi dan karakter yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan kejelian bagi seorang manajer investasi dalam menyeleksi efek mana yang sesuai bagi investor tersebut. Secara garis besar, investor dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu mereka yang berani mengambil risiko (risk taker) dan mereka yang tidak berani mengambil risiko (nonrisk taker). Adapun investor yang berani mengambil risiko dikategorikan lagi menjadi tiga bagian, meliputi:[8]
a.    Mereka yang berani mengambil risiko tinggi dengan harapan imbal hasil yang juga relatif tinggi (high risk high return);
b.    Mereka yang cukup berani risikoyang moderat dengan imbal hasil yangjuga moderat (medium risk medium return); dan
c.    Mereka yang hanya berani mengambil risiko dalam tingkat yang relatif rendah dengan imbal hasil yang juga relatif rendah (low risk low return).
Berdasarkan pengkategorian di atas, maka diketahui bahwa sikap investor terhadap risiko itu sendiri dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.    Mereka yang menyukai risiko (risk averse). Adapun investor dengan karakter seperti ini memiliki sikap yang agresif dan spekulatif dalam mengambil keputusan.
2.    Mereka yang bersikap netral terhadap risiko (risk neutral). Investor dengan karakter seperti ini cenderung bersikap hati-hati (prudent) dan fleksibel dalam mengambil keputusan investasi.
3.    Mereka yang menyukai risiko (risk seeker). Investor dengan karakter seperti ini cenderung mengambil investasi dengan risiko yang lebih kecil.
Akan tetapi pada dasarnya, semua investor adalah risk averse, mengingat tidak ada seorang pun investor yang menginginkan risiko. Di sinilah letak perbedaan antara seorang investor dengan penjudi (gambler).
Dan apabila ditinjau dari faktor pelakunya, kategori investor dibedakan menjadi dua, yaitu investor perorangan (private) dan investor yang bersifat institusional atau kelembagaan (corporate). Adapun perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel berikut.


Investor Individu
Investtor Institusi
Cara mendefinisikan risiko
Subyektif; diukur dengan losing money
Lebih obyektif; diukur dengan standard deviasi
Karakteristik
Dipengaruhi oleh faktor psikologi (psychographics)
Dipengaruhi oleh siapa penerima manfaat
Dipengaruhi oleh
Stage in life
assetliabilities
Penempatan dana
Dapat dilakukan di tempat yang mana mereka sukai
Diatur oleh ketentuan pemerintah
Ketentuan perpajakan
Menjadi issue yang sangat penting
Bukan menjadi issue yang penting

C.  Risiko dalam Investasi
Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu resiko dan return. Dalam melakukan investasi, khususnya dalam sekuritas saham, return diperoleh dari dua sumber yaitu dividen dan capital gain, sedangkan risiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return saham) yang diperoleh.[9]
Jorion, menyatakan risiko sebagai volatility dari suatu hasil yang tidak
diekspektasi, secara general nilai dari aset atau kewajiban dari bunga. Gup,
mengemukakan bahwa resiko adalah penyimpangan dari return yang diharapkan. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharapkan. Karena risiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang diharapkan. Dari sini muncul konsep ukuran penyebaran yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan nilai akan kita peroleh menyimpan dari nilai yang diharapkan. Ukuran ini dinyatakan dalam standar deviasi atau variance (bentuk kuadrat dari standar deviasi) yang merukan ukuran untuk risiko total.
Menurut Tandelilin, dalam analisis tradisional, risiko total dari berbagai aset keuangan bersumber dari:
a.    Interest Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas return akibat perubahan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga ini berpengaruh negatif terhadap harga sekuritas.
b.    Market Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas retrun karena fluktuasi dalam keseluruhan pasar sehingga berpengaruh pada semua sekuritas.
c.    Inflation Risk. Suatu faktor yang mempengaruhi semua sekuritas adalah purchasing power risk. Jika suku bunga naik, maka inflasi juga meningkat, karena lenders membutuhkan tambahan premium inflasi untuk mengganti
kerugian purchasing power.
d.   Bussines Risk. Risiko yang ada karena melakukan bisnis pada industry tertentu.
