MAKALAH
INVESTASI
BERDASARKAN SYARIAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pasar Modal Syariah
Dosen
pengampu: Budi Kolistiawan, S.Pd., M.E.I.
Disusun
oleh:
Kelompok 1
1. Hesti
Handayani NIM.
1711143028
2. Siti
Mafatichul Mustafida NIM. 1711143080
3. Vivin
Najihah NIM.
1711143084
Kelas:
HES VI-B
JURUSAN
HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
FAKULTAS
SYARIAH & ILMU HUKUM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
MARET
2017
KATA
PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji
syukur senantiasa kami panjatkan ke
hadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan
makalah dengan judul “Investasi Berdasarkan Syariah” dengan tepat waktu. Tidak
lupa shalawat serta
salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pasar
Modal Syariah pada semester VI (enam), serta dengan adanya tugas ini diharapkan
dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang akan dikaji.
Makalah ini dapat
terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada:
1.
Bapak Budi
Kolistiawan, S.Pd., M.E.I., selaku dosen pengampu mata kuliah Pasar Modal
Syariah yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini,
2.
Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan,
serta
3. Semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan.
Dan
untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Tulungagung, Maret
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar
Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan
Pembahasan.......................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian
dan Tujuan Investasi...................................................... 3
B. Kategori
Investor............................................................................. 5
C. Risiko
dalam Investasi..................................................................... 7
D. Investasi
dalam Perspektif Syariah.................................................. 9
E. Norma
dalam Berinvestasi............................................................... 12
F. Risiko
(Gharar) dan Perjudian (Maysir) dalam Perspektif Sya-
riah................................................................................................... 15
G. Kriteria
Implementasi Investasi Syariah.......................................... 17
BAB III :........................................................................................................ PENUTUP 20
A. Kesimpulan..................................................................................... 20
B. Saran............................................................................................... 21
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... iv
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
perkembangannya dewasa ini, kegiatan ekonomi tidak hanya berbicara seputar jual
beli ataupun kebutuhan sehari-hari. Tetapi telah berkembang secara pesat dan
telah melangkah jauh. Hal ini dapat dilihat dalam konteks lapangan dengan
adanya pasar modal, lebih-lebih dalam lingkungan pasar modal syariah. Pasar
modal maupun pasar modal syariah merupakan antusiasme baru dalam kegiatan
ekonomi yang menunjukkan bahwa masyarakat saat ini tidak hanya memiliki pola
pikir untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari, tetapi juga telah memikirkan
bagaimana kepentingan dan kebutuhan hidup mereka di masa mendatang.
Salah
satu bentuk dari cara mereka berorientasi pada masa depan ini salah satunya
dapat kita lihatpada kegiatan investasi. Investasi dapat diartikan sebagai
salah satu upaya masyarakat untuk menyiapkan keperluan dana mereka di masa yang
akan datang. Mereka, para investor ini, menyisihkan sebagian kekayaan yang
mereka miliki untuk diusahakan oleh orang lain maupun lembaga lain, di mana para
investor ini akan mendapatkeuntungan dari kegiatan usaha tersebut.
Lalu
bagaimanakah kegiatan invetasi ini menurut syariat Islam? Tentunya berbeda
dengan investasi konvensional biasa yang selalu ikut menyertakan unsur riba
maupun hal-hal yang dilarang bagi seorang muslim di dalamnya. Dan untuk
mengetahuinya lebih lanjut diperlukan pemahaman terkait investasi ini.
Atas
dasar pemaparan di atas, maka disusunlah makalah dengan judul “Investasi
Berdasarkan Syariah” demi mengkaji dan menelaah permasalahan-permasalahan
seputar investasi berbasis syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam makalah
ini dirumuskan dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dan tujuan investasi?
2. Bagaimanakah
kategori investor itu?
3. Bagaimanakah
risiko dalam investasi?
4. Bagaimanakah
investasi dalam perspektif syariah?
5. Apa
saja norma dalam berinvestasi?
6. Bagaimana
risiko (gharar) dan perjudian (maysir) dalam perspektif syariah?
7. Bagaimana
kriteria implementasi dalam investasi syariah?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan makalah ini
berdasarkan rumusan masalah di atas
adalah untuk mengetahui dan memahami tentang:
1. Pengertian
dan tujuan investasi.
2. Kategori
investor.
3. Risiko
dalam investasi.
4. Investasi
dalam perspektif syariah.
5. Norma
dalam berinvestasi.
6. Risiko
(gharar) dan perjudian (maysir) dalam perspektif syariah.
7. Kriteria
implementasi dalam investasi syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Investasi
Istilah
investasi berasal dari bahasa Inggris, yakni kata investment dengan kata
dasar invest yang artinya ‘menanam’. Dalam Kamus Istilah Pasar Modal
dan Keungan, kata investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal
dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Sementara dalam Kamus Lengkap Ekonomi, investasi didefinisikan sebagai
penukaran uang dengan bentuk-bentuk kekayaan lain, seperti saham atau harta
tidak bergerak yang diharapkan dapat ditahan selama periode waktu tertentu
supaya menghasilkan pendapatan.[1]
Investasi
menurut definisi Adrian Sutedi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik
berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil
pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa mendatang.[2] Adapun
menurut Tandelilin sebagaimana dikutip oleh Nurul Huda dan Mustafa Edwin
Nasution,[3]
investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yangdilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa datang. Pendapat lain yang dikemukakan Kamaruddin Ahmad,[4]
bahwa investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk
memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, dapat kita pahami bahwa investasi merupakan
penempatan kekayaan berupa uang atau dana untuk memperoleh sejumlah keuntungan
tertentu di masa mendatang.