e.    Financial Risk. Risiko yang timbul karena penggunaan leverage finansial oleh perusahaan.
f.     Liquidity Risk. Risiko yang berhubungan dengan pasar sekunder tertentu di mana sekuritas diperdagangkan. Suatu investasi jika dapat dibeli dan dijual dengan cepat tanpa perubahan harga yang signifikan, maka investasi tersebut dikatakan likuid, demikian sebaliknya.
g.    Exchange Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas return sekuritas karena fluktuasi kurs currency.
h.    Country Risk. Risiko ini menyangkut politik suatu negara sehingga mengarah pada political risk.
Berbeda dengan analisis tradisional, analisis investasi modern membagi risiko total menjadi dua bagian, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis adalah risiko ang disebabkan oleh faktor-faktor unik pada suatu sekuritas, dan dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Sedangkan resiko sistematis adalah resiko yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi semua sekuritas sehingga tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Karena sebagian risiko dapat dihilangkan dengan diversifikasi, yaitu risiko tidak sistematis (unique risk), maka ukuran risiko dari suatu portofolio bukan lagi standar deviasi (risiko total), tetapi risiko sistematis saja, yaitu risiko yang tidak daat dihilangka dengan diversifikasi. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang timbul karena faktor-faktor mikro yang ada pada perusahaan industri tertentu, sehingga pengaruhnya terbatas pada perusahaan atau industri tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain: struktur modal, struktur aktiva, tingkat likuiditas, ukuran perusahaan
serta kondisi dan lingkungan kerja. Sedangkan, risiko sistematis, yang tercemin dalam beta saham, merupakan resiko yang mempengaruhi semua perusahaan,
karena disebabkan faktor-faktor yang bersifat makro, seperti kondisi perekonomian, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, kebijakan pajak dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan ada kecenderungan semua sahamuntuk bergerak bersama, sehingga selalu ada pada setiap saham.

D.  Investasi dalam Perspektif Syariah
Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan yang memiliki gradasi
(tadrij), dari tahapan diskusus (‘ilmu al yaqin), implementasi (‘ain al yaqin) , serta hakikat dari sebuah ilmu (haqq al yaqin). Scheller dalam trichotomy pengetahuan menjelaskan bahwa ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan intrumental (herrschafswissen), pengetahuan intelektual (beldungswissen), dan pengetahuan spiritual (erlosungswissen) sebagaimana yang dituangkan oleh Rich dalam bukunya The Knowlodge Cycle.
Investasi merupakan salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi konsep tadrij dan trichotomy pengetahuan tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan normal syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal, oleh karenanya investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S. al-Hasyr ayat 18:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[10]
Lafadz 7tóÏ9  ôMtB£s% $¨B Ó§øÿtR öÝàZtFø9ur ditafsirkan dengan: “hitung dan introspeksilah diri kalian sebelum diintropeksi, dan lihatlah apa yang telah kalian simpan (invest) untuk diri kalian dan amal shaleh (after here invesment) sebagai bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari kiamat untuk keselamatan diri di depan Allah SWT”. Demikianlah Allah SWT
memrintahkan kepada seluruh hamba-Nya yang beriman untuk melakukan
investasi akhirat dengan melakukan amal shalih sejak dini sebagai bekal untuk
menghadapi hari perhitungan.[11]
Begitu pula dalam Q.S. Lukman ayat 24 secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa tiada seorangpun dialam semesta ini ynag dapat mengetahui apa yang diperbuat, diusahakan serta kejadian apa yang terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusi diperintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat.
Dalam kitab Zubdatu Tafsir karya Al-Asyqar yang diterjemahkan “dari usaha untuk bekal akhirat ataupun usaha untuk bekal dunia”. Perihal tersebut diperkuat kembali dengan sebuah Sabda Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar sebagai berikut:
Kunci-kunci gaib ada lima yang tidak seorangpun mengetahui kecuali Allah SWT. semata:
1.    Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi pada hari esok kecuali Allah.
2.    Tidak ada yang dapat terjadi kapan hari kiamat kecuali Allah.
3.    Tidak ada yang dapat mengetahui apa yang terjadi atau yang ada dalam kandungan rahim kecuali Allah.
4.    Tidak ada yang dapat mengetahui kapan turunya hujan kecuali Allah.
5.    Tidak ada yang dapat mengetahui dibumi mana seseorang akan wafat.[12]
Butir pertama, bermakna investasi dunia akhirat, dimana usaha atau pekerjaan sebagai bekal kehidupan dunia sekaligus usaha sebagai bekal akhirat tidak diketahui oleh seluruh mahkluk. Pesan kedua, sebagai informasi bagi sekalian manusia untuk berinvestasi akhirat sebagaai bekal yang memadai, kaena tidak seorangpun mengetahui kapan terjadi hari kiamat yang pada hari itu telah ditutup pintu taubat serta amalan manusia.
Ketiga, sebagai pesan untuk memiliki generasi yang berkualitas sebagai
investasi jangka panjang bagi orang tua, dimana tidak seorangpun mengetahui seberapa besar kualias kandungan yang ada didalam rahim seseorang. Keempat, pesan investasi dunia, dengan melakukan saving harta sebagai motivasi untuk berjaga-jaga dimasa depan (precautionary motivasion), karena turunya air hujan dari langit disimbolkan sebagai sumber rezeki (wealth) sebagai firman-Nya dalam beberapa ayat. Dan pesan kelima, merupakan anjuran untuk melkukuan investasi akhirat sedini mungkin, karena tidak seorang pun yang mengetahui kapan dipanggil ke ribaan Allah SWT.[13]
Konsep investasi dalam ajaran islam yang diwujudkan dalam bentuk yang
finansial yang berimplikasikan terhadap kehidupan ekonomi yang kuat juga
tertuang dalam Q.S. an-Nisa ayat 9 sebagai berikut:
(|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”[14]
Ayat tersebut menganjurkan untuk berinvestasi dengan mempersiapkan
generasi yang kuat, baik aspek intelektualitas, fisik, maupun aspek keimanan sehingga terbentuk lah sebuah kepribadian yang utuh dengan kapasitas:[15]
1.    Memiliki akidah yang benar.
2.    Ibadah dengan cara yang benar.
3.    Memiliki ahklak yang mulia.
4.    Intelektualitas yang memadai.
5.    Mampu untuk bekerja/mandiri.
6.    Disiplin atas waktu.
7.    Bermanfaat bagi orang lain.
Dengan bekal tersebut diharapkan semua generasi sebagai hasil investasi jangka panjang orang tua dapat menjalani kehidupan dengan baik, sejahtera, serta tenteram. Selanjutnya, dalam Q.S. al-Muzammil ayat 20 secara tegas menganjurkan untuk melakukan perjalanan di muka bumi untuk mencari karunia Allah, yang salah satunya dalam bentuk mudharabah. Selain itu, larangan Allah SWT. bagi seluruh hamba untuk memakan harta sesama secara bathil dan perintah melakukan aktivitas perniagaan yang didasari dengan rasa saling ridha di antara para pihak terlibat, sesuai dengan firman Allah
dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 29. Ayat ini juga merupakan landasan dasar tentang tata cara berinvestasi yang sehat dan benar.

E.  Norma dalam Berinvestasi
Sebelum membahas tentang norma dalam investasi syariah, ada beberapa prinsip dasar dalam transaksi menurut syariah dalam investasi keuangan yang ditawarkan menurut Pontjowinoto sebagaimana dikutip oleh Abdul Ghofur Anshori adalah sebagai berikut:[16]
a.    Transaksi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan menghindari setiap transaksi yang dzalim. Setiap transaksi yang bermanfaat akan dilakukan bagi hasil.
b.    Uang sebagai alat pertukaran bukan sebagai komoditas perdagangan dimana fungsinya adalah sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan daya beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat yang ditimbulkan sesuai dengan pemakaian barang atau harta yang dibeli dengan uang tersebut.
c.    Setiap transaksi harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur penipuan disalah satu pihak baik sengaja ataupun tidak sengaja.