Pada
umumnya, investasi dibedakan menjadi dua, yaitu:[5]
1. Investasi
pada financial asset yang dilakukan di pasar uang, berupa sertifikat
deposito, commercil paper, SuratBerharga Pasar Uang (SBPU), dan lainnya.
Investasi juga dapat dilakukan di pasar modal, misalnya pasarsaham, obligasi, warrant,
opsi, dan sebagainya.
2. Investasi
pada real asset yang dilakukan dengan pembelian aset produktif,
pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan sebagainya.
Adapun
tujuan dari investasi adalah untuk mendapat sejumlah pendapatan keuntungan.
Menurut Tandelilin sebagaimana dikutip oleh Huda dan Edwin Nasution, dalam
konteks perekonomian terdapat beberapa motif mengapa seseorang melakukan
investasi, antara lain:[6]
a. Untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang
Kebutuhan
akan hidup yang layak merupakan keinginan setiap manusia, sehingga investasi
menjadi slah satu upaya mereka dalam mewujudkan hal tersebut.
b. Mengurangi
tekanan inflasi
Inflasi
meruakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kegiatan ekonomi, di mana
ia menjadi pengoreksi dari seluruh pendapatan yang ada. Dan dengan melakukan
investasi pada jenis usaha tertentu maka diharapkan dapat meminimalkan risiko
saat terjadi inflasi.
c. Sebagai
usaha untuk menghemat pajak
Beberapa negara
di belahan dunia membuat kebijakan yang mendorong masyarakatnya untuk melakukan
investasi dengan memberikan faslitas perpajakan untuk investasi jenis tertentu.
Untuk
mencapai tujuan invormasi diperlukan suatu proses dalam pengambilan keputusan
dengan mempertimbangkan ekspektasi return yang didapat dan risiko yang
dihadapi. Di antara beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan tersebut
adalah:[7]
1. Menentukan
kebijakan investasi
Pada
tahapan ini, investor menentukan tujuan investasi dengan mempertimbangkan
kemampuan yang dimilikinya. Hal ini dilakukan karena dalam investasi tidak
hanya harus siap untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga harus siap enghadapi
risiko yang sewaktu-waktu muncul.
2. Analisis
sekuritas
Pada tahapan
ini, investor melakukan penilaian terhadap sekuritas baik secara individual
maupun kelompok guna mengidentifiksi kesalahan harga (mispriced) pada
sekuritas. Bagi yang mereka yang berpendapat harga sekuritas wajar, tahapan ini
ditujukan untuk mengetahui preferensi risiko para investor, pola kebutuhan kas,
dan sebagainya.
3. Pembentukan
portofolio
Tahapan ketiga
ini dilakukan dengan melibatkan identifikasi aset khusus yang akan
diinvestasikan, serta menentukan berapa besarnya. Dalam hal ini investor perlu memperhatikan
juga masalah selektivitas, penentuan waktu, dan diversifikasi.
4. Revisi
portofolio
Tahapan ini
dilakukan seiring dengan berjalannya waktu, seperti apabila di tengah jalan
investor ingin mengubah tujuan investasinya, maka ia harus membuat ulang portofolionya.
5. Evaluasi
kinerja portofolio
Pada tahapan
yang terakhirini, investor melakukan evaluasi terhadap kinerja portofolio
secara periodek, sehingga diperlukan ukuran yang tepat mengenai return dan
risiko, serta standar yang relevan.
B. Kategori Investor
Dalam
dunia pasar modal, para investor memiliki preferensi dan karakter yang
berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan kejelian bagi seorang manajer investasi
dalam menyeleksi efek mana yang sesuai bagi investor tersebut. Secara garis
besar, investor dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu mereka yang berani mengambil
risiko (risk taker) dan mereka yang tidak berani mengambil risiko (nonrisk
taker). Adapun investor yang berani mengambil risiko dikategorikan lagi
menjadi tiga bagian, meliputi:[8]
a. Mereka
yang berani mengambil risiko tinggi dengan harapan imbal hasil yang juga
relatif tinggi (high risk high return);
b. Mereka
yang cukup berani risikoyang moderat dengan imbal hasil yangjuga moderat (medium
risk medium return); dan
c. Mereka
yang hanya berani mengambil risiko dalam tingkat yang relatif rendah dengan
imbal hasil yang juga relatif rendah (low risk low return).
Berdasarkan
pengkategorian di atas, maka diketahui bahwa sikap investor terhadap risiko itu
sendiri dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Mereka
yang menyukai risiko (risk averse). Adapun investor dengan karakter
seperti ini memiliki sikap yang agresif dan spekulatif dalam mengambil
keputusan.
2. Mereka
yang bersikap netral terhadap risiko (risk neutral). Investor dengan
karakter seperti ini cenderung bersikap hati-hati (prudent) dan
fleksibel dalam mengambil keputusan investasi.
3. Mereka
yang menyukai risiko (risk seeker). Investor dengan karakter seperti ini
cenderung mengambil investasi dengan risiko yang lebih kecil.