d.   Risiko yang mungkin timbul harus dikelola, sehingga tidak menimbulkan resiko yang besar atau melebihi kemampuan atau menanggung risiko.
e.    Dalam Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia menanggung risiko.
f.     Manajemen yang diterapkan adalah manajemen Islami yang tidak mengandung unsur spekulatif dan menghormati hak asasi manusia serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dalam investasi, Allah dan Rasul-Nya memberikan petunjuk dan rambu-rambu yang harus diikuti oleh setiap muslim yang beriman, di antaranya:[17]
a.    Terbebas dari Unsur Riba
Riba secara etimologi berarti tumbuh dan bertambah, dan dalam terminologi syariah para ulama banyak membahas definisi, diantaranya adalah:
1)   Riba merupakan kelebihan yang tidak ada padanan pengganti (‘iwadh) yang tidak dibenarkan syariat yang disyaratkan oleh salah satu dari dua orang yang berakad
2)   Imam Badrudin Al ‘Aini dalam kitabnya ‘Umdatul Al-Qari mendefinisikan riba sebagai: “Riba adalah penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis yang riil”.
3)   Terminology dituangkan oleh Muhammad Al-Hasaini Taqiyyudin Abi Bakr Ibn dalam kitabnya Kifayatu al-Akhyar sebagai berikut : “Riba adalah setiap nilai tambah (vau added) dari setiap pertukaran emas dan perak (uang) serta seluruh bahan makanan pokok tanpa adanya pengganti (‘iwadh) yang sepadan dan dibenarkan oleh syariah”.
Secara garis besar riba dikelompokan menjadi dua yakni Riba Utang piutang dan Riba jual beli. Sedangkan Riba utang piutang dibagi kedalam Riba Qard dan Riba Jahiliyah. Untuk yang Riba jual beli dibagi dalam Riba Fadl dan Riba Nasi’ah. Menurut kesepakatan ulama yang tergolong dalam barang ribawi ada 6 (enam) yakni emas, perak, garam, tepung, gandum, dan kurma.
b.    Terhindar dari Unsur Gharar
Gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko, dan gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan/atau kebinasaan. Taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan bahwa gharara binafsihi wa maalihi taghriran, berarti ‘aradhahuma lilhalakah min ghairi an ya’rif (jika seorang melibatkan diri dan hartanya dalam kancah gharar, maka dari itu keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Gharar juga dikatakan sesuatu yang tidak pasti, jual beli gharar berarti jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi, atau jual beli sesuatu yang objek akadnya tidak dapat diyakini dapat diserahkan.
c.    Terhindar dari Unsur Judi (Maysir)
Maysir merupakan bentuk objek yang diartikan sebagai tempat untuk memudahkan sesuatu. Dikatakan memudahkan sesuatu karena seseorang yang seharusnya menempuh jalan yang susah payah akan tetapi mencari jalan pintas dengan harapan dapat mencapai yang dikehendakinya, walaupun jalan pintas tersebut bertentangan dengan nilai serta aturan syariah.
Allah SWT. dan Rasulullah SAW. telah melarang segala jenis perjudian, ha tersebut tertuang dalam Q.S. Al-Maidah ayat 90-91:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ   $yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”[18]
d.    Terhindar dari Unsur Haram
Investasi yang dilakukan oleh seorang investor muslim diharuskan terhindar dari unsur haram. Sesuatu yang haram merupakan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah dalam Al-Quran dan hadistnya. Kata haram bermakna yang berarti melarang. Dalam kaidah usul fiqh haram didefiniskan sebagai sesuatu yang disediakan hukumnya (‘iqab) bagi yang melakukan dan disediakan pahala bagi yang meninggalkan karena diniatkan untuk menjalankan syariat-Nya.
Secara garis besar, sesuatu yang haram dikategorikan menjadi dua: Pertama, haram secara zatnya seperti babi, khamr, darah, bangkai, perjudian, dan segala sesuatu yang dipersembahkan bagi selain Allah. Kedua, haram karena proses yang ditempuh dalam memperoleh sesuatu.
e.    Terhindar dari Unsur Syubhat
Kata syubhat berasal berarti mirip, serupa, semisal, dan bercampur. Dalam terminologi syariah syubhat diartikan sebagai sesuatu perkara yang tercampur (antara halal dan haram), akan tetapi tidak diketahui secara pasti apakah ia sesuatu yang halal atau haram, dan apakah ia hak atau bathil. Seorang investor muslim disarankan menjauhi kativitas yangberaroma syubhat, karena jika hal tersebut tetap dilakukan maka pada hakikatnya telah terjerumus pada suatu yang haram, sebagaimana apa yang telah dinyatakan oleh para ulama dan fuqaha dalam sebuah kaidah fiqh, “apabila berkumpul antara yang halal dan haram, dimenangkan yang haram”.

F.   Risiko (Gharar) dan Perjudian (Maysir) dalam Perspektif Syariah
Sebagaimana teah dijelaskan di atas, gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko, dan gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan/atau kebinasaan. Taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Seseorang yang melibatkan diri dan hartanya dalam kancah gharar, maka keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Gharar juga dikatakan sesuatu yang tidak pasti, jual beli gharar berarti jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi, atau jual beli sesuatu yang objek akadnya tidak dapat diyakini dapat diserahkan.
Secara garis besar gharar dibagi menjadi 2 (dua) bagian pokok yakni :
a.    Gharar dalam shighat akad, yang meliputi:
1)   Bai ataini fii ba’iah; ialah jual beli dalam satu akad ada dua harga yang dalam praktiknya tidak ada kejelasan akad (jahalah) atau harga yang akan diputuskan. Hal ini juga berlaku jika dalam sutau transaksi ada dua akad yang bercampur tanpa adanya pemisahan terlebih dahulu.
2)   Bai al-hashah; adalah sebuha transaksi dimana penjual dan pembeli sepakat atas jual beli suatu barang dengan harga tertentu dengan lemparan batu kecil (hashah) yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada yang lain dan dijadikan pedoman atas berlangsung tidaknya akad, atau juga dengan meletakkan batu kecil tersebut diatas barang, dan juga jatuhnya batu di pihak mana pun yang mengharusnkan orang tersebut melakukan transaksi.
3)   Bai al-mulamasah; adalah adanya mekanisme tawar menawar antara dua pihak atas suatu barang, dan apabila calon pembeli menyentuh barang tersebut maka dia harus membelinya.
4)   Bai al-munabadzah; adalah seorag penjual berkata “jika saya lemparkan sesuatu maka transaksi jual beli harus berlangsung diantara kita”.
5)   Akad mu’alaq; adalah sebuha transaksi jual beli dimana jadi tidaknya transaksi tersebut bergantung pada transaksi yang lainnya.
6)   Bai al-muzabanah; adalah jual beli buah kurma yang masih ada di pohon dengan beberapa wasaq buah kurma yang telah dipanen.
7)   Bai al mukhadharah; adalah menjual buah yang masih hijau yang masih berada di pohon sebelum layak panen.
8)   Bai habal al-habalah; adalah jual beli janin yang masih berada dalam kandungan induknya.
9)   Dharbatu al-ghawash; adalah melkaukan akad transaksi jual beli untuk barang temuan yang akan ditemuan di kedalaman laut, sedangkan barang belum diketahui dapat atau tidaknya barang diserahkan kepada pembeli
10)    Bai muhaqalah; adalah melkukan jual beli tanaman tertentu seperti padi, dengan sejumlah takaran makan tertentu
11)    Bai nitaj; adalah transaksi jual beli sesuatu yang diahsilakn dari binatang ternak sebelum dituai.