Akan
tetapi pada dasarnya, semua investor adalah risk averse, mengingat tidak
ada seorang pun investor yang menginginkan risiko. Di sinilah letak perbedaan
antara seorang investor dengan penjudi (gambler).
Dan apabila ditinjau dari faktor
pelakunya, kategori investor dibedakan menjadi dua, yaitu investor perorangan (private)
dan investor yang bersifat institusional atau kelembagaan (corporate).
Adapun perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel berikut.
|
Investor
Individu
|
Investtor
Institusi
|
Cara
mendefinisikan risiko
|
Subyektif;
diukur dengan losing money
|
Lebih
obyektif; diukur dengan standard deviasi
|
Karakteristik
|
Dipengaruhi
oleh faktor psikologi (psychographics)
|
Dipengaruhi
oleh siapa penerima manfaat
|
Dipengaruhi
oleh
|
Stage
in life
|
assetliabilities
|
Penempatan
dana
|
Dapat
dilakukan di tempat yang mana mereka sukai
|
Diatur
oleh ketentuan pemerintah
|
Ketentuan
perpajakan
|
Menjadi
issue yang sangat penting
|
Bukan
menjadi issue yang penting
|
C. Risiko dalam Investasi
Setiap
keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu resiko dan return. Dalam melakukan investasi, khususnya dalam sekuritas
saham, return diperoleh dari dua sumber yaitu dividen dan capital gain, sedangkan
risiko investasi saham tercermin
pada variabilitas pendapatan (return saham) yang
diperoleh.[9]
Jorion,
menyatakan risiko sebagai volatility dari suatu
hasil yang tidak
diekspektasi, secara general nilai dari aset atau kewajiban dari bunga. Gup,
mengemukakan bahwa resiko adalah penyimpangan dari return yang diharapkan. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharapkan. Karena risiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang diharapkan. Dari sini muncul konsep ukuran penyebaran yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan nilai akan kita peroleh menyimpan dari nilai yang diharapkan. Ukuran ini dinyatakan dalam standar deviasi atau variance (bentuk kuadrat dari standar deviasi) yang merukan ukuran untuk risiko total.
diekspektasi, secara general nilai dari aset atau kewajiban dari bunga. Gup,
mengemukakan bahwa resiko adalah penyimpangan dari return yang diharapkan. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharapkan. Karena risiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang diharapkan. Dari sini muncul konsep ukuran penyebaran yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan nilai akan kita peroleh menyimpan dari nilai yang diharapkan. Ukuran ini dinyatakan dalam standar deviasi atau variance (bentuk kuadrat dari standar deviasi) yang merukan ukuran untuk risiko total.
Menurut
Tandelilin, dalam analisis tradisional, risiko total dari berbagai aset keuangan bersumber dari:
a. Interest Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas
return akibat perubahan
tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga ini berpengaruh negatif terhadap harga sekuritas.
b. Market Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas
retrun karena fluktuasi dalam
keseluruhan pasar sehingga berpengaruh pada semua sekuritas.
c. Inflation Risk. Suatu faktor yang mempengaruhi semua
sekuritas adalah purchasing
power risk. Jika suku bunga naik, maka inflasi juga meningkat, karena lenders membutuhkan tambahan premium inflasi
untuk mengganti
kerugian purchasing power.
kerugian purchasing power.
d. Bussines Risk. Risiko yang ada karena melakukan
bisnis pada industry tertentu.
e. Financial Risk. Risiko yang timbul karena penggunaan leverage finansial oleh perusahaan.
f. Liquidity Risk. Risiko yang berhubungan dengan pasar
sekunder tertentu di mana
sekuritas diperdagangkan. Suatu investasi jika dapat dibeli dan dijual dengan cepat tanpa perubahan harga yang
signifikan, maka investasi tersebut
dikatakan likuid, demikian sebaliknya.
g. Exchange Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas
return sekuritas karena
fluktuasi kurs currency.
h. Country Risk. Risiko ini menyangkut politik suatu
negara sehingga mengarah pada
political risk.
Berbeda
dengan analisis tradisional, analisis investasi modern membagi risiko total menjadi dua bagian, yaitu risiko sistematis dan
risiko tidak sistematis. Risiko tidak
sistematis adalah risiko ang disebabkan oleh faktor-faktor unik pada suatu sekuritas, dan dapat dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi. Sedangkan resiko sistematis
adalah resiko yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi semua sekuritas sehingga tidak dapat dihilangkan
dengan diversifikasi. Karena sebagian
risiko dapat dihilangkan dengan diversifikasi, yaitu risiko tidak sistematis (unique risk), maka
ukuran risiko dari suatu portofolio bukan lagi standar deviasi (risiko total), tetapi risiko sistematis saja, yaitu
risiko yang tidak daat dihilangka dengan
diversifikasi. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang timbul karena faktor-faktor mikro yang ada pada perusahaan industri
tertentu, sehingga pengaruhnya
terbatas pada perusahaan atau industri tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain: struktur modal, struktur aktiva, tingkat
likuiditas, ukuran perusahaan
serta kondisi dan lingkungan kerja. Sedangkan, risiko sistematis, yang tercemin dalam beta saham, merupakan resiko yang mempengaruhi semua perusahaan,
karena disebabkan faktor-faktor yang bersifat makro, seperti kondisi perekonomian, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, kebijakan pajak dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan ada kecenderungan semua sahamuntuk bergerak bersama, sehingga selalu ada pada setiap saham.
serta kondisi dan lingkungan kerja. Sedangkan, risiko sistematis, yang tercemin dalam beta saham, merupakan resiko yang mempengaruhi semua perusahaan,
karena disebabkan faktor-faktor yang bersifat makro, seperti kondisi perekonomian, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, kebijakan pajak dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan ada kecenderungan semua sahamuntuk bergerak bersama, sehingga selalu ada pada setiap saham.
D. Investasi dalam Perspektif Syariah
Islam sangat
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan yang memiliki gradasi
(tadrij), dari tahapan diskusus (‘ilmu al yaqin), implementasi (‘ain al yaqin) , serta hakikat dari sebuah ilmu (haqq al yaqin). Scheller dalam trichotomy pengetahuan menjelaskan bahwa ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan intrumental (herrschafswissen), pengetahuan intelektual (beldungswissen), dan pengetahuan spiritual (erlosungswissen) sebagaimana yang dituangkan oleh Rich dalam bukunya The Knowlodge Cycle.
(tadrij), dari tahapan diskusus (‘ilmu al yaqin), implementasi (‘ain al yaqin) , serta hakikat dari sebuah ilmu (haqq al yaqin). Scheller dalam trichotomy pengetahuan menjelaskan bahwa ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan intrumental (herrschafswissen), pengetahuan intelektual (beldungswissen), dan pengetahuan spiritual (erlosungswissen) sebagaimana yang dituangkan oleh Rich dalam bukunya The Knowlodge Cycle.
Investasi
merupakan salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi konsep tadrij dan trichotomy pengetahuan
tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga
bernuansa spiritual karena menggunakan
normal syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal, oleh karenanya investasi sangat dianjurkan bagi
setiap muslim. Hal tersebut dijelaskan
dalam Q.S. al-Hasyr ayat 18:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[10]
Lafadz 7tóÏ9 ôMtB£s% $¨B
Ó§øÿtR öÝàZtFø9ur ditafsirkan dengan: “hitung dan introspeksilah
diri kalian sebelum diintropeksi, dan lihatlah
apa yang telah kalian simpan (invest) untuk diri kalian dan amal shaleh (after here invesment) sebagai
bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari kiamat untuk keselamatan diri di depan Allah SWT”.
Demikianlah Allah SWT
memrintahkan kepada seluruh hamba-Nya yang beriman untuk melakukan
investasi akhirat dengan melakukan amal shalih sejak dini sebagai bekal untuk
menghadapi hari perhitungan.[11]
memrintahkan kepada seluruh hamba-Nya yang beriman untuk melakukan
investasi akhirat dengan melakukan amal shalih sejak dini sebagai bekal untuk
menghadapi hari perhitungan.[11]
Begitu pula dalam
Q.S. Lukman ayat 24 secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa tiada seorangpun dialam semesta ini ynag dapat
mengetahui apa yang diperbuat,
diusahakan serta kejadian apa yang terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusi diperintahkan
untuk melakukan investasi sebagai bekal
dunia dan akhirat.
Dalam kitab Zubdatu
Tafsir karya Al-Asyqar yang diterjemahkan “dari usaha untuk bekal
akhirat ataupun usaha untuk bekal dunia”.
Perihal
tersebut diperkuat kembali dengan sebuah Sabda Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Umar sebagai berikut:
Kunci-kunci gaib ada lima yang tidak seorangpun
mengetahui kecuali Allah SWT. semata:
1. Tidak ada
yang mengetahui apa yang terjadi pada hari esok kecuali Allah.
2.
Tidak ada yang dapat terjadi kapan hari kiamat
kecuali Allah.
3.
Tidak ada yang dapat mengetahui apa yang terjadi
atau yang ada dalam kandungan rahim kecuali Allah.
4.
Tidak ada yang dapat mengetahui kapan turunya
hujan kecuali Allah.
5.
Tidak ada yang dapat mengetahui dibumi mana
seseorang akan wafat.[12]
Butir pertama, bermakna investasi dunia akhirat, dimana
usaha atau pekerjaan sebagai bekal kehidupan dunia sekaligus usaha
sebagai bekal akhirat tidak diketahui oleh
seluruh mahkluk. Pesan kedua, sebagai informasi bagi sekalian manusia untuk
berinvestasi akhirat sebagaai bekal yang
memadai, kaena tidak seorangpun mengetahui
kapan terjadi hari kiamat yang pada hari itu telah ditutup pintu taubat serta amalan manusia.