12)    Bai al mudhaf; adalah kesepaktan untuk melakukan jual beli untuk waktu yang akan datang
b.    Gharar dalam objek akad, yang meliputi:
1)   Ketidaktahuan (jahl) dalam jenis objek akad
2)   Ketidaktahuan (jahl) dalam macam objek akad
3)   Ketidaktahuan (jahl) dalam sifat objek akad
4)   Ketidaktahuan (jahl) dalam ukuran dan takaran objek akad
5)   Ketidaktahuan (jahl) dalam zat objek akad
6)   Ketidaktahuan (jahl) dalam waktu akad
7)   Ketidakmampuan dalam penyerahan barang
8)   Melakukan akad atas sesuatu yang tidak nyata adanya (ma’dum)
9)   Tidak adanya penglihatan (ru’yah) atas objek akad

G. Kriteria Implementasi Investasi Syariah
Secara implementatif, kriteria investasi syariah dikemukakan oleh dewan syariah sebagai berikut.
1.    Menurut Dewan Syariah Dow Jones Islamic Market (DJIM) Index
Bagi seorang investor yang berinvestasi di pasar modal yang Islami, ia harus mendapat jaminan bahwa perusahaan yang terdaftar (listing) dalam pasar tersebut benar-benar telah memenuhi kaidah syar’i. Pasar modal syariah akan melakukan skrining mulai dari sektor usaha yang digeluti oleh perusahaan listing tersebut, serta persyarata-persyaratan syariah lainnya.
Ahli hukum Islam memandang penting untuk segera merumuskan aturan tentang perusahaan yang akan listing di pasar modal syariah, di antaranya:[19]
·      Mengeluarkan perusahaan yang mempunyai piutang lebih besar daripada asetnya;
·      Mengeluarkan perusahaan yang terlalu banyak mempunyai utang; dan
·      Mengeluarkan perusahaan yang terlalu banyak menerima bunga.
Akan tetapi, ketiga kriteria ini dinilai masih bersifat global. Untuk itu, Dewan Syariah DJIM telah merumuskan aturan mengenai skrining bagi perusahaan yang akan listing di pasar modal, antara lain:
§  Mengeluarkan perusahaan yang struktur piutangnya lebih dari 45% dari asetnya;
§  Mengeluarkan perusahaan yang mempunyai struktur utang lebih dari 33%; dan
§  Mengeluarkan perusahaan yang mempunyai pendapatan bunga lebih dari 5%, dan bahkan sebagian mengemukakan sampai 10% dari total pendapatan.
Kriteria ini disusun dengan tujuan untuk merespon kebutuhan masyarakat muslim yang hendak berinvestasi pada perusahaan yang secara syar’i terbatas dan usaha-usahanya yang dilarang oleh Islam.
2.    Menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI)
Kriteria investasi Islam yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah DJIM di atas sering dijadikan rujukan bagi penetapan investasi Islami, tidak terkecuali di Indonesia, yang mana disesuaikan dengan sosio-kultural yang ada. Untuk itu, Dewan Syariah Nasional MUI yang memiliki otoritas dalam penetapan kaidah hukum, memerlukan fatwa untuk menentukan investasi. Kriteria yang dikemukakan oleh DSN-MUI untuk pedoman pelaksanaan investasi syariah adalah sebagai berikut:[20]
a)    Sektor usaha. Investor muslim dapat menginvestasikan dananya pada proyek di sektor riil atau perdagangan yang diperbolehkan oleh syariah, kecuali industri yang bergerak atau memproduksi barang haram.
b)   Perusahaan yang mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dana dari utang tidak lebih dari 30%.
c)    Penempatan bunga yang diperoleh perusahaan tidak boleh lebih dari 15%.
d)   Perusahaan yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah piutang dagangnya atau total piutangnya tidak lebih dari 50%.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari makalah berjudul “Investasi Berdasarkan Syariah” ini dapat ditarik kesimpulan sebaga berikut.
Secara terminologis, investasi berasal dari bahasa Inggris, yakni kata investment dengan kata dasar invest yang artinya ‘menanam’. Sedangkan secara etimologis, investasi dapat dimaknai sebagai penempatan kekayaan berupa uang atau dana untuk memperoleh sejumlah keuntungan tertentu di masa mendatang. Adapun tujuan dari investasi adalah untuk mendapat sejumlah pendapatan keuntungan.