Ketiga, sebagai
pesan untuk memiliki generasi yang berkualitas sebagai
investasi jangka panjang bagi orang tua, dimana tidak seorangpun mengetahui seberapa besar kualias kandungan yang ada didalam rahim seseorang. Keempat, pesan investasi dunia, dengan melakukan saving harta sebagai motivasi untuk berjaga-jaga dimasa depan (precautionary motivasion), karena turunya air hujan dari langit disimbolkan sebagai sumber rezeki (wealth) sebagai firman-Nya dalam beberapa ayat. Dan pesan kelima, merupakan anjuran untuk melkukuan investasi akhirat sedini mungkin, karena tidak seorang pun yang mengetahui kapan dipanggil ke ribaan Allah SWT.[13]
investasi jangka panjang bagi orang tua, dimana tidak seorangpun mengetahui seberapa besar kualias kandungan yang ada didalam rahim seseorang. Keempat, pesan investasi dunia, dengan melakukan saving harta sebagai motivasi untuk berjaga-jaga dimasa depan (precautionary motivasion), karena turunya air hujan dari langit disimbolkan sebagai sumber rezeki (wealth) sebagai firman-Nya dalam beberapa ayat. Dan pesan kelima, merupakan anjuran untuk melkukuan investasi akhirat sedini mungkin, karena tidak seorang pun yang mengetahui kapan dipanggil ke ribaan Allah SWT.[13]
Konsep investasi dalam ajaran islam
yang diwujudkan dalam bentuk yang
finansial yang berimplikasikan terhadap kehidupan ekonomi yang kuat juga
tertuang dalam Q.S. an-Nisa ayat 9 sebagai berikut:
finansial yang berimplikasikan terhadap kehidupan ekonomi yang kuat juga
tertuang dalam Q.S. an-Nisa ayat 9 sebagai berikut:
(|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
“Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar.”[14]
Ayat tersebut
menganjurkan untuk berinvestasi dengan mempersiapkan
generasi yang kuat, baik aspek intelektualitas, fisik, maupun aspek keimanan sehingga terbentuk lah sebuah kepribadian yang utuh dengan kapasitas:[15]
generasi yang kuat, baik aspek intelektualitas, fisik, maupun aspek keimanan sehingga terbentuk lah sebuah kepribadian yang utuh dengan kapasitas:[15]
1. Memiliki akidah yang benar.
2.
Ibadah dengan cara yang benar.
3.
Memiliki ahklak yang mulia.
4. Intelektualitas yang memadai.
5.
Mampu untuk bekerja/mandiri.
6.
Disiplin atas waktu.
7.
Bermanfaat bagi orang lain.
Dengan bekal
tersebut diharapkan semua generasi sebagai hasil investasi jangka panjang orang tua dapat menjalani kehidupan dengan
baik, sejahtera, serta tenteram. Selanjutnya,
dalam Q.S. al-Muzammil ayat 20 secara tegas menganjurkan untuk melakukan
perjalanan di muka bumi untuk mencari karunia Allah, yang salah satunya dalam
bentuk mudharabah. Selain itu, larangan Allah SWT. bagi
seluruh hamba untuk memakan harta sesama secara
bathil dan perintah melakukan aktivitas perniagaan yang didasari dengan rasa saling ridha di antara para pihak
terlibat, sesuai dengan firman Allah
dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 29. Ayat ini juga merupakan landasan dasar tentang tata cara berinvestasi yang sehat dan benar.
dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 29. Ayat ini juga merupakan landasan dasar tentang tata cara berinvestasi yang sehat dan benar.
E. Norma dalam Berinvestasi
Sebelum
membahas tentang norma dalam investasi syariah, ada beberapa prinsip dasar
dalam transaksi menurut syariah dalam investasi keuangan yang ditawarkan
menurut Pontjowinoto sebagaimana dikutip oleh Abdul Ghofur Anshori adalah
sebagai berikut:[16]
a.
Transaksi
dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan menghindari setiap
transaksi yang dzalim. Setiap transaksi yang bermanfaat akan dilakukan bagi
hasil.
b.
Uang
sebagai alat pertukaran bukan sebagai komoditas perdagangan dimana fungsinya
adalah sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan daya beli suatu barang
atau harta. Sedangkan manfaat yang ditimbulkan sesuai dengan pemakaian barang
atau harta yang dibeli dengan uang tersebut.
c.
Setiap
transaksi harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur penipuan
disalah satu pihak baik sengaja ataupun tidak sengaja.
d.
Risiko
yang mungkin timbul harus dikelola, sehingga tidak menimbulkan resiko yang
besar atau melebihi kemampuan atau menanggung risiko.
e.
Dalam
Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia menanggung risiko.
f.
Manajemen
yang diterapkan adalah manajemen Islami yang tidak mengandung unsur spekulatif
dan menghormati hak asasi manusia serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dalam investasi, Allah dan Rasul-Nya memberikan petunjuk dan
rambu-rambu yang harus diikuti oleh setiap muslim yang beriman, di antaranya:[17]
a.
Terbebas dari Unsur Riba
Riba secara
etimologi berarti tumbuh dan bertambah, dan dalam terminologi syariah para
ulama banyak membahas definisi, diantaranya adalah:
1)
Riba
merupakan kelebihan yang tidak ada padanan pengganti (‘iwadh) yang tidak
dibenarkan syariat yang disyaratkan oleh salah satu dari dua orang yang berakad
2)
Imam
Badrudin Al ‘Aini dalam kitabnya ‘Umdatul Al-Qari mendefinisikan riba
sebagai: “Riba adalah penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis
yang riil”.
3)
Terminology
dituangkan oleh Muhammad Al-Hasaini Taqiyyudin Abi Bakr Ibn dalam kitabnya
Kifayatu al-Akhyar sebagai berikut : “Riba adalah setiap nilai tambah (vau
added) dari setiap pertukaran emas dan perak (uang) serta seluruh bahan makanan
pokok tanpa adanya pengganti (‘iwadh) yang sepadan dan dibenarkan oleh
syariah”.
Secara
garis besar riba dikelompokan menjadi dua yakni Riba Utang piutang dan Riba
jual beli. Sedangkan Riba utang piutang dibagi kedalam Riba Qard dan Riba
Jahiliyah. Untuk yang Riba jual beli dibagi dalam Riba Fadl dan Riba Nasi’ah.
Menurut kesepakatan ulama yang tergolong dalam barang ribawi ada 6 (enam) yakni
emas, perak, garam, tepung, gandum, dan kurma.
b.
Terhindar dari Unsur Gharar
Gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko, dan
gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan/atau kebinasaan.
Taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan
bahwa gharara binafsihi wa maalihi taghriran, berarti ‘aradhahuma
lilhalakah min ghairi an ya’rif (jika seorang melibatkan diri dan hartanya
dalam kancah gharar, maka dari itu keduanya telah dihadapkan kepada suatu
kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Gharar juga dikatakan sesuatu yang
tidak pasti, jual beli gharar berarti jual beli yang mengandung unsur
ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi, atau jual
beli sesuatu yang objek akadnya tidak dapat diyakini dapat diserahkan.
c.
Terhindar dari Unsur Judi (Maysir)
Maysir
merupakan bentuk objek yang diartikan sebagai tempat untuk memudahkan sesuatu.
Dikatakan memudahkan sesuatu karena seseorang yang seharusnya menempuh jalan
yang susah payah akan tetapi mencari jalan pintas dengan harapan dapat mencapai
yang dikehendakinya, walaupun jalan pintas tersebut bertentangan dengan nilai
serta aturan syariah.
Allah SWT. dan
Rasulullah SAW. telah melarang segala jenis perjudian, ha tersebut tertuang
dalam Q.S. Al-Maidah ayat 90-91:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”[18]
d.
Terhindar dari Unsur Haram
Investasi yang
dilakukan oleh seorang investor muslim diharuskan terhindar dari unsur haram.
Sesuatu yang haram merupakan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah dan
Rasulullah dalam Al-Quran dan hadistnya. Kata haram bermakna yang berarti
melarang. Dalam kaidah usul fiqh haram didefiniskan sebagai sesuatu yang
disediakan hukumnya (‘iqab) bagi yang melakukan dan disediakan pahala bagi yang
meninggalkan karena diniatkan untuk menjalankan syariat-Nya.
Secara garis
besar, sesuatu yang haram dikategorikan menjadi dua: Pertama, haram
secara zatnya seperti babi, khamr, darah, bangkai, perjudian, dan segala
sesuatu yang dipersembahkan bagi selain Allah. Kedua, haram karena
proses yang ditempuh dalam memperoleh sesuatu.
e.
Terhindar dari Unsur Syubhat
Kata syubhat berasal berarti mirip, serupa, semisal, dan bercampur.
Dalam terminologi syariah syubhat diartikan sebagai sesuatu perkara yang
tercampur (antara halal dan haram), akan tetapi tidak diketahui secara pasti
apakah ia sesuatu yang halal atau haram, dan apakah ia hak atau bathil. Seorang
investor muslim disarankan menjauhi kativitas yangberaroma syubhat, karena jika
hal tersebut tetap dilakukan maka pada hakikatnya telah terjerumus pada suatu
yang haram, sebagaimana apa yang telah dinyatakan oleh para ulama dan fuqaha
dalam sebuah kaidah fiqh, “apabila berkumpul antara yang halal dan haram,
dimenangkan yang haram”.
F. Risiko (Gharar) dan Perjudian (Maysir) dalam
Perspektif Syariah
Sebagaimana
teah dijelaskan di atas, gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau
risiko, dan gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan/atau
kebinasaan. Taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Seseorang
yang melibatkan diri dan hartanya dalam kancah gharar, maka keduanya telah dihadapkan
kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Gharar juga dikatakan
sesuatu yang tidak pasti, jual beli gharar berarti jual beli yang mengandung
unsur ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi, atau
jual beli sesuatu yang objek akadnya tidak dapat diyakini dapat diserahkan.
Secara garis
besar gharar dibagi menjadi 2 (dua) bagian pokok yakni :
a.
Gharar
dalam shighat akad, yang meliputi:
1)
Bai
ataini fii ba’iah; ialah jual
beli dalam satu akad ada dua harga yang dalam praktiknya tidak ada kejelasan
akad (jahalah) atau harga yang akan diputuskan. Hal ini juga berlaku jika dalam
sutau transaksi ada dua akad yang bercampur tanpa adanya pemisahan terlebih
dahulu.
2)
Bai
al-hashah; adalah sebuha transaksi dimana
penjual dan pembeli sepakat atas jual beli suatu barang dengan harga tertentu
dengan lemparan batu kecil (hashah) yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada
yang lain dan dijadikan pedoman atas berlangsung tidaknya akad, atau juga
dengan meletakkan batu kecil tersebut diatas barang, dan juga jatuhnya batu di
pihak mana pun yang mengharusnkan orang tersebut melakukan transaksi.
3)
Bai
al-mulamasah; adalah adanya
mekanisme tawar menawar antara dua pihak atas suatu barang, dan apabila calon
pembeli menyentuh barang tersebut maka dia harus membelinya.
4)
Bai
al-munabadzah; adalah seorag
penjual berkata “jika saya lemparkan sesuatu maka transaksi jual beli harus
berlangsung diantara kita”.
5)
Akad
mu’alaq; adalah sebuha transaksi jual beli
dimana jadi tidaknya transaksi tersebut bergantung pada transaksi yang lainnya.
6)
Bai
al-muzabanah; adalah jual
beli buah kurma yang masih ada di pohon dengan beberapa wasaq buah kurma yang
telah dipanen.
7)
Bai
al mukhadharah; adalah
menjual buah yang masih hijau yang masih berada di pohon sebelum layak panen.
8)
Bai
habal al-habalah; adalah jual
beli janin yang masih berada dalam kandungan induknya.
9)
Dharbatu
al-ghawash; adalah melkaukan akad transaksi
jual beli untuk barang temuan yang akan ditemuan di kedalaman laut, sedangkan
barang belum diketahui dapat atau tidaknya barang diserahkan kepada pembeli
10)
Bai
muhaqalah; adalah melkukan jual beli tanaman
tertentu seperti padi, dengan sejumlah takaran makan tertentu
11)
Bai
nitaj; adalah transaksi jual beli sesuatu
yang diahsilakn dari binatang ternak sebelum dituai.
12)
Bai
al mudhaf; adalah kesepaktan untuk melakukan
jual beli untuk waktu yang akan datang
b.
Gharar
dalam objek akad, yang meliputi:
1)
Ketidaktahuan
(jahl) dalam jenis objek akad
2)
Ketidaktahuan
(jahl) dalam macam objek akad
3)
Ketidaktahuan
(jahl) dalam sifat objek akad
4)
Ketidaktahuan
(jahl) dalam ukuran dan takaran objek akad
5)
Ketidaktahuan
(jahl) dalam zat objek akad
6)
Ketidaktahuan
(jahl) dalam waktu akad
7)
Ketidakmampuan
dalam penyerahan barang
8)
Melakukan
akad atas sesuatu yang tidak nyata adanya (ma’dum)
9)
Tidak
adanya penglihatan (ru’yah) atas objek akad
G. Kriteria Implementasi Investasi Syariah
Secara
implementatif, kriteria investasi syariah dikemukakan oleh dewan syariah
sebagai berikut.
1. Menurut Dewan Syariah Dow Jones Islamic Market
(DJIM) Index
Bagi seorang investor yang berinvestasi
di pasar modal yang Islami, ia harus mendapat jaminan bahwa perusahaan yang
terdaftar (listing) dalam pasar tersebut benar-benar telah memenuhi
kaidah syar’i. Pasar modal syariah akan melakukan skrining mulai dari sektor
usaha yang digeluti oleh perusahaan listing tersebut, serta
persyarata-persyaratan syariah lainnya.
Ahli hukum Islam memandang penting untuk
segera merumuskan aturan tentang perusahaan yang akan listing di pasar
modal syariah, di antaranya:[19]
· Mengeluarkan
perusahaan yang mempunyai piutang lebih besar daripada asetnya;
· Mengeluarkan
perusahaan yang terlalu banyak mempunyai utang; dan
· Mengeluarkan
perusahaan yang terlalu banyak menerima bunga.
Akan
tetapi, ketiga kriteria ini dinilai masih bersifat global. Untuk itu, Dewan
Syariah DJIM telah merumuskan aturan mengenai skrining bagi perusahaan yang
akan listing di pasar modal, antara lain:
§ Mengeluarkan
perusahaan yang struktur piutangnya lebih dari 45% dari asetnya;
§ Mengeluarkan
perusahaan yang mempunyai struktur utang lebih dari 33%; dan
§ Mengeluarkan
perusahaan yang mempunyai pendapatan bunga lebih dari 5%, dan bahkan sebagian
mengemukakan sampai 10% dari total pendapatan.
Kriteria ini disusun dengan tujuan untuk merespon
kebutuhan masyarakat muslim yang hendak berinvestasi pada perusahaan yang
secara syar’i terbatas dan usaha-usahanya yang dilarang oleh Islam.
2. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI)
Kriteria investasi Islam yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah DJIM di atas sering dijadikan rujukan bagi
penetapan investasi Islami, tidak terkecuali di Indonesia, yang mana
disesuaikan dengan sosio-kultural yang ada. Untuk itu, Dewan Syariah Nasional
MUI yang memiliki otoritas dalam penetapan kaidah hukum, memerlukan fatwa untuk
menentukan investasi. Kriteria yang dikemukakan oleh DSN-MUI untuk pedoman
pelaksanaan investasi syariah adalah sebagai berikut:[20]
a) Sektor
usaha. Investor muslim dapat menginvestasikan dananya pada proyek di sektor
riil atau perdagangan yang diperbolehkan oleh syariah, kecuali industri yang
bergerak atau memproduksi barang haram.
b) Perusahaan
yang mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dana dari utang tidak lebih dari
30%.
c) Penempatan
bunga yang diperoleh perusahaan tidak boleh lebih dari 15%.
d) Perusahaan
yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah piutang dagangnya atau total
piutangnya tidak lebih dari 50%.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari makalah berjudul “Investasi
Berdasarkan Syariah” ini dapat ditarik kesimpulan sebaga berikut.
Secara
terminologis, investasi berasal dari bahasa Inggris, yakni kata investment
dengan kata dasar invest yang artinya ‘menanam’. Sedangkan secara
etimologis, investasi dapat dimaknai sebagai penempatan kekayaan berupa uang
atau dana untuk memperoleh sejumlah keuntungan tertentu di masa mendatang. Adapun
tujuan dari investasi adalah untuk mendapat sejumlah pendapatan keuntungan.
Secara
garis besar, investor dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu mereka yang berani
mengambil risiko (risk taker) dan mereka yang tidak berani mengambil
risiko (nonrisk taker). Sementara sikap investor terhadap risiko sendiri
juaga membuat pengkategorian investor menjadi tiga, yakni mereka yang menyukai
risiko (risk averse), mereka yang bersikap netral terhadap risiko (risk
neutral), dan mereka yang menyukai risiko (risk seeker).
Setiap
bentuk investasi tentunya memiliki sejumlah risiko di dalamnya, antara lain: Interest Rate Risk, Market Risk, Inflation Risk, Bussines
Risk, Financial Risk, Liquidity Risk, Exchange Rate Risk, dan Country Risk.
Dalam
perspektif Islam, investasi sangat dianjurkan bagi
setiap muslim sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Hasyr ayat 18, khususnya
pada lafadz 7tóÏ9 ôMtB£s%
$¨B Ó§øÿtR
öÝàZtFø9ur
yangditafsirkan dengan: “hitung dan introspeksilah diri kalian sebelum
diintropeksi, dan lihatlah
apa yang telah kalian simpan (invest) untuk diri kalian dan amal shaleh (after here invesment) sebagai
bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari kiamat untuk keselamatan diri di depan Allah SWT”.
Adaupun
dalam berinvestasi, seorang investor juga harus memperhatikan norma-norma yang
disyariatkan, seperti terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir, ataupun
hal-hal lainnya yang dilarang oleh syariat Islam.
Selain
itu, seorang investor harus sangat jeli dan diharapkan agar terus memperhatikan
laju investasinya, karena walau bagaimanapun bidang investasi ini sangat rawan
dengan risiko (gharar) dan perjuadian (maysir), oleh karenanya, segala hal yang
menyangkut gharar dan maysir harus dapat diminimkan.
Secara
implementatif, kriteria investasi syariah dikemukakan oleh dewan syariah, baik
oleh Dewan Syariah DJIM maupun DSN-MUI. Di antara kriteria yang dikemukakan
oleh Dewan SyariahDJIM meliputi:
§ Mengeluarkan
perusahaan yang struktur piutangnya lebih dari 45% dari asetnya;
§ Mengeluarkan
perusahaan yang mempunyai struktur utang lebih dari 33%; dan
§ Mengeluarkan
perusahaan yang mempunyai pendapatan bunga lebih dari 5%, dan bahkan sebagian
mengemukakan sampai 10% dari total pendapatan.
Sedangkan menurut
DSN-MUI adalah:
· Sektor
usaha yang halal/diperbolehkan.
·
Perusahaan yang
mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dana dari utang tidak lebih dari 30%.
·
Penempatan bunga
yang diperoleh perusahaan tidak boleh lebih dari 15%.
· Perusahaan
yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah piutang dagangnya atau total
piutangnya tidak lebih dari 50%.
B. Saran
Penyusunan
makalah ini diharapkan tidak hanya memberikan wawasan baru bagi penulis, tetapi
juga untuk pembaca. Sebagaimana pepatah mengatakan, “tak ada gading yang tak
retak”. Untuk itu diharapkan pula agar para pembaca senantiasa dapat
mengembangkan dan menelaah kajian pada materi ini secara lebih mendalam, baik
dalam diskusi forum maupun di luar forum.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an
al-Karim.
Ahmad,
Kamaruddin. 2006. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio.
Jakarta: Rineka Cipta.
Anshori,
Abdul Ghofur. 2008. Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Huda,
Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. 2014. Investasi pada Pasar Modal Syariah.
Jakarta: Kencana.
Nawawi,
Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian,
Ekonomi, Bisnis, dan Sosial. Bogor: Ghalia Indah.
Sutedi,
Adrian. 2011. Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan
Prinsip Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:
Kencana, 2014), hal. 6.
[2] Adrian Sutedi,
Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 143.
[3] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:
Kencana, 2014), hal. 6.
[4] Kamaruddin
Ahmad, Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hal. 13.
[5] Ismail Nawawi,
Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis,
dan Sosial, (Bogor: Ghalia Indah, 2012), hal. 225.
[6] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 8-9.
[7] Ibid.,
hal. 9-10.
[8] Ibid.,
hal. 10.
[9] Ibid.,
hal. 14.
[10] Q.S. al-Hasyr
ayat 18.
[11] Ismail Nawawi,
Fikih Muamalah Kontemporer..., hal. 227.
[12] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 19-20.
[13] Ibid.,
hal. 20.
[14] Q.S. an-Nisa’
ayat 9.
[15] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 21.
[16] Abdul Ghofur
Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan
dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 97-98.
[17] Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution, Investasi ..., hal. 24-30.
[18] Q.S. al-Maidah
ayat 90-91.
[19] Ismail Nawawi,
Fikih Muamalah Kontemporer..., hal. 239.
[20] Ibid.,
hal. 240.
https://tafsirjitu.org/prediksi-togel/prediksi-togel-sgp-8-april-2019/
BalasHapus