Secara garis besar, investor dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu mereka yang berani mengambil risiko (risk taker) dan mereka yang tidak berani mengambil risiko (nonrisk taker). Sementara sikap investor terhadap risiko sendiri juaga membuat pengkategorian investor menjadi tiga, yakni mereka yang menyukai risiko (risk averse), mereka yang bersikap netral terhadap risiko (risk neutral), dan mereka yang menyukai risiko (risk seeker).
Setiap bentuk investasi tentunya memiliki sejumlah risiko di dalamnya, antara lain: Interest Rate Risk, Market Risk, Inflation Risk, Bussines Risk, Financial Risk, Liquidity Risk, Exchange Rate Risk, dan Country Risk.
Dalam perspektif Islam, investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Hasyr ayat 18, khususnya pada lafadz 7tóÏ9  ôMtB£s% $¨B Ó§øÿtR öÝàZtFø9ur yangditafsirkan dengan: “hitung dan introspeksilah diri kalian sebelum diintropeksi, dan lihatlah apa yang telah kalian simpan (invest) untuk diri kalian dan amal shaleh (after here invesment) sebagai bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari kiamat untuk keselamatan diri di depan Allah SWT”.
Adaupun dalam berinvestasi, seorang investor juga harus memperhatikan norma-norma yang disyariatkan, seperti terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir, ataupun hal-hal lainnya yang dilarang oleh syariat Islam.
Selain itu, seorang investor harus sangat jeli dan diharapkan agar terus memperhatikan laju investasinya, karena walau bagaimanapun bidang investasi ini sangat rawan dengan risiko (gharar) dan perjuadian (maysir), oleh karenanya, segala hal yang menyangkut gharar dan maysir harus dapat diminimkan.
Secara implementatif, kriteria investasi syariah dikemukakan oleh dewan syariah, baik oleh Dewan Syariah DJIM maupun DSN-MUI. Di antara kriteria yang dikemukakan oleh Dewan SyariahDJIM meliputi:
§  Mengeluarkan perusahaan yang struktur piutangnya lebih dari 45% dari asetnya;
§  Mengeluarkan perusahaan yang mempunyai struktur utang lebih dari 33%; dan
§  Mengeluarkan perusahaan yang mempunyai pendapatan bunga lebih dari 5%, dan bahkan sebagian mengemukakan sampai 10% dari total pendapatan.
Sedangkan menurut DSN-MUI adalah:
·      Sektor usaha yang halal/diperbolehkan.
·      Perusahaan yang mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dana dari utang tidak lebih dari 30%.
·      Penempatan bunga yang diperoleh perusahaan tidak boleh lebih dari 15%.
·      Perusahaan yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah piutang dagangnya atau total piutangnya tidak lebih dari 50%.

B.  Saran
Penyusunan makalah ini diharapkan tidak hanya memberikan wawasan baru bagi penulis, tetapi juga untuk pembaca. Sebagaimana pepatah mengatakan, “tak ada gading yang tak retak”. Untuk itu diharapkan pula agar para pembaca senantiasa dapat mengembangkan dan menelaah kajian pada materi ini secara lebih mendalam, baik dalam diskusi forum maupun di luar forum.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.
Ahmad, Kamaruddin. 2006. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. Jakarta: Rineka Cipta.
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. 2014. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, dan Sosial. Bogor: Ghalia Indah.
Sutedi, Adrian. 2011. Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.



[1] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 6.
[2] Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 143.
[3] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 6.
[4] Kamaruddin Ahmad, Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 13.
[5] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, dan Sosial, (Bogor: Ghalia Indah, 2012), hal. 225.
[6] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 8-9.
[7] Ibid., hal. 9-10.
[8] Ibid., hal. 10.
[9] Ibid., hal. 14.
[10] Q.S. al-Hasyr ayat 18.
[11] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Kontemporer..., hal. 227.
[12] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 19-20.
[13] Ibid., hal. 20.
[14] Q.S. an-Nisa’ ayat 9.
[15] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 21.
[16] Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 97-98.
[17] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 24-30.
[18] Q.S. al-Maidah ayat 90-91.
[19] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Kontemporer..., hal. 239.
[20] Ibid., hal. 240.

1 komentar: